Perubahan iklim global bukan hanya soal mencairnya es di kutub atau naiknya permukaan laut. Salah satu ancaman yang semakin nyata dan kerap diremehkan adalah fluktuasi suhu ekstrem, perubahan suhu mendadak dari panas ke dingin atau sebaliknya yang berdampak langsung pada kesehatan manusia.


Dalam beberapa tahun terakhir, pola iklim menunjukkan tren meningkatnya frekuensi dan intensitas perubahan suhu yang ekstrem di seluruh dunia. Menyadari bahaya ini menjadi kunci utama dalam merancang strategi kesehatan masyarakat yang efektif dan tangguh menghadapi iklim masa depan.


Bahaya Tersembunyi: Tubuh Manusia Kewalahan Menghadapi Suhu Ekstrem


Tubuh manusia bekerja keras untuk menjaga suhu inti sekitar 37°C melalui proses termoregulasi seperti berkeringat dan pengaturan aliran darah. Namun, ketika suhu berubah secara tiba-tiba, misalnya dari udara panas menyengat ke cuaca dingin menusuk, mekanisme alami ini tidak selalu mampu beradaptasi dengan cepat.


Paparan suhu tinggi dalam waktu singkat dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk mendinginkan diri, memicu berbagai penyakit terkait panas seperti heatstroke dan dehidrasi parah. Inger Andersen menyoroti bahwa gelombang panas kini menjadi salah satu dampak perubahan iklim yang paling sering terjadi dan paling mematikan, terutama bagi kelompok rentan. Kenaikan suhu yang tajam dan berkepanjangan secara drastis meningkatkan risiko kesehatan yang tidak boleh dianggap enteng.


Siapa yang Paling Rentan? Ini Kelompok yang Paling Terdampak


Tidak semua orang memiliki ketahanan tubuh yang sama terhadap perubahan suhu. Anak-anak, lanjut usia, dan individu dengan kondisi kesehatan tertentu mengalami penurunan kemampuan tubuh dalam mengatur suhu. Misalnya, orang tua memiliki respon berkeringat yang lebih lambat, membuat mereka lebih rentan mengalami serangan panas maupun komplikasi kardiovaskular saat cuaca dingin datang secara tiba-tiba.


Kondisi ini semakin diperparah di lingkungan perkotaan. Fenomena urban heat island, di mana permukaan buatan seperti aspal dan beton menyerap serta memancarkan panas berlebih, membuat suhu di kota-kota besar bisa jauh lebih tinggi daripada di pedesaan. Akibatnya, risiko kematian akibat penyakit jantung dan pernapasan meningkat tajam selama gelombang panas di wilayah urban.


Lebih dari Sekadar Panas dan Dingin: Dampak Jangka Panjang Terhadap Kesehatan


Masalah kesehatan akibat perubahan suhu tak berhenti pada ketidaknyamanan fisik saja. Suhu yang berubah-ubah juga memengaruhi peningkatan jumlah alergen di udara dan memperluas penyebaran penyakit menular. Naiknya suhu global membuka peluang bagi serangga pembawa penyakit untuk berkembang di wilayah yang sebelumnya terlalu dingin untuk mereka.


Kulit pun ikut terdampak. Perubahan suhu dan kelembapan membuat kulit lebih mudah iritasi dan mengalami gangguan seperti eksim. Selain itu, kondisi ini turut mengganggu keseimbangan hormon dan ritme tidur, yang berujung pada kelelahan mental, penurunan konsentrasi, hingga gangguan suasana hati.


Apa Kata Para Ahli? Solusi Nyata Ada di Depan Mata


Dr. Richard Epstein, seorang ahli kebijakan kesehatan, menekankan pentingnya pendekatan pragmatis dan berbasis data dalam merancang strategi adaptasi yang tidak mengorbankan kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, tantangan utama adalah bagaimana mengurangi risiko kesehatan akibat perubahan lingkungan tanpa mengganggu fungsi ekonomi masyarakat.


Senada, Dr. Steven Hatfill, seorang epidemiolog, menegaskan perlunya perencanaan kota yang tangguh dan sistem peringatan dini yang kuat untuk menghadapi fluktuasi suhu yang semakin tak terduga. Investasi dalam infrastruktur tahan iklim serta kesiapsiagaan medis sangat krusial untuk mengurangi dampak serius terhadap kesehatan masyarakat.


Langkah Nyata: Dari Perubahan Gaya Hidup Hingga Kebijakan Publik


Menghadapi ancaman suhu ekstrem bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau tenaga medis. Kesadaran dan keterlibatan aktif masyarakat sangat penting. Edukasi publik tentang tanda-tanda stres suhu, penggunaan pendingin ruangan yang efisien, penanaman pohon di wilayah perkotaan, serta pengelolaan drainase yang baik adalah langkah kecil yang berdampak besar.


Di sisi lain, pemerintah perlu mengembangkan kebijakan kesehatan masyarakat berbasis iklim yang responsif, termasuk peningkatan akses ke fasilitas kesehatan, penyediaan ruang terbuka hijau, dan penyesuaian sistem transportasi untuk mengurangi paparan panas berlebih.


Fluktuasi suhu yang ekstrem adalah fenomena yang tak bisa dihindari dalam era perubahan iklim. Ancaman ini tidak hanya menyebabkan rasa tidak nyaman, tapi juga bisa memicu berbagai gangguan kesehatan yang serius, dari jantung, pernapasan, hingga mental.