Sindrom Stevens-Johnson (SJS) merupakan kondisi medis langka namun sangat berbahaya yang menyerang kulit dan selaput lendir. Penyakit ini tergolong darurat dermatologis karena berkembang dengan cepat dan dapat mengancam jiwa jika tidak segera dikenali serta ditangani.
SJS biasanya dipicu oleh reaksi tubuh terhadap obat-obatan tertentu, meskipun dalam kasus yang lebih jarang dapat juga disebabkan oleh infeksi. Perkembangannya yang cepat membuat penyakit ini membawa risiko komplikasi serius, bahkan kematian, apabila penanganannya terlambat.
Dasar dari SJS adalah reaksi sistem kekebalan tubuh yang tidak terkendali. Sel-sel imun, terutama limfosit T sitotoksik dan sel natural killer, menjadi terlalu aktif dan menyerang tubuh sendiri. Reaksi ini memicu kematian sel kulit (keratinosit) dalam jumlah besar. Antigen dari obat atau mikroba yang menempel pada molekul MHC di permukaan sel memicu pelepasan mediator sitotoksik seperti granulisin dan perforin. Zat inilah yang menghancurkan jaringan kulit secara luas hingga menimbulkan gejala parah yang dikenal sebagai SJS maupun bentuk yang lebih berat, yaitu nekrolisis epidermal toksik (TEN).
Obat-obatan merupakan penyebab paling sering dari SJS. Beberapa jenis obat yang sering menjadi pemicu antara lain obat antikejang (seperti karbamazepin, fenitoin, dan lamotrigin), antibiotik golongan sulfonamida, allopurinol, serta obat antivirus tertentu. Reaksi biasanya muncul dalam dua bulan pertama setelah penggunaan obat tersebut. Selain obat, infeksi juga dapat menjadi pencetus, terutama infeksi oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae yang lebih sering terjadi pada anak-anak.
SJS sering kali dimulai dengan gejala yang tampak ringan, seperti demam tinggi, lemas, dan sakit tenggorokan. Namun, dalam waktu singkat, gejala berkembang menjadi ruam kulit yang nyeri, berupa bintik merah atau ungu yang menyebar dan membentuk lepuhan. Tidak hanya kulit, selaput lendir juga terkena dampaknya. Mulut, mata, dan area genital bisa mengalami luka dan erosi yang menimbulkan rasa sakit hebat. Kondisi ini membuat pasien sangat menderita dan memerlukan perhatian medis segera.
Diagnosis SJS terutama ditegakkan melalui pemeriksaan klinis oleh dokter. Untuk memastikan, kadang dilakukan biopsi kulit. Hasil biopsi menunjukkan adanya kematian sel kulit secara menyeluruh dengan peradangan minimal di lapisan dermis. Tingkat keparahan SJS dibedakan dari luas area kulit yang terlepas: kurang dari 10% dikategorikan sebagai SJS, lebih dari 30% disebut TEN, sedangkan jika berada di antara keduanya disebut SJS/TEN overlap.
Menghentikan penggunaan obat penyebab adalah langkah paling penting dan mendesak. Pasien biasanya dirawat di unit perawatan intensif atau ruang perawatan luka bakar, karena membutuhkan penanganan khusus layaknya pasien luka bakar. Fokus utama adalah menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengontrol suhu tubuh, mencegah infeksi, serta memberikan dukungan nutrisi.
Selain perawatan suportif, terapi imunomodulator seperti imunoglobulin intravena (IVIG) dan siklosporin sedang terus diteliti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi ini dapat memberikan hasil lebih baik bila diberikan sejak awal, meskipun penggunaannya secara rutin masih menjadi perdebatan di dunia medis.
SJS bukan hanya tentang luka kulit. Komplikasi berat dapat muncul, antara lain sepsis, kegagalan organ, dan jaringan parut yang permanen pada kulit maupun selaput lendir. Salah satu komplikasi jangka panjang yang paling serius adalah kerusakan mata, yang dapat menyebabkan kebutaan akibat peradangan konjungtiva yang parah. Tingkat kematian pada SJS bervariasi, biasanya antara 10% hingga 30%, tergantung pada luas kulit yang terlibat dan kondisi umum pasien. Dokter menggunakan sistem penilaian seperti SCORTEN untuk memprediksi risiko kematian berdasarkan faktor klinis pasien.
Dr. Ron Feldman, seorang pakar terkemuka dalam reaksi obat pada kulit, menegaskan bahwa "Sindrom Stevens-Johnson adalah darurat medis serius. Identifikasi cepat dan penghentian obat penyebab dapat menjadi faktor penentu antara keselamatan dan komplikasi yang mengancam jiwa."
Sementara itu, Dr. Robert Micheletti, seorang dermatologis yang mendalami penyakit kulit berat, menekankan bahwa "Pendekatan multidisiplin, melibatkan spesialis dermatologi, perawatan intensif, dan oftalmologi, sangat penting untuk meningkatkan peluang hidup pasien sekaligus meminimalkan risiko komplikasi jangka panjang."
Sindrom Stevens-Johnson adalah contoh nyata dari keadaan gawat darurat kulit yang berkembang cepat, ditandai dengan kematian sel kulit dalam jumlah besar dan keterlibatan selaput lendir yang luas. Obat-obatan menjadi penyebab utama, sementara infeksi turut berperan dalam sebagian kasus. Seperti yang ditegaskan para ahli, kewaspadaan, deteksi dini, dan intervensi medis yang cepat serta terkoordinasi adalah kunci untuk menyelamatkan nyawa dan mengurangi dampak jangka panjang dari penyakit ini.