Baru-baru ini, kami mengunggah sebuah lukisan di media sosial, dan seseorang mengirim pesan pribadi, bertanya: "Karya Anda lebih bergaya akademik atau avant-garde, sih?"
Pertanyaan sederhana itu langsung membuat kami berpikir. Karena, jujur saja, selama bertahun-tahun kami merasa seperti ditarik ke dua arah yang berbeda.
Kalau Anda seorang mahasiswa seni, seorang kreator, atau sekadar penikmat karya visual yang indah, pasti pernah merasakan juga, tarik menarik antara mengikuti jalan yang sudah terbukti dan dihormati, versus menciptakan sesuatu yang baru, berani, dan tak terduga.
Mari kita kupas satu per satu…
Bayangkan garis-garis bersih, anatomi tubuh yang proporsional, teknik bayangan yang realistis, inilah yang biasanya diajarkan di sekolah-sekolah seni tradisional. Kami menghabiskan bertahun-tahun mempelajari gaya ini. Terasa teknis, terstruktur, bahkan nyaris sempurna. Tapi jujur, semua itu membentuk kedisiplinan kami.
Ketika Anda melihat potret hiper-realis yang nyaris seperti foto, atau lanskap detail yang tampak hidup, itu adalah sihir dari gaya akademik.
Kami dulu bisa menghabiskan berjam-jam hanya untuk memperbaiki pencahayaan pada sketsa figur. Menghapus, menggambar ulang, ulang lagi… sampai tangan pegal. Apakah itu melelahkan? Pasti. Tapi di situlah kami belajar tentang struktur dan ketelitian.
Ibarat belajar tata bahasa sebelum menulis puisi, begitu Anda menguasai aturannya, Anda bisa menciptakan keindahan yang liar namun tetap bermakna.
Nah, ini adalah sisi liar dalam dunia seni. Bentuk abstrak, perpaduan warna yang tak biasa, teknik campuran yang mengejutkan, tidak ada batasan.
Ketika pertama kali kami mulai bereksperimen dengan gaya ini, rasanya seperti menghirup udara segar. Tiba-tiba, kami tak lagi terobsesi dengan kesempurnaan. Kami mulai berkarya dengan perasaan, spontan, emosional, dan tanpa ragu.
Saat kami memposting karya avant-garde pertama kami tahun lalu, jujur saja, jumlah "like"-nya tidak sebanyak karya realis kami. Tapi komentar-komentarnya? Dalam dan menyentuh hati. Orang-orang merasa "terhubung". Saat itulah kami sadar: makna lebih penting daripada kesempurnaan.
Jawabannya? Mungkin bukan soal lebih baik. Atau justru, keduanya sama penting.
Kami tidak harus memilih satu dan mengabaikan yang lain selamanya. Ada hari di mana kami ingin ketelitian dan kontrol. Tapi ada juga hari di mana kami ingin bermain dengan warna dan membiarkan emosi mengambil alih. Dan itu sangat boleh.
Gaya itu bukanlah kotak yang membatasi, tapi bahasa yang bisa kita pelajari dan gunakan dengan bebas.
Ini yang Kami Pelajari Sepanjang Perjalanan Seni Kami:
- Gaya akademik mengajarkan kami kesabaran.
- Gaya avant-garde mengajarkan kami keberanian.
- Menggabungkan keduanya? Di situlah keajaiban terjadi.
Sekarang, karya-karya favorit kami adalah yang punya teknik kuat namun tetap emosional. Ada sisi rapi, ada sisi liar. Sama seperti hidup, bukan?