Saat melintasi jalanan kota, sering terlihat dinding penuh warna, tulisan besar yang mencolok, dan gambar-gambar mencuri perhatian di tembok, jembatan, bahkan di trotoar.
Beberapa karya langsung menghidupkan suasana dan membuat area sekitarnya terasa lebih menarik. Itulah kekuatan seni jalanan atau yang lebih dikenal sebagai graffiti.
Namun, di balik keindahannya, muncul perdebatan yang terus mengemuka: Apakah graffiti benar-benar seni, atau hanya bentuk vandalisme yang dibungkus kreativitas? Haruskah graffiti dilegalkan? Atau tetap dibatasi secara ketat?
Topik ini semakin relevan seiring dengan makin banyaknya kota di dunia yang mulai merangkul potensi seni publik sebagai bagian dari identitas urban mereka.
Awal Mula Perdebatan
Graffiti sejak lama dikenal sebagai bentuk ekspresi dari budaya perkotaan. Banyak yang menggunakannya untuk menyampaikan pesan sosial atau menunjukkan jati diri. Namun, karena dilakukan tanpa izin, graffiti sering dianggap merusak dan melanggar hukum. Tak heran jika banyak pemilik properti dan pejabat kota melihatnya sebagai gangguan visual.
Namun seiring waktu, pandangan terhadap graffiti mulai berubah. Banyak komunitas mulai melihat sisi positifnya, terutama jika dilakukan dengan izin dan konsep yang matang. Graffiti yang legal dan terarah mampu:
- Mempercantik ruang publik
- Mewakili budaya lokal
- Meningkatkan daya tarik wisata
- Memberikan wadah ekspresi bagi kelompok yang kurang terwakili
Perubahan persepsi ini mendorong diskusi lebih luas soal apakah graffiti sebaiknya dilegalkan, tentu saja, tak lepas dari kontroversi.
Alasan Mengapa Graffiti Layak Dilegalkan
Banyak seniman dan perencana kota mendukung legalisasi graffiti karena sejumlah alasan yang kuat:
1. Mendorong Kreativitas Tanpa Batas
Seni jalanan menyediakan "kanvas raksasa" yang memungkinkan seniman bereksperimen dengan ide-ide segar yang mungkin tak bisa ditampilkan di galeri seni konvensional.
2. Menghidupkan Wilayah yang Terlupakan
Banyak penelitian menunjukkan bahwa mural dan proyek seni publik membuat suatu kawasan terasa lebih aman dan menarik. Beberapa kota seperti Melbourne dan Berlin bahkan menjadikan area graffiti sebagai tujuan wisata utama.
3. Menumbuhkan Rasa Bangga pada Lingkungan
Ketika seniman lokal diberi kesempatan untuk berkarya di ruang publik, rasa kepemilikan dan keterikatan masyarakat terhadap lingkungan meningkat.
4. Mengurangi Coretan Liar
Ironisnya, menyediakan tempat legal untuk graffiti justru bisa menurunkan tingkat vandalisme liar di sekitar area tersebut, hal ini telah dibuktikan lewat berbagai studi perkotaan.
Kekhawatiran yang Tetap Muncul
Namun tentu saja, tidak semua orang sepakat dengan legalisasi graffiti. Ada sejumlah kekhawatiran yang tetap jadi bahan diskusi:
1. Hak Kepemilikan Properti
Beberapa warga khawatir bahwa seni jalanan, meski legal, tetap dapat mengubah wajah lingkungan secara drastis—terkadang tanpa persetujuan penuh dari pemilik lahan.
2. Sulitnya Menjaga Kualitas
Tidak semua karya graffiti memiliki nilai estetika tinggi. Beberapa bisa saja terkesan asal-asalan atau menyinggung perasaan. Menentukan standar tanpa membatasi kebebasan berekspresi bukan hal mudah.
3. Efek Domino
Ada yang khawatir legalisasi graffiti bisa disalahartikan sebagai pembenaran untuk melakukan coretan ilegal di tempat lain, sehingga membuat pengawasan lebih rumit.
4. Tantangan Perawatan
Seni di ruang terbuka sangat rentan terhadap cuaca, debu, dan kerusakan. Kota harus bersiap mengalokasikan dana dan sumber daya untuk menjaga atau memperbaharui karya-karya tersebut secara berkala.
Pendekatan Kota-Kota Dunia yang Menginspirasi
Beberapa kota besar telah mengambil langkah berani dan kreatif untuk mengelola graffiti:
- Melbourne menyediakan "graffiti lane" legal yang kini menjadi daya tarik wisata populer.
- Berlin mendukung baik mural berbayar maupun dinding legal untuk karya spontan.
- New York City mencoba menyeimbangkan antara mendukung mural seni dan memberantas coretan ilegal.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa dengan kebijakan yang tepat, seni jalanan bisa menjadi aset, bukan masalah.
Dialog Jadi Kunci Keberhasilan
Perdebatan tentang graffiti bukan sekadar soal estetika, melainkan juga menyangkut suara komunitas, kebijakan publik, dan ruang untuk berekspresi. Pakar seni seperti Dr. Rafael Schacter menekankan pentingnya keterlibatan warga dalam proyek seni jalanan. Menurutnya, program graffiti yang sukses adalah yang mampu menyeimbangkan kebebasan berkarya dengan penghormatan terhadap ruang publik dan pribadi.
Suka atau tidak, seni jalanan sudah menjadi bagian dari wajah kota modern. Pertanyaannya bukan lagi "apakah graffiti boleh ada?" tetapi "bagaimana cara kita mengelolanya dengan bijak?"
Dengan perencanaan yang matang, komunikasi terbuka, dan partisipasi dari berbagai pihak, legalisasi graffiti bisa memberikan manfaat besar. Mulai dari mempercantik kota, memperkuat identitas budaya lokal, hingga memberikan ruang kreatif bagi generasi muda.
Bagaimana dengan Anda? Pernahkah melihat karya graffiti yang membuat terpesona atau justru membuat bertanya-tanya, apa tempatnya di ruang publik? Bagikan pandangan Anda, karena suara warga adalah bagian penting dari warna kota kita!