Dalam beberapa tahun terakhir, pola makan berbasis nabati semakin populer, bukan hanya di kalangan masyarakat umum, tetapi juga para atlet profesional.
Mulai dari peraih medali Olimpiade hingga pemain NFL, banyak atlet top yang beralih ke menu yang berpusat pada biji-bijian utuh, kacang-kacangan, sayuran, buah-buahan, kacang, dan biji-bijian.
Namun, apakah diet nabati benar-benar mampu mendukung tuntutan fisik yang sangat berat dari olahraga kompetitif? Jika Anda penasaran apakah menghilangkan produk hewani justru bisa meningkatkan performa atlet, mari kita kupas tuntas berdasarkan fakta ilmiah.
Diet nabati menekankan konsumsi makanan nabati yang utuh dan minim proses, sekaligus membatasi atau bahkan menghilangkan bahan makanan yang berasal dari hewan. Pola makan ini meliputi:
- Sayuran dan buah-buahan
- Biji-bijian utuh seperti gandum, beras merah, dan quinoa
- Kacang-kacangan seperti lentil, buncis, dan kacang hitam
- Kacang-kacangan dan biji-bijian
- Minyak nabati seperti minyak zaitun atau minyak alpukat
Beberapa atlet menjalani diet vegan ketat, sementara yang lain memilih pendekatan fleksibel dengan fokus utama pada nabati namun masih menyertakan sedikit produk susu atau telur. Intinya, sebagian besar kalori berasal dari sumber nabati.
Salah satu kekhawatiran utama adalah apakah diet nabati dapat memenuhi kebutuhan energi dan protein yang penting untuk performa dan pemulihan. Menurut Academy of Nutrition and Dietetics, diet nabati yang dirancang dengan baik mampu memenuhi kebutuhan energi dan makronutrien bahkan untuk atlet elit.
Sumber protein nabati yang umum meliputi:
- Kacang-kacangan (seperti lentil dan kedelai)
- Quinoa
- Sayuran dan buah-buahan
- Kacang dan biji-bijian
- Bubuk protein nabati
Untuk mendapatkan semua asam amino esensial, atlet perlu mengonsumsi beragam sumber protein nabati setiap hari. Beruntung, perencanaan makan berbasis nabati kini semakin mudah dengan beragam pilihan makanan lengkap.
Banyak atlet yang menjalani diet nabati melaporkan berbagai keuntungan dalam performa mereka, antara lain:
Mengurangi peradangan: Makanan nabati kaya antioksidan yang membantu melawan stres oksidatif akibat latihan intens.
Mempercepat pemulihan: Nutrisi padat membantu penyembuhan otot dan mengurangi rasa nyeri setelah berolahraga.
Kesehatan jantung: Diet nabati mendukung sirkulasi darah yang optimal, sehingga meningkatkan pasokan oksigen ke otot.
Pencernaan yang lebih baik: Serat tinggi dalam makanan nabati menjaga kesehatan usus, yang berperan dalam daya tahan tubuh dan penyerapan nutrisi.
Sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Nutrients pada 2019 menunjukkan bahwa atlet ketahanan yang menjalani diet nabati memiliki kapasitas aerobik dan fungsi otot yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan dengan atlet yang mengonsumsi makanan hewani.
Meski banyak manfaatnya, atlet yang menjalani diet nabati harus ekstra hati-hati pada beberapa nutrisi yang lebih sulit diperoleh tanpa produk hewani, seperti:
- Vitamin B12 (penting untuk fungsi saraf)
- Zat besi (krusial untuk pengangkutan oksigen)
- Zinc (mendukung kekebalan dan kesehatan otot)
- Kalsium (penting untuk tulang dan kontraksi otot)
- Asam lemak omega-3 (mengurangi peradangan dan mendukung kesehatan sendi)
Mengandalkan makanan yang diperkaya atau suplemen bisa jadi diperlukan, terutama untuk vitamin B12 dan zat besi. Pilihan makanan seperti sayuran hijau, kacang-kacangan, biji-bijian, dan susu nabati dapat membantu menutupi kekurangan nutrisi tersebut secara alami.
Untuk mendukung performa, berikut contoh pola makan nabati yang bisa diterapkan atlet:
Sebelum latihan: Makanan kaya karbohidrat seperti oatmeal dengan pisang dan selai almond
Setelah latihan: Smoothie dengan susu kedelai, beri-berian, biji chia, dan bubuk protein kacang polong
Makan malam seimbang: Quinoa dengan sayuran panggang dan sup lentil serta sayuran hijau
Selain itu, hidrasi dan keseimbangan elektrolit juga penting, terutama bagi atlet ketahanan. Minuman alami seperti air kelapa, semangka, dan bayam dapat membantu menjaga elektrolit tubuh.
Banyak atlet top dunia yang membuktikan efektivitas pola makan nabati, misalnya:
- Venus Williams, legenda tenis dunia, menjalani diet vegan mentah untuk mengelola gejala autoimun dan tetap kompetitif.
- Lewis Hamilton, juara Formula One tujuh kali, mengaku gaya hidup nabati memberinya energi lebih dan kejernihan mental.
- Scott Jurek, pelari ultramaraton, memecahkan rekor kecepatan dengan diet sepenuhnya nabati.
Kisah sukses mereka menunjukkan bahwa dengan perencanaan matang, diet nabati bisa menjadi bahan bakar yang ampuh untuk olahraga berat sekalipun.
Nancy Clark, ahli nutrisi olahraga terkemuka, menegaskan:
"Dengan pengetahuan dan usaha, diet nabati dapat memenuhi kebutuhan nutrisi atlet dan bahkan meningkatkan performa dalam beberapa kasus."
Komite Olimpiade Internasional (IOC) pun mengakui bahwa diet nabati adalah pilihan yang layak untuk performa atlet elit selama dirancang dengan cermat dan disesuaikan secara individual.
Tidak semua atlet akan cocok dengan pola makan yang sama. Kunci terbaik adalah mendengarkan tubuh, memantau energi, dan bekerjasama dengan ahli gizi olahraga jika ingin beralih ke diet nabati. Atlet yang membutuhkan komposisi tubuh yang ramping, seperti pesenam atau pelari jarak jauh, mungkin akan sangat terbantu dengan makanan nabati yang kaya nutrisi tanpa membuat tubuh terasa berat.
Perlu diingat, ini adalah proses yang memerlukan trial and error untuk menemukan kombinasi makanan yang tepat sesuai selera dan kebutuhan performa Anda.
Diet nabati kini bukan sekadar tren, melainkan pilihan yang sudah didukung riset untuk atlet kompetitif. Dengan perencanaan yang matang, perhatian pada nutrisi penting, dan pikiran terbuka, Anda bisa mencapai performa puncak sambil menjalani pola makan yang baik untuk tubuh dan planet ini.
Apakah Anda pernah mempertimbangkan mencoba diet nabati untuk mendukung latihan atau kompetisi? Bagikan pendapat atau pertanyaan Anda, kami ingin mendengar bagaimana pilihan nutrisi memengaruhi performa Anda!