Di tahun 2025, perdebatan klasik antara strategi investasi growth dan value bukan lagi sekadar diskusi akademis. Kini, pertarungan ini menjadi topik utama yang menentukan arah portofolio dalam lingkungan ekonomi yang sulit diprediksi.


Dengan inflasi yang mulai stabil di beberapa negara, suku bunga yang terus berfluktuasi, dan risiko geopolitik yang masih membayangi, para investor dipaksa untuk meninjau kembali prinsip-prinsip lama yang dahulu dianggap mutlak.


Secara tradisional, saham growth dikenal sebagai saham dengan potensi pertumbuhan tinggi yang sering diperdagangkan pada valuasi tinggi. Sementara itu, saham value dianggap undervalued berdasarkan fundamentalnya. Namun, batas antara dua gaya ini semakin kabur. Beberapa saham pertumbuhan yang dulu jadi primadona kini tampak lebih mirip saham value, akibat gejolak pasar yang terus terjadi dalam beberapa tahun terakhir.


Tren Makroekonomi 2025: Mengubah Permainan Investasi


Lonjakan suku bunga pada tahun 2022 dan 2023 sempat memberi tekanan besar pada saham growth yang sensitif terhadap biaya pinjaman tinggi. Namun sejak tahun 2024 hingga 2025, arah kebijakan moneter mulai berubah. Bank sentral di berbagai negara menunjukkan sikap lebih hati-hati, dengan kecenderungan memperlambat pengetatan kebijakan atau bahkan mulai melakukan pelonggaran moderat.


Dr. Adrian Lin, seorang pakar strategi keuangan dari European Institute of Investment Theory, menekankan bahwa sensitivitas terhadap suku bunga tetap menjadi faktor penting dalam menentukan performa strategi investasi. Menurutnya, "Strategi growth diuntungkan ketika biaya pinjaman turun, sementara value cenderung menguat saat ekonomi pulih dan sektor-sektor siklikal kembali bangkit." Dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata antar wilayah dan sektor di tahun 2025, tidak ada satu strategi pun yang unggul secara mutlak. Keberhasilan portofolio sangat tergantung pada komposisi sektoral, eksposur geografis, serta ketahanan laba perusahaan.


Investasi Value: Masih Tangguh, Tapi Tidak Bebas Tantangan


Investasi value, yang sering dianggap sebagai fondasi bagi portofolio konservatif, tetap mendapat manfaat dari pemulihan ekonomi dan kebangkitan sektor-sektor siklikal seperti energi, keuangan, dan manufaktur. Banyak perusahaan dalam sektor ini menawarkan dividen menarik serta potensi apresiasi modal yang solid.


Namun, pendekatan ini juga menuntut kewaspadaan tinggi. Tidak semua saham yang terlihat murah layak dibeli. Beberapa di antaranya mungkin sedang menghadapi tantangan struktural seperti model bisnis yang usang, tekanan lingkungan, atau tergilas oleh inovasi teknologi. Maka dari itu, rasio valuasi tradisional tidak lagi cukup.


Investor value modern kini mengandalkan pendekatan yang lebih komprehensif. Mereka mempertimbangkan kualitas manajemen, faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), serta kemampuan perusahaan untuk berinovasi. Fokus sempit hanya pada angka bisa membuat investor melewatkan peluang dari perusahaan yang siap beradaptasi dan berkembang di tengah perubahan pasar.


Strategi Hybrid: GARP Makin Dilirik Investor Cerdas


Dalam kondisi yang terus berubah ini, pendekatan Growth at a Reasonable Price (GARP) mulai mendapatkan perhatian lebih luas. Strategi ini menggabungkan potensi pertumbuhan dengan kedisiplinan valuasi. GARP membantu investor menghindari risiko mengejar saham pertumbuhan yang sudah terlalu mahal atau membeli saham murah yang sebenarnya punya fundamental buruk.


GARP sangat cocok dengan karakter investor tahun 2025 yang menghargai ketahanan dan fleksibilitas. Strategi ini memungkinkan portofolio untuk tetap memperoleh manfaat dari pertumbuhan berbasis inovasi, sekaligus melindungi diri dari risiko di sektor-sektor yang overvalued. GARP juga adaptif terhadap perubahan pasar yang cepat, di mana rotasi sektor dan disrupsi teknologi menuntut alokasi modal yang gesit dan cermat.


Dr. Lin menyimpulkan bahwa “portofolio terbaik saat ini adalah yang tidak kaku mengikuti kotak gaya tertentu, tapi mampu bertransformasi seiring dengan data dan sinyal pasar yang terus berkembang.”


Siapa Pemenang 2025? Data Mengungkap Jawabannya


Data pasar sepanjang tahun terakhir menunjukkan hasil yang beragam. Indeks saham growth mengalami lonjakan tajam di sektor-sektor seperti energi hijau dan kecerdasan buatan (AI), didorong oleh laporan laba yang kuat dan regulasi yang mendukung. Di sisi lain, indeks saham value tampil unggul di sektor komoditas dan jasa keuangan, berkat pendapatan yang terkait dengan inflasi dan margin bunga yang lebih tinggi.


Laporan dari Global Asset Allocation Council menunjukkan bahwa portofolio yang menggunakan diversifikasi faktor, mencampur elemen growth, value, quality, dan momentum, berhasil mengungguli portofolio yang hanya fokus pada satu gaya saja. Ini menandakan bahwa strategi multi-dimensi lebih efektif dalam menghadapi pasar yang kompleks dan terus berubah.


Mereka yang hanya ingin memilih satu "pemenang" antara growth dan value mungkin telah melewatkan esensi dari dinamika pasar modern. Realitas tahun 2025 menunjukkan bahwa strategi investasi perlu disesuaikan dengan tujuan individu, toleransi risiko, dan jangka waktu investasi masing-masing. Alih-alih bertaruh pada satu gaya, pendekatan yang seimbang dan selektif, yang mempertimbangkan diversifikasi sektor, kualitas fundamental, dan disiplin valuasi, menjadi kunci sukses.


Konvergensi antara gaya growth dan value, yang didorong oleh riset mendalam dan manajemen adaptif, mencerminkan masa depan investasi cerdas. Pada akhirnya, keberhasilan akan memihak kepada investor yang mampu melihat growth dan value sebagai dua kekuatan yang saling melengkapi, masing-masing menawarkan peluang dan risiko yang berubah seiring dengan siklus pasar.


simak video "penjelasan singkat investasi growth atau value"

video by "Prudential Indonesia"