Es di Kutub Greenland dan Antartika menyimpan lebih dari 99% cadangan air tawar beku di Bumi.
Saat lapisan es raksasa ini mencair, mereka secara langsung menambah volume air di lautan, menyebabkan kenaikan permukaan air laut yang drastis.
Fenomena ini bukan lagi sekadar ancaman masa depan, dampaknya kini sudah dirasakan di kota-kota pesisir, negara kepulauan kecil, bahkan seluruh ekosistem di dunia. Memahami mekanisme ilmiah yang menghubungkan pencairan es kutub dengan kenaikan permukaan laut menjadi kunci menghadapi masa depan dengan banjir lebih sering, hilangnya lahan, dan potensi perpindahan jutaan orang.
Berbeda dengan es laut yang mengapung di lautan dan tidak terlalu memengaruhi permukaan laut saat mencair, lapisan es yang berada di daratan memiliki efek dramatis. Menurut data NASA, jika semua gletser dan lapisan es mencair sepenuhnya, permukaan laut global bisa naik lebih dari 60 meter. Saat ini, es di Greenland dan Antartika terus menyusut dengan kecepatan yang meningkat. Sejak 2006, kedua lapisan es ini kehilangan ratusan gigaton es setiap tahun, menyumbang sekitar 1,3 milimeter per tahun pada kenaikan permukaan laut, sumber terbesar kenaikan permukaan laut global dalam beberapa dekade terakhir. Kehilangan es ini tidak hanya menambah volume air laut, tetapi juga mengganggu sistem iklim global akibat perubahan kemampuan refleksi bumi dan sirkulasi laut.
Pencairan es di kutub dipengaruhi oleh pemanasan atmosfer dan perubahan suhu laut. Suhu udara yang meningkat menyebabkan es mencair di permukaan, sementara laut yang lebih hangat memainkan peran penting dalam mengikis lapisan es apung, yaitu bagian dari gletser yang menjorok ke laut. Lapisan es ini sebenarnya berfungsi sebagai penghalang yang memperlambat aliran es dari daratan ke laut. Saat air laut hangat menggerus bagian bawahnya, lapisan es menipis dan kadang runtuh, melepas "rem" penting yang menahan laju gletser. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kehilangan sedikit lapisan es saja dapat mempercepat pencairan gletser hingga ratusan kilometer ke pedalaman.
Kenaikan permukaan laut meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir pesisir, mengancam pasokan air tawar akibat intrusi air asin, dan merusak lahan basah yang berfungsi sebagai pelindung alami pantai. Sejak 1900, permukaan laut global telah naik sekitar 18–20 sentimeter, dan proyeksi memperkirakan kenaikan tambahan antara puluhan sentimeter hingga lebih dari satu meter pada tahun 2100, tergantung pada skenario emisi. Bagi banyak pulau dan kota rendah, bahkan kenaikan kecil pun bisa menimbulkan risiko besar, memaksa adaptasi mahal atau bahkan memindahkan jutaan orang. Konsensus ilmiah menekankan urgensi mengurangi emisi dan merencanakan infrastruktur yang tangguh menghadapi perubahan ini.
Penelitian mutakhir menggabungkan pengamatan satelit, model iklim, dan simulasi lapisan es untuk menghitung kehilangan es dan memperbaiki proyeksi kenaikan permukaan laut. Misi satelit NASA seperti GRACE telah melacak perubahan massa es, sementara model komputer canggih mensimulasikan interaksi es dengan pemanasan atmosfer dan laut. Proyek internasional ISMIP6 memberikan estimasi terbaru tentang kontribusi lapisan es Greenland dan Antartika terhadap permukaan laut hingga akhir abad ini di berbagai skenario iklim. Penelitian semacam ini menjadi sangat penting bagi pembuat kebijakan dan perencana wilayah pesisir yang harus menghadapi masa depan yang dinamis dan tidak pasti.
Mengatasi dampak pencairan es kutub terhadap permukaan laut membutuhkan dua pendekatan: mengurangi emisi gas rumah kaca secara global dan meningkatkan kapasitas adaptasi secara lokal. Membatasi kenaikan suhu hingga 1,5°C dapat memperlambat laju pencairan es secara signifikan, meski tidak sepenuhnya menghentikannya. Pertahanan pesisir, penataan kembali wilayah, restorasi ekosistem, dan pengelolaan sumber daya air menjadi strategi adaptasi yang krusial. Dukungan publik dan pendanaan untuk ketahanan iklim, terutama di komunitas yang rentan, penting untuk mengurangi dampak. Ilmu pengetahuan menegaskan perlunya solusi terpadu, dari stasiun penelitian di kutub hingga kawasan pesisir perkotaan.
Pencairan lapisan es di kutub mengingatkan kita bahwa ujung bumi yang jauh memegang kunci keseimbangan kehidupan di seluruh planet. Saat permukaan laut naik, dinamika laut berubah, dan lanskap pesisir bertransformasi, pertanyaan yang muncul adalah: Seberapa siap kita menghadapi perubahan ini? Tanggung jawab apa yang dimiliki masyarakat untuk melindungi wilayah rentan? Kisah pencairan es kutub menantang kita untuk bertindak tegas, menggabungkan ilmu pengetahuan, kebijakan, dan usaha komunitas demi masa depan bersama.