Memulai perjalanan dalam dunia investasi bisa menjadi langkah yang sangat menggembirakan, namun sekaligus penuh tantangan. Di satu sisi, ada potensi besar untuk menumbuhkan kekayaan dalam jangka panjang.
Namun di sisi lain, banyak pemula yang terjebak dalam kesalahan umum yang justru bisa mengganggu kesehatan finansial di masa depan. Berikut adalah delapan kesalahan yang sering dilakukan investor pemula dan bagaimana Anda bisa menghindarinya.
1. Mengejar Tren Tanpa Memahami Dasar-Dasarnya
Salah satu kesalahan paling umum adalah mengikuti tren investasi hanya karena sedang populer, tanpa memahami nilai dasar dari aset tersebut. Misalnya, ikut-ikutan membeli aset digital atau saham teknologi hanya karena sedang ramai dibicarakan. Menurut Dr. Terrance Odean, profesor keuangan di UC Berkeley, "Investor sering membeli aset yang baru saja naik nilainya dan menjual yang turun, padahal belum tentu mereka paham nilai sebenarnya."
Alih-alih ikut-ikutan, penting bagi investor untuk memahami apa yang sebenarnya membuat suatu aset bernilai, seperti pendapatan perusahaan, tingkat utang, pangsa pasar, dan tren industri. Luangkan waktu untuk mempelajari laporan keuangan dan membaca analisis dari sumber terpercaya sebelum menaruh dana Anda.
2. Salah Menilai Toleransi Risiko
Toleransi risiko bukan sekadar istilah kosong, ini adalah dasar dalam membangun portofolio yang sesuai dengan karakter Anda. Banyak pemula mengira mereka siap menghadapi risiko, hingga akhirnya panik saat pasar turun 10%. Ini menunjukkan adanya perbedaan antara persepsi dan kenyataan soal toleransi terhadap risiko.
Perencana Keuangan Bersertifikat, Michael Kitces, mengatakan bahwa "reaksi nyata terhadap penurunan pasar sering kali jauh berbeda dari jawaban yang diberikan dalam kuisioner risiko." Solusinya, mulai dengan alokasi aset yang konservatif, lalu tingkatkan secara bertahap. Anda juga bisa mencoba mensimulasikan skenario pasar masa lalu untuk menguji kesiapan emosional.
3. Mengabaikan Kekuatan Waktu dan Bunga Majemuk
Banyak investor pemula terlalu fokus pada hasil jangka pendek dan melupakan kekuatan bunga majemuk. Padahal, dengan waktu yang cukup, bunga majemuk bisa menghasilkan pertumbuhan yang signifikan. Aswath Damodaran, seorang analis keuangan terkenal, menekankan pentingnya kesabaran: "Jika ingin membangun kekayaan, Anda harus mencintai proses lambat dari bunga majemuk."
Sebagai contoh, investasi sebesar Rp3 juta per bulan dengan imbal hasil 7% per tahun bisa tumbuh menjadi lebih dari Rp1,6 miliar dalam waktu 30 tahun.
4. Tidak Melakukan Diversifikasi dengan Benar
Memiliki beberapa saham bukan berarti Anda sudah mendiversifikasi portofolio secara optimal. Diversifikasi sejati melibatkan penyebaran dana ke berbagai jenis aset, bukan hanya saham dari sektor berbeda, tapi juga obligasi, properti, hingga instrumen pasar uang.
Jika seluruh dana Anda hanya tertumpu pada satu sektor atau jenis aset, risikonya akan jauh lebih tinggi saat sektor tersebut terpuruk. Dengan menyebar investasi ke berbagai jenis aset, Anda menciptakan perlindungan alami dari gejolak yang tidak terduga.
5. Mengabaikan Biaya dan Potensi Kerugian Tersembunyi
Imbal hasil memang penting, tapi sering kali investor lupa memperhitungkan biaya-biaya yang menggerus keuntungan, seperti biaya transaksi, biaya pengelolaan reksa dana, dan potensi pajak.
John Y. Campbell, ekonom dari Harvard, menyebutkan bahwa "biaya 1% saja bisa mengurangi ratusan juta rupiah dari nilai investasi Anda selama puluhan tahun." Karena itu, pilihlah produk yang efisien secara biaya dan perhatikan struktur pajaknya.
6. Berusaha Menebak Waktu Terbaik di Pasar
Kesalahan besar lainnya adalah mencoba menebak kapan pasar akan naik atau turun. Padahal, bahkan manajer investasi profesional pun sulit melakukannya secara konsisten. Data dari Morningstar menunjukkan bahwa hanya dengan melewatkan 10 hari terbaik dalam pasar selama 20 tahun, hasil investasi bisa berkurang drastis.
Daripada mencoba menebak waktu terbaik, lebih bijak untuk tetap konsisten berinvestasi dalam jangka panjang. Strategi seperti dollar-cost averaging (investasi rutin dalam jumlah tetap) dapat membantu Anda mengurangi dampak fluktuasi harga dan menjaga disiplin.
7. Biarkan Emosi Mengendalikan Keputusan
Dalam dunia investasi, ketakutan dan keserakahan adalah dua musuh terbesar. Banyak orang panik dan menjual saat harga turun, lalu buru-buru membeli saat harga melonjak—dua keputusan yang sering berujung kerugian.
Agar terhindar dari jebakan emosional, Anda bisa membuat rencana investasi tertulis, menetapkan target rasional, serta menggunakan fitur otomatis seperti auto-debit dan rebalancing berkala. Tujuannya? Agar Anda tetap tenang dan konsisten menjalankan strategi, tanpa terbawa arus perasaan.
8. Mengabaikan Kebutuhan Akan Likuiditas
Dalam semangat mengejar imbal hasil tinggi, sebagian investor pemula justru mengunci dana mereka di aset yang sulit dicairkan, seperti properti atau obligasi jangka panjang. Padahal, kebutuhan mendesak bisa muncul kapan saja.
Itulah sebabnya sangat penting memiliki dana darurat dalam bentuk aset yang mudah dicairkan, seperti tabungan atau reksa dana pasar uang. Idealnya, simpan dana cadangan sebesar 3–6 bulan pengeluaran untuk berjaga-jaga jika kondisi tak terduga terjadi.
Kesalahan dalam investasi adalah hal yang wajar, tetapi bisa diminimalkan dengan edukasi yang tepat. Membaca buku keuangan yang terpercaya, mengikuti seminar, dan belajar dari para ahli bisa menjadi fondasi kokoh bagi perjalanan investasi Anda. Dengan strategi yang terencana dan sikap yang disiplin, investor pemula dapat mengubah kesalahan awal menjadi pelajaran berharga dan membangun portofolio yang tangguh untuk masa depan.
simak video "kesalahan investor pemula"
video by "Ngomongin Uang"