Pada ajang bergengsi FIBA Basketball World Cup 2023, tim nasional Kanada mencetak sejarah yang sulit dilupakan. Dalam perebutan medali perunggu, Kanada tampil luar biasa dan menaklukkan Amerika Serikat dalam laga dramatis yang berlanjut hingga babak tambahan waktu.
Skor akhir 127-118 mengantar Kanada meraih medali perunggu, sebuah pencapaian monumental yang mencerminkan kemajuan dalam dunia bola basket. Salah satu tokoh sentral di balik keberhasilan ini adalah Shai Gilgeous-Alexander, pemain muda berbakat yang mencuri perhatian dunia dengan permainan luar biasa dan kepemimpinannya di lapangan.
Perjalanan Panjang dari Anak Muda Pemalu ke Atlet Kelas Dunia
Lahir pada tahun 1998, Shai sejak kecil telah menunjukkan ciri khas fisik yang mendukung kariernya di bola basket, tinggi, kurus, namun sangat lincah. Meski tubuhnya belum terbentuk sempurna saat remaja, antusiasmenya terhadap olahraga membuatnya cepat berkembang.
Masa remajanya dihabiskan di Tennessee, Amerika Serikat, di mana ia mengasah kemampuan bola basket di sekolah menengah. Meski tidak langsung dikenal sebagai pemain jempolan, Shai menonjol karena ketekunan dan semangatnya yang luar biasa. Ia bukanlah pemain yang digadang-gadang sebagai bintang sejak awal, tetapi justru itulah yang menjadikannya unik, ia tumbuh dari bawah, dan membangun segalanya dengan kerja keras.
Keuletannya membuat berbagai universitas meliriknya. Akhirnya, ia memilih University of Kentucky, salah satu sekolah dengan tradisi bola basket terkuat di AS.
Satu-Satunya Pemain Non-Bintang di Kentucky, Tapi Tak Tergoyahkan
Tahun 2017 menjadi titik balik karier Shai. Di tim Kentucky yang penuh dengan pemain bintang lima, Shai adalah satu-satunya yang tidak mendapatkan peringkat tinggi dari situs olahraga ternama. Namun ia tidak mengeluh. Justru itu menjadi pemicu semangatnya untuk membuktikan diri.
Rekannya menceritakan bagaimana Shai hampir tak pernah keluar dari gym. Ia dikenal sebagai pecinta latihan yang tak kenal lelah. Bahkan di luar jam latihan, Shai menghabiskan waktu menonton ulang pertandingan, mempelajari pergerakan lawan, dan meneliti taktik secara detail di ruang video. Tidak ada waktu santai, semua waktunya dicurahkan untuk menjadi lebih baik.
Hasilnya pun terlihat nyata. Dalam 15 pertandingan pertamanya bersama Kentucky, Shai langsung menembus starting lineup. Ia mencatatkan rata-rata 16.4 poin, 4.6 rebound, dan 5.6 assist per pertandingan dalam waktu bermain hampir 37 menit per laga. Pelatihnya terkesan dan memberikan kepercayaan penuh padanya.
Langkah ke NBA dan Perjalanan Menuju Puncak
Setelah satu musim mengesankan di level universitas, Shai memutuskan mengikuti NBA Draft 2018. Ia awalnya dipilih oleh Charlotte Hornets, namun langsung ditukar ke Los Angeles Clippers di hari yang sama. Meskipun dipilih oleh Charlotte Hornets di draft, ia langsung ditukar ke Clippers pada hari yang sama.
Musim pertamanya di NBA menunjukkan konsistensi dan potensi besar. Ia bermain di semua 82 pertandingan dan mencatatkan rata-rata 10.8 poin, 2.8 rebound, dan 3.3 assist per pertandingan. Sebuah debut yang solid untuk seorang rookie.
Namun, musim panas 2019 membawa perubahan besar. Saat seluruh tim di NBA tengah bersaing mendapatkan tanda tangan Kawhi Leonard, Clippers mengincar Paul George sebagai rekan duet Leonard. Dalam proses negosiasi dengan Oklahoma City Thunder, manajer umum Sam Presti menyatakan ketertarikannya hanya pada satu pemain, Shai Gilgeous-Alexander. Itu menunjukkan betapa besarnya potensi yang ia miliki di mata para manajer NBA.
Jadi Pemimpin Baru Thunder
Pada musim 2020–2021, seiring kepergian Chris Paul, Shai langsung dipercaya menjadi pemimpin tim. Meskipun hanya tampil dalam 35 pertandingan karena cedera, ia tampil memukau dengan rata-rata 23.7 poin, 4.7 rebound, dan 5.9 assist. Ia membuktikan bahwa dirinya bukan sekadar prospek masa depan, melainkan sudah menjadi pemain elit di NBA.
Mengangkat Nama Kanada di Panggung Dunia
Tahun 2023 menjadi tahun emas bagi Shai Gilgeous-Alexander. Dipimpin olehnya, tim nasional Kanada tampil penuh semangat dan percaya diri hingga menembus babak semifinal FIBA World Cup 2023. Permainannya penuh visi, energik, dan taktis, menginspirasi rekan setimnya untuk bermain maksimal.
Dalam perebutan tempat ketiga melawan Amerika Serikat, Shai bermain luar biasa dan membawa Kanada menang dramatis di babak overtime. Hasil akhir 127-118 menjadikan Kanada sebagai peraih medali perunggu untuk pertama kalinya dalam sejarah Piala Dunia FIBA.
Apa yang telah diraih Shai sejauh ini baru permulaan. Dengan usia yang masih sangat muda, performa yang terus meningkat, dan etos kerja yang jarang dimiliki pemain sekelasnya, masa depan Shai terlihat sangat cerah. Ia telah membuktikan bahwa peringkat atau status bukan segalanya, kerja keras, konsistensi, dan mental juara adalah kunci.