Dalam langkah yang mengejutkan dunia medis dan industri bioteknologi global, Revivion Therapeutics resmi meluncurkan Zynethera, sebuah terapi gen revolusioner yang diberikan sekali seumur hidup dengan harga fantastis mencapai 4,25 juta dolar AS atau sekitar Rp68 miliar per pasien.
Zynethera kini menyandang predikat sebagai obat termahal di dunia dan telah mendapat Persetujuan Akselerasi dari FDA pada April 2025 untuk mengobati Infantile Myoneuroglycanopathy (IMGN), penyakit neurodegeneratif langka yang menyerang bayi dan sangat mematikan jika tidak ditangani.
Penyelamat Nyawa Bayi: Menarget Gen Penyebab IMGN Secara Langsung
IMGN merupakan penyakit langka yang mulai menyerang dalam enam bulan pertama kehidupan. Gejalanya mencakup penurunan fungsi motorik, kelemahan otot parah (hipotonia), serta penyusutan volume otak kecil (atrofi serebelar). Penyakit ini menyebabkan kemunduran cepat pada kemampuan motorik dan hampir selalu berujung pada kematian dini jika tidak ditangani.
Zynethera bekerja dengan teknologi canggih menggunakan vektor virus AAV9 rekombinan yang membawa salinan gen NCL5A yang normal. Gen ini diketahui bermutasi pada pasien IMGN. Terapi ini diberikan melalui penyuntikan ke dalam cairan otak (intratekal), melewati penghalang darah-otak dan langsung menargetkan sel saraf. Hasilnya adalah pemulihan fungsi lisosom dan pengaturan ulang proses autofagi sel, dua mekanisme penting yang terganggu dalam penyakit ini.
Dalam uji praklinis menggunakan tikus yang kekurangan gen Ncl5a, ekspresi gen terapi bertahan lebih dari 18 bulan, memperlihatkan peningkatan koordinasi gerak, kepadatan neurofilamen, dan kesehatan mitokondria neuron. Sementara itu, dalam uji klinis utama RESTORE-IMGN (NCT05877145), 19 dari 21 bayi menunjukkan pencapaian perkembangan luar biasa seperti mampu duduk sendiri dan mengucapkan beberapa kata dalam 12 bulan setelah infus, sesuatu yang tidak pernah terlihat pada pasien yang tidak mendapat pengobatan.
Pengawasan Ketat dan Pemantauan Jangka Panjang
Meskipun Zynethera mendapat izin akselerasi, regulator mengajukan syarat ketat berupa Risk Evaluation and Mitigation Strategy (REMS). Ini termasuk pemantauan berkala dengan neuroimaging, analisis biomarker cairan otak, serta tes fungsi saraf. Selain itu, Konsorsium Terapi Genetik Anak Eropa akan mengoordinasikan registri pasien secara global selama 10 tahun, memantau efektivitas jangka panjang, potensi respon imun, dan keberlanjutan gen terapi dalam tubuh pasien.
Penting untuk dicatat bahwa FDA memberikan persetujuan berdasarkan indikator biologis pengganti, bukan data kelangsungan hidup langsung. Strategi semacam ini sebelumnya memicu perdebatan karena risiko toksisitas terapi gen berbasis AAV, seperti yang terjadi dalam terapi hemofilia dan spinal muscular atrophy (SMA). Oleh karena itu, Revivion masih dituntut untuk menyelesaikan studi lanjutan guna memastikan terapi ini benar-benar memberikan hasil yang dijanjikan.
Harga Selangit, Apakah Sepadan?
Revivion menyatakan bahwa harga Zynethera mencerminkan potensi kuratif yang luar biasa dan risiko tinggi yang dihadapi dalam pengembangan terapi gen untuk penyakit langka. Namun, para pengamat menyoroti bahwa transparansi biaya pengembangan belum sepenuhnya jelas. Institute for Clinical and Economic Review (ICER) bahkan merilis laporan sementara yang menyebutkan bahwa Zynethera berisiko melampaui batas efektivitas biaya hingga 280% jika manfaat jangka panjangnya tidak melebihi lima tahun.
Untuk mengurangi kekhawatiran dari perusahaan asuransi, Revivion mengusulkan model pembayaran berbasis hasil, di mana pembayaran dilakukan dalam lima tahun dan hanya diberikan jika pasien menunjukkan peningkatan biomarker dan perkembangan saraf yang signifikan. Namun, skema seperti ini masih langka dan cukup rumit, terutama di sistem kesehatan publik.
Tantangan Produksi dan Skalabilitas
Berbeda dari obat-obatan biasa, pembuatan terapi gen seperti Zynethera sangat kompleks. Prosesnya melibatkan sel HEK293 di bioreaktor steril dan harus memenuhi standar Good Manufacturing Practice (GMP) secara ketat. Setiap tahap, mulai dari pemurnian vektor hingga uji stabilitas genom harus dilakukan dengan presisi tinggi. Saat ini, produksi Zynethera hanya dilakukan di fasilitas Revivion di Boston dan mitra manufaktur di Swiss. Hal ini menimbulkan kekhawatiran soal distribusi dan akses global.
Selain itu, sekitar 25% populasi anak diketahui memiliki kekebalan terhadap AAV9, menjadikan mereka tidak cocok untuk terapi ini. Hal ini memicu perlunya inovasi lebih lanjut dalam desain vektor yang bisa menghindari sistem imun atau penggunaan protokol imunomodulasi sebelum terapi diberikan.
Ketimpangan Akses Global: Obat Canggih yang Tak Tersentuh?
Dari sudut pandang etika, Zynethera memunculkan pertanyaan besar. Aliansi Global untuk Kesetaraan Neurogenetik memperingatkan bahwa harga obat ini yang sangat tinggi bisa memperlebar jurang ketimpangan kesehatan global. Di banyak negara berkembang, fasilitas diagnosis genetik sangat terbatas. Ini membuat deteksi dini IMGN nyaris mustahil, apalagi mengakses terapi seperti Zynethera.
Dr. Anita Vora, seorang ahli bioetika dari Universitas Toronto, menyatakan bahwa “Zynethera adalah pencapaian ilmiah luar biasa, tetapi juga menjadi ujian bagi sistem global untuk memastikan bahwa inovasi medis tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang yang mampu.”
Ke depan, Revivion tengah mengembangkan platform AAV9 untuk penyakit lisosomal pada usia dewasa serta mengeksplorasi kemungkinan terapi ulang dengan teknologi vektor yang mampu menghindari sistem imun. Keberhasilan komersial Zynethera diyakini akan mempengaruhi harga dan strategi peluncuran terapi gen masa depan untuk penyakit langka lain seperti Krabbe dan Batten.