Tahukah Anda bahwa kelainan jantung bawaan (CJB) adalah jenis kelainan lahir paling sering terjadi di seluruh dunia? Diperkirakan sekitar 1 dari setiap 100 bayi lahir dengan kondisi ini. Meski terdengar menakutkan, kabar baiknya adalah semakin cepat kondisi ini dikenali, semakin besar peluang bayi untuk menjalani hidup yang sehat dan berkualitas.
Saat ini, deteksi dini saat bayi baru lahir menjadi kunci utama untuk mencegah risiko komplikasi berat bahkan kematian mendadak. Dengan berkembangnya teknologi dan metode pemeriksaan, dunia medis semakin mampu mengenali kelainan ini lebih awal dan lebih akurat.
Kenali Pentingnya Skrining Dini: Jangan Sampai Terlambat!
Di banyak negara, termasuk Indonesia, pemeriksaan jantung pada bayi baru lahir telah menjadi bagian dari standar layanan kesehatan. Salah satu metode yang banyak digunakan adalah pulse oximetry, teknik non-invasif yang mengukur kadar oksigen dalam darah bayi. Kadar oksigen rendah bisa menjadi petunjuk awal adanya kelainan jantung yang berbahaya.
Namun, pulse oximetry bukan satu-satunya metode skrining. Pemeriksaan fisik menyeluruh, termasuk mendengarkan detak jantung dan melihat adanya gejala seperti kulit kebiruan (sianosis), suara jantung abnormal seperti murmur, serta gangguan pernapasan, sangat penting untuk menunjang diagnosis. Riwayat kesehatan keluarga serta kehamilan juga turut diperhatikan dalam evaluasi.
Menurut Dr. Jane Newburger, seorang ahli jantung anak, kombinasi antara pulse oximetry dan evaluasi klinis dapat secara signifikan meningkatkan deteksi dini CCHD dan mengurangi risiko kasus terlewat.
Metode Skrining Ganda: Akurasi Lebih Tinggi, Risiko Lebih Rendah
Studi berskala besar dalam lima tahun terakhir yang melibatkan hampir 200.000 bayi baru lahir menemukan bahwa metode skrining ganda, menggabungkan pulse oximetry dan auskultasi jantung (pemeriksaan suara jantung) terbukti jauh lebih efektif.
Metode ini mencapai sensitivitas 100% dalam mendeteksi CCHD dan tetap menjaga angka positif palsu yang rendah. Artinya, hampir semua bayi yang memiliki kelainan jantung berhasil teridentifikasi sejak awal, sementara bayi sehat tidak perlu menjalani pemeriksaan lanjutan yang tidak perlu.
Menariknya, sebagian kecil bayi yang hasil skriningnya negatif ternyata terdiagnosis CJB dalam beberapa bulan berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun skrining awal sangat penting, pemantauan rutin selama masa pertumbuhan tetap wajib dilakukan.
Teknologi Diagnostik Canggih: Langkah Pasti Menuju Penanganan Tepat
Jika ada kecurigaan dari hasil skrining atau gejala fisik, echocardiography (USG jantung) menjadi alat diagnostik utama. Teknologi ini dapat memberikan gambaran rinci tentang struktur jantung dan aliran darah, sehingga dokter bisa mengetahui jenis kelainan yang terjadi, seperti:
- Defek septum ventrikel (lubang di dinding antar bilik jantung)
- Defek septum atrioventrikular
- Koarktasio aorta (penyempitan pembuluh darah utama)
- Kelainan lainnya
Selain itu, echocardiography janin juga bisa dilakukan selama kehamilan jika pada USG rutin ditemukan indikasi adanya masalah jantung. Deteksi selama masa kehamilan sangat membantu dalam merencanakan kelahiran di fasilitas medis yang memiliki tim khusus untuk penanganan darurat jantung neonatal.
Alat penunjang lain seperti elektrokardiogram (EKG) dan pemantauan pulse oximetry pasca-lahir juga digunakan untuk memantau kondisi bayi secara keseluruhan.
Tantangan dalam Diagnosis: Jangan Lengah Setelah Pulang dari Rumah Sakit
Meskipun metode deteksi dini terus berkembang, masih ada sebagian kasus CJB yang tidak terdeteksi saat bayi masih di rumah sakit karena gejala yang tidak langsung muncul. Inilah pentingnya kunjungan rutin ke dokter anak selama masa bayi.
Gejala seperti sulit menyusu, berat badan tidak naik, atau napas cepat dan terengah-engah bisa menjadi sinyal bahaya. Pemeriksaan jantung secara berkala, termasuk mendengarkan bunyi murmur dan pemantauan pertumbuhan, sangat krusial untuk mendeteksi kasus-kasus yang lolos dari skrining awal.
Periode neonatal adalah momen krusial untuk mengenali masalah jantung sejak dini. Dengan pemeriksaan yang tepat, seperti pulse oximetry, auskultasi jantung, dan ekokardiografi, kemungkinan mendeteksi dan menangani CJB menjadi lebih tinggi.