Banyak orang sudah terbiasa memeriksa tekanan darah atau kolesterol sebagai bagian dari menjaga kesehatan jantung. Tapi, ada satu faktor penting yang sering terlewat: kekentalan darah. Kekentalan darah menggambarkan seberapa tebal dan lengket darah mengalir di dalam pembuluh.
Semakin kental darah, semakin sulit alirannya. Jika aliran darah melambat, jantung harus bekerja lebih keras untuk memompanya. Lama-kelamaan, ini bisa menyebabkan gangguan jantung yang serius.
Penelitian terkini menunjukkan hubungan kuat antara kekentalan darah yang tinggi dengan berbagai gangguan kardiovaskular, seperti tekanan darah tinggi (hipertensi) hingga gagal jantung. Kekentalan darah yang meningkat akan menambah resistensi perifer, memaksa jantung memompa lebih kuat agar darah tetap bersirkulasi. Dalam jangka panjang, beban ini bisa menyebabkan pembesaran otot jantung (hipertrofi jantung) dan akhirnya gagal jantung, terutama pada individu dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya.
Lebih dari itu, darah yang terlalu kental juga rentan membentuk bekuan, terutama di area pembuluh darah dengan aliran lambat. Ketika bekuan ini lepas dan menyumbat pembuluh vital, seperti pembuluh koroner atau otak, risikonya bisa fatal, mulai dari serangan jantung hingga stroke.
Dampak kekentalan darah semakin terasa pada individu dengan diabetes. Data terbaru dari tahun 2024 menunjukkan bahwa penderita diabetes cenderung memiliki kekentalan darah yang jauh lebih tinggi dibandingkan non-diabetesi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan agregasi sel darah merah dan perubahan komposisi protein plasma.
Kondisi tersebut memperlambat aliran darah, meningkatkan resistensi vaskular, dan memperparah tekanan darah tinggi serta risiko penyumbatan pembuluh darah (aterosklerosis). Inilah mengapa penderita diabetes harus lebih waspada terhadap faktor ini.
Ternyata, kekentalan darah yang tinggi juga berkaitan erat dengan profil lipid yang buruk, yakni kadar kolesterol total dan LDL yang tinggi, serta gangguan fungsi ginjal. Ketiga faktor ini saling berinteraksi dan memperbesar risiko penyakit jantung.
Contohnya, pada penderita hipertensi, kekentalan darah yang tinggi ditambah kontrol kolesterol yang buruk akan mempercepat terbentuknya plak aterosklerotik (atheroma) di pembuluh darah, yang sangat berpotensi memicu serangan jantung.
Penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa jenis kelamin dapat memengaruhi parameter pembekuan dan kekentalan darah. Hal ini membuat risiko dan strategi pengobatan bisa berbeda antara pria dan wanita. Meski demikian, kekentalan darah masih jarang diuji dalam praktik medis sehari-hari. Salah satu alasannya adalah kurangnya kesadaran dan keterbatasan akses.
Namun kini, ada metode estimasi baru yang lebih praktis seperti Estimated Whole Blood Viscosity (eWBV) yang hanya menggunakan data hematokrit dan protein serum. Ini bisa menjadi langkah awal untuk mengenali risiko sejak dini.
Kekentalan darah yang tinggi sering kali tidak menimbulkan gejala jelas hingga terjadi komplikasi. Namun, beberapa tanda awal yang perlu diwaspadai meliputi: kelelahan, sakit kepala, nyeri dada, hingga sesak napas ringan.
Bagi kelompok berisiko tinggi, seperti penderita diabetes, hipertensi, atau dislipidemia, pemantauan kekentalan darah secara berkala sangat dianjurkan. Berikut beberapa langkah yang bisa diterapkan untuk menjaga kekentalan darah tetap ideal:
- Menjaga hidrasi tubuh: Kekurangan cairan bisa membuat darah lebih kental.
- Mengatur kadar gula dan kolesterol: Sangat penting bagi penderita diabetes atau gangguan lemak darah.
- Aktivitas fisik teratur: Membantu memperlancar aliran darah dan mengurangi penggumpalan sel darah merah.
- Terapi pengencer darah: Dalam kasus tertentu, dokter mungkin meresepkan obat antiplatelet atau antikoagulan sesuai indikasi medis.
Mengabaikan kekentalan darah bisa berdampak serius, baik dari sisi kesehatan maupun finansial. Komplikasi seperti serangan jantung, stroke, atau gagal jantung akan menimbulkan biaya pengobatan yang tinggi dan mengganggu produktivitas jangka panjang.
Jika kekentalan darah dijadikan bagian dari pemeriksaan kesehatan rutin, pencegahan bisa dilakukan lebih awal. Hal ini akan mengurangi beban rumah sakit dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Selama puluhan tahun, kekentalan darah dianggap sebagai aspek teknis laboratorium belaka. Padahal, bukti ilmiah terus bermunculan yang menegaskan perannya sebagai faktor risiko dinamis dan dapat dimodifikasi. Dengan meningkatnya data yang mengaitkan kekentalan darah tinggi dengan berbagai gangguan serius, sudah waktunya faktor ini dimasukkan kembali ke dalam evaluasi kesehatan jantung menyeluruh.