Dystonia adalah salah satu gangguan neurologis yang sering kali kurang dikenal masyarakat, namun dampaknya bisa sangat besar terhadap kehidupan sehari-hari. Gangguan ini ditandai oleh kontraksi otot yang terjadi tanpa kendali sehingga menyebabkan gerakan tubuh menjadi tidak normal, sering kali terasa menyakitkan, dan dapat menimbulkan postur tubuh yang aneh.
Kontraksi tersebut bisa terjadi secara terus-menerus atau muncul sesekali, menyerang satu bagian tubuh saja atau menyebar ke beberapa area sekaligus. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kemampuan fisik, tetapi juga berdampak pada fungsi sosial dan emosional seseorang.
Tanda utama dari dystonia adalah kejang otot yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terkendali. Gejala yang muncul dapat berupa:
- Gerakan memutar berulang-ulang menyerupai goyangan atau getaran.
- Kontraksi otot berkepanjangan yang memaksa anggota tubuh berada dalam posisi janggal, misalnya leher yang berputar ke samping atau tangan yang mengepal erat.
- Spasme yang menyerang wajah, pita suara, tangan, kaki, hingga bagian tubuh lain.
- Dystonia yang muncul hanya saat melakukan aktivitas tertentu, seperti menulis, bermain alat musik, atau bahkan ketika berbicara.
Gejala tersebut sering kali membingungkan karena bisa muncul hanya dalam situasi tertentu. Hal inilah yang membuat banyak pasien salah mengira bahwa mereka hanya mengalami kelelahan biasa, padahal sebenarnya ada gangguan lebih dalam yang sedang terjadi.
Dystonia tidak muncul begitu saja. Ada beberapa faktor yang diyakini berperan dalam memicu gangguan ini:
1. Faktor Genetik
Beberapa penelitian menemukan bahwa mutasi gen tertentu, seperti DYT1 atau DYT6, dapat memicu munculnya dystonia yang diturunkan dalam keluarga. Biasanya, gejala mulai terlihat sejak masa kanak-kanak atau remaja.
2. Faktor yang Didapat
Dystonia juga dapat muncul setelah seseorang mengalami cedera otak, infeksi tertentu, atau akibat paparan zat berbahaya yang mengganggu fungsi normal ganglia basalis, bagian otak yang berperan penting dalam mengatur gerakan tubuh.
3. Idiopatik (Tanpa Penyebab yang Jelas)
Banyak kasus dystonia terjadi tanpa penyebab yang bisa diidentifikasi. Meski demikian, para ahli meyakini ada kombinasi antara kerentanan genetik dan faktor lingkungan yang bekerja bersama-sama hingga akhirnya menimbulkan gejala.
Seorang ahli saraf, Dr. Michael Silverstein, pernah menyatakan bahwa dystonia menunjukkan bagaimana gangguan kecil dalam sirkuit motorik otak dapat menyebabkan gangguan besar pada kemampuan seseorang untuk bergerak. Inilah yang membuat pemahaman tentang variasi gejala sangat penting untuk menentukan pengobatan yang tepat.
Menegakkan diagnosis dystonia bukanlah hal yang mudah. Dokter biasanya memulai dengan pemeriksaan riwayat kesehatan dan gejala pasien secara rinci. Pola kontraksi otot, pemicu, serta perkembangan gejala dari waktu ke waktu menjadi petunjuk penting.
Selain itu, pemeriksaan penunjang seperti MRI otak dapat dilakukan untuk memastikan tidak ada kelainan struktural lain. Tes genetik juga dapat membantu menemukan apakah pasien memiliki mutasi gen yang berhubungan dengan penyakit ini. Elektromiografi (EMG) sering digunakan untuk melihat pola aktivitas otot yang abnormal.
Hingga saat ini, belum ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan dystonia. Namun, berbagai pilihan terapi telah tersedia untuk membantu meringankan gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Beberapa di antaranya adalah:
1. Terapi Obat
Obat-obatan seperti antikolinergik, relaksan otot, dan obat yang memengaruhi dopamin digunakan untuk mengurangi kontraksi otot berlebihan.
2. Suntikan Botulinum Toksin
Metode ini sangat populer, terutama untuk dystonia yang bersifat lokal. Botulinum toksin bekerja dengan memblokir sinyal saraf yang membuat otot berkontraksi, sehingga memberikan kelegaan sementara.
3. Fisioterapi dan Terapi Okupasi
Latihan fisik teratur dapat membantu menjaga kelenturan otot, mengurangi kekakuan, serta melatih pasien untuk beradaptasi dengan aktivitas sehari-hari.
4. Operasi (Deep Brain Stimulation/DBS)
Untuk kasus yang parah dan tidak merespons terapi lain, stimulasi otak dalam menjadi salah satu pilihan. Teknik ini melibatkan pemasangan alat khusus yang memberikan impuls listrik ke area otak tertentu untuk menormalkan aktivitas saraf.
Dystonia bukan hanya soal gerakan tubuh yang terganggu. Kondisi ini juga sering menimbulkan rasa frustrasi, cemas, hingga depresi. Banyak pasien merasa malu atau menarik diri dari lingkungan sosial karena postur tubuh mereka terlihat berbeda.
Oleh karena itu, penanganan dystonia harus bersifat menyeluruh, bukan hanya fokus pada gejala fisik. Dukungan psikologis, konseling, hingga kelompok dukungan pasien dapat memberikan semangat dan membantu penderita menjalani hidup dengan lebih percaya diri.
Dystonia adalah gangguan saraf kompleks yang dapat menyerang siapa saja. Dengan gejala yang bervariasi mulai dari kejang ringan hingga kontraksi yang melumpuhkan, penyakit ini menjadi tantangan besar bagi pasien maupun tenaga medis. Meski belum ada obat yang benar-benar menyembuhkan, kemajuan terapi memberikan harapan baru.
Yang terpenting, semakin banyak masyarakat mengenal dystonia, semakin cepat pula pasien bisa mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat. Mengabaikan gejala awal hanya akan memperburuk kondisi. Jadi, jika Anda atau orang terdekat mengalami gerakan otot yang tidak biasa, segera konsultasikan dengan ahli saraf.
simak video "mengenal gangguan Dystonia"
video by " TribunnewsWIKI Official"