Penyakit kardiovaskular (CVD) penyebab kematian utama di seluruh dunia. Namun, banyak model risiko tradisional belum mampu secara efektif mengidentifikasi siapa yang paling berisiko sebelum munculnya gejala klinis. Kini, kemajuan dalam bidang genomik telah merevolusi dunia kedokteran jantung, menempatkan penanda genetik sebagai fondasi dalam strategi prediksi dan pencegahan.
Berbeda dengan faktor gaya hidup yang bisa berubah-ubah, varian genetik bersifat stabil seumur hidup. Stabilitas ini menjadikannya dasar yang kuat untuk mendeteksi kerentanan terhadap penyakit jantung sejak dini, jauh sebelum tekanan darah naik atau kadar kolesterol terganggu.
SNP: Perubahan Kecil DNA yang Bisa Berakibat Fatal
Salah satu fokus utama penelitian terkini adalah Single Nucleotide Polymorphisms (SNP) perubahan kecil dalam urutan DNA yang dapat memengaruhi fungsi kardiovaskular. Lokus 9p21, misalnya, dikenal luas sebagai salah satu area genetik paling penting terkait serangan jantung.
Varian seperti rs10757278 dan rs1333049 yang ditemukan di wilayah ini telah dikaitkan dengan percepatan pembentukan plak aterosklerotik dalam pembuluh darah. Sebuah meta-analisis yang dirilis tahun 2023 memperkuat bukti ini. Orang yang memiliki varian risiko tinggi di 9p21 tercatat memiliki kemungkinan terkena penyakit jantung koroner sekitar 30% lebih besar, bahkan jika tekanan darah dan kolesterol mereka masih dalam batas normal.
Skor Risiko Poligenik (PRS): Gambaran Lengkap Risiko Turunan
Satu varian gen mungkin tidak cukup kuat untuk meramalkan penyakit secara akurat. Namun, jika ribuan SNP digabungkan dalam satu ukuran yang disebut Polygenic Risk Score (PRS), prediksinya menjadi jauh lebih kuat.
Sebuah studi penting oleh Dr. Amit Khera dan timnya dari Massachusetts General Hospital, yang diterbitkan dalam Nature Genetics, menemukan bahwa individu dalam 5% teratas skor PRS untuk penyakit jantung memiliki risiko tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Keunggulannya? Risiko tinggi ini bisa diketahui sejak usia muda—bahkan sebelum muncul keluhan—sehingga memungkinkan pemantauan intensif, pemberian obat pencegah, atau edukasi gaya hidup jauh lebih awal.
Gen LPA dan Lipoprotein(a): Jalur Risiko yang Berbeda
Salah satu faktor risiko yang sedang banyak disorot adalah lipoprotein(a) atau Lp(a), yang dikodekan oleh gen LPA. Tidak seperti kolesterol biasa, kadar Lp(a) cenderung ditentukan secara genetik dan sulit diubah melalui pola makan.
Berbeda dengan kolesterol LDL, kadar Lp(a) sulit dikendalikan lewat pola makan. Karena itu, European Atherosclerosis Society (EAS) pada tahun 2024 menyarankan agar kadar Lp(a) diperiksa minimal sekali seumur hidup, terutama jika ada riwayat keluarga dengan penyakit jantung dini.
Salah satu pengobatan yang sedang dikembangkan adalah pelacarsen, terapi genetik yang bisa menurunkan kadar Lp(a) hingga lebih dari 80%. Dengan terapi ini, harapannya risiko serangan jantung bisa ditekan secara signifikan pada kelompok genetik berisiko tinggi.
Tes Genetik dalam Praktik Klinik: Era Baru Pengobatan Jantung
Integrasi data genetik ke dalam praktik medis sehari-hari masih memiliki tantangan, termasuk soal biaya, akses, dan interpretasi. Namun, arahnya semakin jelas. Pedoman terbaru dari American College of Cardiology (ACC) telah mulai memasukkan faktor genetik ke dalam strategi skrining dini, terutama pada kasus hiperkolesterolemia keluarga (FH).
Pembaruan tahun 2024 dari pedoman ACC/AHA sekarang menyebutkan bahwa stratifikasi risiko berbasis genotipe adalah pendekatan yang masuk akal, terutama jika riwayat keluarga dan kadar kolesterol tidak mampu menjelaskan timbulnya penyakit jantung di usia muda.
Kemajuan teknologi sekuensing genetik dan kecerdasan buatan telah membuka jalan menuju era kedokteran kardiovaskular yang lebih presisi dan proaktif. Dengan memahami risiko sejak dini melalui peta genetik, intervensi bisa lebih tepat sasaran, baik dalam bentuk obat, edukasi, maupun pemantauan berkala.