Di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini, tekanan inflasi yang terus meningkat, pasar kerja yang tidak stabil, dan perubahan norma pengeluaran sosial, menabung bukan lagi sekadar kebiasaan pasif. Ini telah menjadi keterampilan bertahan hidup yang sangat penting.
Memahami cara kerja perilaku manusia dalam menabung dapat mengubah upaya yang tidak konsisten menjadi sistem finansial yang disiplin dan berkelanjutan.
Mengapa Banyak Orang Gagal Menabung? Ini Hambatan Utamanya
Secara teori, menabung terlihat sederhana. Namun kenyataannya, banyak orang kesulitan melakukannya secara rutin. Ini dijelaskan oleh konsep temporal discounting dari ilmu ekonomi perilaku, yaitu kecenderungan manusia untuk lebih menghargai imbalan saat ini dibandingkan manfaat di masa depan.
Sebuah studi terbaru pada 2024 yang diterbitkan di Journal of Economic Psychology menunjukkan bahwa individu yang mengalami tekanan finansial cenderung memiliki penurunan aktivitas pada bagian otak yang bertanggung jawab atas perencanaan dan pengendalian diri. Ketika berada dalam kondisi “mode bertahan hidup”, otak kesulitan membuat keputusan jangka panjang seperti menabung.
Menurut Profesor Eldar Shafir, pakar psikologi perilaku, saat seseorang mengalami kekurangan, fokus pikirannya menyempit hanya pada kekurangan tersebut. Hal ini bisa membantu dalam jangka pendek, tetapi membuat seseorang mengabaikan hal penting lainnya seperti tabungan.
Ubah Target Abstrak Menjadi Tujuan Nyata: Kekuatan Segmentasi Tujuan
Tujuan yang terlalu umum sering kali menghasilkan hasil yang kabur. Menetapkan target finansial yang spesifik dan terukur membuat proses menabung menjadi lebih mudah dicapai. Ini dikenal sebagai segmentasi tujuan, yaitu memecah tujuan besar menjadi sub-tujuan kecil yang lebih mudah dikelola secara psikologis.
Misalnya, daripada menargetkan menabung Rp144 juta dalam setahun, ubah menjadi Rp12 juta per bulan, atau Rp400 ribu per hari. Riset dalam bidang neuroekonomi menunjukkan bahwa setiap pencapaian kecil dapat memicu sistem penghargaan otak dan melepaskan dopamin, zat kimia yang memperkuat kebiasaan positif.
Penghasilan Tidak Tetap? Terapkan Model Menabung Adaptif
Di tahun 2025, semakin banyak orang yang bekerja dalam ekonomi digital, pekerjaan lepas, atau memiliki penghasilan dari beberapa sumber sekaligus. Dalam kondisi ini, target tabungan bulanan yang tetap sering kali tidak realistis.
Solusinya? Gunakan metode menabung berdasarkan persentase pendapatan. Misalnya, sisihkan 15% dari setiap penghasilan yang masuk. Dengan metode ini, jumlah tabungan otomatis menyesuaikan dengan besarnya penghasilan, sehingga lebih fleksibel dan dapat dipertahankan oleh pekerja lepas maupun karyawan kontrak.
Desain Lingkungan Keuangan yang Mendukung: Kunci Perilaku Finansial Positif
Lingkungan sekitar memiliki pengaruh besar terhadap kebiasaan menabung. Dr. Katy Milkman, ahli perilaku terkenal, memperkenalkan konsep temptation bundling, menggabungkan aktivitas menyenangkan dengan aktivitas bertanggung jawab.
Dalam konteks finansial, ini bisa berarti memberikan "hadiah kecil" setelah berhasil menabung, seperti melihat perkembangan aset pribadi atau memberi akses ke hiburan favorit. Selain itu, memisahkan rekening tabungan dari rekening utama, terutama yang tidak memiliki kartu ATM, terbukti secara psikologis menekan godaan untuk menarik dana dan memperkuat sistem mental accounting.
Dana Darurat: Pondasi Emosional Menabung yang Stabil
Rencana keuangan sering kali runtuh saat krisis terjadi. Tanpa dana darurat, seseorang cenderung mengambil dari tabungan jangka panjang atau bahkan berutang dengan bunga tinggi.
Memiliki dana darurat setara 3–6 bulan pengeluaran penting bukan hanya memberikan perlindungan finansial, tetapi juga stabilitas emosional. Ketika merasa aman dari gangguan mendadak, seseorang lebih tenang dan lebih konsisten dalam menjaga kebiasaan menabung.
Otomatisasi & Efek Kehilangan: Strategi Cerdas Anti Lupa Menabung
Salah satu cara paling efektif untuk menjaga konsistensi adalah dengan mengotomatiskan tabungan. Artinya, setiap kali menerima penghasilan, sebagian langsung dialihkan ke rekening tabungan. Metode ini menghilangkan keputusan impulsif dan memanfaatkan efek “awal yang baru” yang secara psikologis meningkatkan motivasi.
Menariknya, strategi yang menekankan potensi kehilangan jika tidak menabung, dibandingkan potensi keuntungan, terbukti dua kali lebih efektif. Ketika saldo tabungan dianggap sebagai pencapaian yang harus dipertahankan, individu akan merasa lebih enggan untuk mengurasnya.
Literasi Finansial Saja Tidak Cukup: Pentingnya Pelatihan Praktis
Survei Global Literasi Finansial 2024 menemukan bahwa orang yang memahami bunga majemuk dan inflasi 39% lebih cenderung memiliki kebiasaan menabung secara teratur. Namun, pengetahuan saja tidak menjamin tindakan.
Yang lebih penting adalah regulasi diri secara finansial, kemampuan menerapkan pengetahuan dalam pengambilan keputusan sehari-hari. Oleh karena itu, banyak lembaga pendidikan kini beralih ke pembelajaran berbasis simulasi keuangan nyata, yang terbukti memiliki dampak perilaku jangka panjang.
Menabung secara konsisten bukan soal keberuntungan atau seberapa besar penghasilan. Ini adalah keterampilan hidup yang kompleks, melibatkan pemahaman psikologis, desain sistem yang mendukung, dan strategi yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu.