Tidur merupakan fondasi utama untuk kesehatan tubuh dan pikiran. Sayangnya, jutaan orang di seluruh dunia mengalami gangguan pernapasan saat tidur yang mengacaukan proses vital ini.
Tidak hanya mengganggu kualitas tidur, kondisi ini juga bisa memicu berbagai risiko serius terhadap kesehatan jantung, otak, dan metabolisme tubuh. Kemajuan terbaru dalam bidang kedokteran tidur telah mengungkap mekanisme biologis yang rumit di balik gangguan ini, sekaligus membuka peluang pengobatan yang lebih efektif dan personal.
Gangguan pernapasan saat tidur mencakup berbagai kondisi yang menyebabkan pola napas tidak normal saat tidur. Jenis yang paling umum dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea (OSA), di mana saluran napas bagian atas tertutup sebagian atau seluruhnya secara berulang, menyebabkan henti napas sesaat dan penurunan kadar oksigen dalam darah. Tidur pun jadi tidak nyenyak, sering terbangun tanpa disadari.
Selain OSA, ada juga Central Sleep Apnea (CSA) yang disebabkan oleh gangguan pada sistem saraf pusat yang mengatur pernapasan, sehingga napas terhenti meskipun tidak ada penyumbatan saluran napas. Namun, spektrum gangguan ini tidak berhenti sampai di sana.
Beberapa gangguan lainnya meliputi:
- Hipoventilasi Terkait Tidur: Kondisi ini ditandai oleh peningkatan kadar karbon dioksida dalam darah akibat ventilasi yang tidak memadai, biasanya terkait penyakit paru kronis atau gangguan otot.
- Hipoksemia Terkait Tidur: Kadar oksigen dalam darah menurun saat tidur tanpa peningkatan karbon dioksida, biasa terjadi pada pasien dengan gangguan paru-paru kronis.
- Catathrenia: Gangguan ini melibatkan pengeluaran napas panjang yang disertai suara mengerang. Meski tidak berbahaya secara medis, kondisi ini bisa menimbulkan gangguan sosial.
- Bruksisme: Menggertakkan gigi saat tidur, seringkali dipicu stres atau gangguan tidur lainnya. Hal ini bisa menyebabkan nyeri wajah, sakit kepala, dan kerusakan gigi.
Penelitian terbaru membuka dimensi baru dalam pemahaman sleep apnea, yaitu peran mikrobiota usus. Pada penderita OSA, ditemukan perubahan pada komunitas mikroba usus yang dapat merusak integritas lapisan usus, menyebabkan "kebocoran usus" dan peradangan sistemik. Peradangan ini diketahui memperparah keparahan apnea tidur dan memperbesar risiko kerusakan organ.
Lebih lanjut, sel-sel usus melepaskan vesikel ekstraseluler (EV) yang dapat berfungsi sebagai pembawa pesan ke otak, memengaruhi pusat pengatur tidur dan pernapasan. Jalur komunikasi usus-otak ini kini dianggap sebagai penentu penting dalam patofisiologi sleep apnea dan membuka peluang terapi baru melalui intervensi mikrobiota.
Penderita gangguan pernapasan saat tidur sering kali mengeluh mendengkur keras, sering terbangun, dan merasa mengantuk sepanjang hari. Namun, dampaknya tidak berhenti di situ. Jika tidak diobati, sleep apnea dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi, penyakit jantung, gangguan konsentrasi, dan masalah metabolik seperti diabetes.
Gejala lainnya bisa berupa sakit kepala di pagi hari, mudah marah, sulit fokus, sering buang air kecil di malam hari (nocturia), dan penurunan gairah seksual. Semua ini mencerminkan beban sistemik akibat kadar oksigen rendah secara berulang dan gangguan tidur kronis.
Untuk mendiagnosis gangguan ini secara akurat, biasanya dilakukan pemeriksaan tidur semalam penuh atau polysomnography, yang memantau aktivitas otak, pola napas, kadar oksigen, dan gerakan otot. Tes tidur di rumah bisa menjadi pilihan, namun tidak cocok untuk kasus kompleks.
Selama ini, pengobatan utama menggunakan alat CPAP (Continuous Positive Airway Pressure) yang menjaga saluran napas tetap terbuka saat tidur. Namun, tidak semua pasien merasa nyaman menggunakan CPAP. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup seperti menurunkan berat badan, tidur menyamping, dan mengatasi alergi hidung juga sangat penting.
Kabar baiknya, terapi farmakologis baru kini mulai muncul. Salah satu obat inovatif, AD109, berhasil menunjukkan peningkatan kadar oksigen dan penurunan keparahan OSA dalam uji klinis tahap 3. Pakar ternama, Dr. Patrick Strollo Jr., menyebut temuan ini sebagai terobosan besar bagi pasien yang kesulitan menjalani terapi konvensional.
Para ahli dunia seperti Dr. Atul Malhotra menekankan pentingnya pendekatan multidisipliner yang melibatkan dokter paru, neurolog, hingga spesialis tidur. Menurutnya, setiap pasien apnea memiliki gejala dan penyebab yang unik, sehingga solusi harus disesuaikan.
Dr. Reena Mehra telah lama meneliti kaitan antara apnea tidur dan gangguan irama jantung seperti atrial fibrilasi, mendorong deteksi dini sebagai langkah pencegahan kerusakan jantung. Di sisi lain, tokoh seperti Dr. Carol Rosen dan Dr. Ilene Rosen terus berperan besar dalam edukasi serta riset gangguan tidur pada anak-anak.
Gangguan pernapasan saat tidur adalah masalah kesehatan yang serius namun sering tidak disadari. Temuan ilmiah terkini, khususnya terkait poros usus-otak dan pengembangan obat baru, memberikan harapan baru bagi terapi yang lebih efektif dan sesuai kebutuhan individu. Kolaborasi antar ahli serta riset berkelanjutan akan menjadi kunci dalam merombak cara penanganan gangguan ini. Tujuannya jelas: meningkatkan kualitas hidup jutaan orang yang selama ini mungkin tidak menyadari bahwa tidur mereka menyimpan ancaman tersembunyi.