Bayangkan berdiri hanya beberapa langkah dari hewan tercepat di darat, cheetah.
Anda mungkin membayangkan suara auman keras dan menggetarkan dada… tetapi yang terdengar justru adalah suara dengkuran lembut yang berirama.
Mengejutkan? Tentu saja. Banyak orang tidak menyangka bahwa cheetah, meski termasuk keluarga kucing besar, ternyata tidak bisa mengaum. Mengapa bisa begitu? Jawabannya bukan hanya soal suara, tapi juga membuka rahasia evolusi dan keunikan luar biasa dalam dunia kucing liar.
Saat mendengar istilah "kucing besar", biasanya yang terlintas di benak adalah singa, harimau, atau macan tutul, hewan megah dengan auman menggema. Tapi cheetah ternyata bukan bagian dari kelompok yang sama. Secara ilmiah, cheetah (nama latin: Acinonyx jubatus) berada di cabang evolusi yang berbeda. Perbedaannya dimulai dari bagian tubuh yang jarang dibahas: struktur tenggorokan.
Kemampuan mengaum ditentukan oleh struktur khusus dalam tenggorokan yang disebut hyoid. Kucing besar seperti singa dan harimau memiliki hyoid yang sebagian lentur, ditambah ligamen unik yang bisa bergetar saat hewan tersebut menghembuskan napas kuat, itulah yang menciptakan auman dahsyat mereka.
Namun cheetah berbeda. Mereka memiliki hyoid yang sepenuhnya mengeras (ter-ossifikasi), mirip dengan kucing rumahan. Karena struktur ini tidak fleksibel, mengaum jadi hal yang mustahil bagi cheetah.
Sementara auman membutuhkan tenggorokan yang lentur, dengkuran justru membutuhkan aliran udara yang stabil. Struktur hyoid yang kaku membuat cheetah mampu menghasilkan dengkuran dalam dan menenangkan saat mereka merasa nyaman, misalnya saat bersantai atau merawat diri. Suara ini tidak hanya mengejutkan, tetapi juga memberi kesan lembut dari pemburu yang begitu cepat.
Keunikan cheetah tidak berhenti di suaranya saja. Dalam banyak hal, mereka adalah penyimpangan dari norma-norma khas kucing besar. Inilah beberapa perbedaan mencolok mereka:
1. Tubuh Dirancang untuk Kecepatan, Bukan Ketangguhan
Cheetah tidak punya otot besar atau rahang kuat seperti singa atau macan tutul. Tubuh mereka ramping, tulang-tulang ringan, kaki panjang, dan tulang belakang yang sangat fleksibel. Semua ini memungkinkan mereka mencapai kecepatan hingga 112 km/jam dalam waktu singkat. Tapi sebagai gantinya, mereka kesulitan memanjat dan rentan terhadap hewan yang lebih besar jika harus mempertahankan hasil buruan.
2. Cakar yang Tidak Sepenuhnya Ditarik
Cakar cheetah bersifat semi-retraktabel. Berbeda dengan kucing lain yang menyembunyikan cakar mereka hingga dibutuhkan, cheetah menggunakan cakarnya layaknya paku di sepatu pelari. Ini memberi traksi ekstra saat berlari, tetapi menjadikan mereka kurang unggul dalam memanjat atau menyerang secara diam-diam.
3. Struktur Sosial yang Tak Biasa
Banyak kucing liar hidup menyendiri, tapi cheetah, terutama jantan yang bersaudara, sering membentuk kelompok kecil yang disebut koalisi. Mereka berburu dan hidup bersama seumur hidup. Kolaborasi ini memberi mereka keunggulan dalam mempertahankan wilayah dan mencari mangsa.
Auman pada hewan liar umumnya digunakan untuk menandai wilayah, memanggil pasangan, atau menakuti pesaing. Singa, misalnya, mengaum keras agar terdengar dari jarak jauh. Tapi strategi hidup cheetah justru sebaliknya, mengandalkan kecepatan, ketenangan, dan kehati-hatian.
Mengaum Bisa Berisiko
Jika cheetah mengaum setelah menangkap mangsa, mereka berisiko menarik perhatian hewan lain yang lebih kuat seperti singa atau macan tutul. Dalam situasi seperti itu, cheetah lebih memilih diam daripada kehilangan makanannya. Kesunyian adalah senjata bertahan hidup yang efektif.
Bahasa Komunikasi yang Berbeda
Cheetah menggunakan berbagai jenis suara: kicauan untuk memanggil anaknya, raungan pendek untuk memperingatkan sesama, dan tentu saja, dengkuran saat merasa nyaman. Suara-suara ini bersifat lembut dan jarak pendek, cocok dengan gaya hidup mereka yang tenang dan tidak mencolok.
Banyak yang mengira bahwa mengaum adalah simbol kekuatan. Tapi cheetah justru membuktikan bahwa kekuatan bisa tampil dengan cara berbeda, lebih halus, lebih cepat, dan penuh strategi. Meski tidak mengaum, kemampuan mereka mengejar mangsa dalam sekejap adalah bukti bahwa mereka tetap penguasa padang savana.
Dan soal dengkuran mereka? Itu mungkin salah satu pengingat paling mengejutkan bahwa predator sekelas cheetah pun punya sisi lembut. Lain kali saat Anda mendengar kucing rumahan mendengkur, bayangkan sepupunya di Afrika yang bisa berlari lebih cepat dari mobil Anda dan tetap terdengar seperti kucing kecil yang manja.
Sekarang setelah Anda tahu bahwa cheetah mendengkur alih-alih mengaum, apa yang paling membuat Anda terkesan? Apakah Anda mulai melihat mereka lebih mirip kucing rumahan atau justru semakin unik dan mengagumkan? Satu hal yang pasti, tidak banyak hewan yang bisa memadukan sisi lembut dan kekuatan luar biasa sebaik cheetah.