Saat mendengar nama bintang tenis dunia, pikiran kita biasanya langsung tertuju pada Federer, Nadal, dan Djokovic.
Namun, ada satu nama yang juga patut mendapat perhatian besar, yaitu Stan Wawrinka.
Lahir di Lausanne pada tahun 1985, Stan mulai menapaki dunia profesional sejak 2002 dengan gaya bermain unik dan semangat pantang menyerah yang mengagumkan. Berbeda dengan beberapa bintang yang melejit cepat, perjalanan Stan adalah tentang ketekunan dan perkembangan berkelanjutan.
Pada awal kariernya, Stan memang belum banyak mencuri perhatian. Sebelum 2010, pencapaian Grand Slam-nya masih biasa saja. Namun, kolaborasi apiknya bersama Roger Federer di nomor ganda membawa mereka meraih medali emas Olimpiade 2008, sebagai tanda bahwa bakat dan potensinya tidak bisa dianggap remeh. Satu hal yang menjadi ciri khas Stan adalah pukulan backhand satu tangan yang kuat dan akurat, sebuah senjata mematikan yang membuat lawan sering kewalahan.
Tahun 2013 menjadi titik balik karier Wawrinka. Di Australian Open, ia bertarung habis-habisan melawan Novak Djokovic dalam laga berdurasi lima set yang menegangkan. Pertarungan itu menunjukkan bahwa Stan mampu bersaing dengan para jawara dunia. Pada tahun yang sama, ia juga berhasil mengalahkan Andy Murray di US Open dan untuk pertama kali lolos ke ATP Finals, sekaligus menutup musim dengan peringkat dunia nomor 8. Ini adalah bukti nyata bahwa kerja kerasnya mulai membuahkan hasil.
Tahun 2014 menjadi momen bersejarah bagi Stan. Ia berhasil mengangkat trofi Grand Slam pertamanya di Australian Open, setelah menyingkirkan Djokovic di perempat final dan mengalahkan Nadal di final dengan permainan agresif dan mental baja. Kemenangan ini menjadikannya pria Swiss kedua setelah Federer yang sukses meraih gelar besar, sebuah pencapaian yang sangat membanggakan.
Prestasi gemilang tidak berhenti di situ. Pada French Open 2015, Stan kembali menunjukan kelasnya dengan menaklukkan Federer dan Djokovic yang sedang dalam performa luar biasa. Teknik pukulan topspin yang berat dari backhand dan forehand yang kuat menjadi senjata utama di lapangan tanah liat. Kemenangan ini mengukuhkan posisinya sebagai salah satu petenis terbaik yang mampu bersaing di level tertinggi.
Di usia 31 tahun, banyak atlet sudah mulai menurun performanya, tapi tidak dengan Stan. Pada US Open 2016, ia kembali mengalahkan Djokovic di final dengan penuh pengendalian emosi dan kekuatan, memenangkan gelar Grand Slam ketiganya. Prestasi ini menjadikannya salah satu pemain tertua dalam beberapa dekade terakhir yang menjuarai US Open. Bukti nyata bahwa pengalaman dan keteguhan hati mampu mengalahkan usia.
Keunikan Stan terletak pada backhand satu tangannya yang mendapat pujian sebagai salah satu yang terkuat dan terindah dalam dunia tenis. Gaya bermainnya adalah perpaduan antara kekuatan mentah dan ketepatan yang presisi. Berbeda dari pemain yang cenderung bertahan, Stan sering mengambil inisiatif dan mengendalikan jalannya pertandingan. Meski terkadang kurang konsisten, kemampuan untuk tampil maksimal di momen penting adalah kelebihan utamanya.
Perjalanan Stan tentu tidak selalu mulus. Cedera dan kekalahan di beberapa turnamen, terutama di lapangan rumput, sempat menjadi hambatan. Namun, yang membuatnya dihormati adalah kemampuannya bangkit dari kegagalan tersebut. Semangat pantang menyerah menjadi bagian besar dari kisahnya, yang membuat para penggemar selalu menantikan penampilan terbaiknya.
Bagi kami, kisah Stan adalah cerita tentang ketekunan dan keyakinan pada diri sendiri. Ia mengingatkan bahwa kesuksesan tidak selalu datang secara instan, dan bahkan saat berada di bawah bayang-bayang bintang lain, dengan kerja keras dan hati yang tulus, kita bisa bersinar dengan cara kita sendiri.
Apakah kisah Stan Wawrinka menginspirasi Anda seperti kami? Mari bersama-sama merayakan para atlet yang mengajarkan kita kekuatan dari keteguhan dan kerja keras. Ingat, setiap perjalanan menuju puncak punya cerita unik, sama seperti perjalanan luar biasa Stan Wawrinka.