Bronchiektasis adalah kondisi kronis pada paru-paru yang ditandai dengan pelebaran permanen bronkus akibat kerusakan pada komponen elastis dan otot dinding saluran pernapasan. Pada anak-anak, penyakit ini sering kali tidak terdiagnosis dengan tepat, padahal dampaknya sangat serius terhadap kesehatan dan fungsi paru jangka panjang.


Dr. Sarah Thompson, seorang pulmonolog pediatrik di Royal Children's Hospital, menegaskan, “Bronchiektasis pada anak memerlukan kewaspadaan klinis tinggi karena gejalanya yang cenderung berkembang perlahan dan jika tidak ditangani, bisa menyebabkan kerusakan paru yang progresif.”


Secara fisiologis, penyakit ini melibatkan siklus buruk berupa gangguan pembersihan lendir, kolonisasi bakteri yang terus-menerus, dan peradangan kronis yang didominasi oleh neutrofil, yang akhirnya menyebabkan perubahan struktural pada saluran napas. Beragam penyebab yang mendasari bronchiektasis membuat proses diagnosis menjadi lebih rumit dan membutuhkan pendekatan yang teliti.


Gejala Klinis: Ciri Khas dan Petunjuk Diagnosis


Pada anak, bronchiektasis umumnya berkembang secara perlahan dan sulit dikenali sejak awal. Gejala utama yang sering muncul adalah batuk berdahak yang berlangsung lebih dari delapan minggu, sering kali disertai infeksi saluran pernapasan bagian bawah berulang. Meskipun perdarahan saluran napas (hemoptisis) jarang terjadi pada anak dibandingkan orang dewasa, hal ini dapat menandakan kondisi yang sudah cukup parah.


Saat pemeriksaan fisik, dokter mungkin menemukan bunyi mengi dan suara kasar saat menyimak paru, meski tanda-tanda ini kurang spesifik. Pada tahap lanjut, pertumbuhan anak bisa terhambat dan jari tangan tampak membengkak seperti tongkat (clubbing), yang menandakan keparahan penyakit. Dr. Michael Lee dari Johns Hopkins menekankan, “Batuk yang berlangsung terus menerus setelah infeksi pernapasan biasa harus membuat tenaga medis mempertimbangkan kemungkinan bronchiektasis, terutama pada anak dengan risiko tinggi seperti mereka yang memiliki gangguan sistem imun atau pernah mengalami pneumonia berat.”


Cara Diagnosis: Perkembangan dan Tantangan


Standar utama diagnosis bronchiektasis adalah pemeriksaan dengan CT scan resolusi tinggi (HRCT) yang mampu menunjukkan pelebaran bronkus, penebalan dinding saluran napas, serta adanya lendir yang menyumbat. Protokol terbaru telah berhasil mengurangi paparan radiasi, sehingga pemeriksaan ulang bisa dilakukan dengan lebih aman untuk anak.


Tes fungsi paru sering menunjukkan pola obstruktif dengan rasio FEV1/FVC yang menurun, meski hasil spirometri normal tidak bisa mengesampingkan keberadaan penyakit, terutama pada kasus awal atau ringan. Diagnostik tambahan yang semakin berkembang meliputi analisis dahak untuk mengukur enzim elastase neutrofil dan sitokin inflamasi, serta bronkoskopi untuk mengambil sampel mikrobiologi demi mengidentifikasi kuman yang berperan dalam peradangan kronis.


Tes genetik juga menjadi bagian penting dalam pemeriksaan penyebab bronchiektasis, khususnya untuk mendeteksi kondisi seperti fibrosis kistik (CF) dan diskinesia silia primer (PCD), yang memungkinkan penanganan yang lebih tepat dan personal.


Penyebab Beragam yang Memerlukan Evaluasi Mendalam


Bronchiektasis pada anak memiliki banyak penyebab. Penyebab pasca-infeksi masih menjadi yang paling umum, biasanya muncul setelah pneumonia bakteri berat yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae atau Staphylococcus aureus. Gangguan bawaan seperti CF dan PCD juga berperan besar, sehingga deteksi dini sangat penting untuk menentukan prognosis dan pengobatan.


Kelainan sistem imun, seperti defisiensi imun variabel umum atau defisiensi IgA selektif, membuat anak lebih rentan mengalami infeksi berulang dan kerusakan saluran napas. Oleh karena itu, pendekatan diagnosis yang melibatkan evaluasi imunologi, genetika, dan radiologi secara menyeluruh sangat diperlukan untuk menemukan penyebab dasar dan mencegah perkembangan penyakit.


Prognosis dan Strategi Penanganan Jangka Panjang


Bronchiektasis membawa risiko menurunnya fungsi pernapasan secara progresif, seringnya kekambuhan infeksi, dan menurunnya kualitas hidup anak. Prognosis sangat bergantung pada deteksi dini dan penanganan yang agresif. Terapi bertujuan memutus siklus infeksi dan peradangan melalui teknik pengeluaran lendir dari saluran napas, penggunaan antibiotik yang tepat untuk mengatasi kolonisasi bakteri kronis (terutama Pseudomonas aeruginosa), serta memastikan status gizi yang optimal.


Obat-obatan seperti kortikosteroid inhalasi dan makrolida dengan efek antiinflamasi menunjukkan hasil menjanjikan dalam mengurangi frekuensi kekambuhan, meski penelitian berskala besar pada anak masih terbatas. Terapi baru yang sedang dikembangkan meliputi inhibitor elastase neutrofil dan biologik yang menargetkan jalur inflamasi spesifik, menggambarkan pendekatan pengobatan yang semakin personal dan canggih.


Dr. Anika Patel, peneliti utama di Pediatric Lung Research Center, menyatakan, “Penggabungan biomarker baru dengan fenotipe klinis berpotensi mengubah cara kita menangani bronchiektasis pada anak, menuju intervensi yang lebih tepat dan individual.”


Bronchiektasis pada anak adalah penyakit kompleks yang melibatkan kerusakan struktural dan peradangan kronis dengan konsekuensi klinis yang serius. Peningkatan akurasi diagnosis melalui teknologi pencitraan canggih dan penelitian biomarker, dipadukan dengan regimen terapi yang disesuaikan secara individual, memberikan harapan terbaik untuk memperlambat progresi penyakit. Penelitian lebih lanjut mengenai patogenesis dan pengobatan baru sangat penting, sementara tenaga medis harus terus waspada agar anak-anak berisiko mendapat intervensi tepat waktu demi hasil pernapasan jangka panjang yang lebih baik.


simak video "Bronchiektasis pada Anak"

video by "Nakita Channel"