Biduran, dalam dunia medis dikenal sebagai urtikaria, adalah reaksi kulit yang umum ditandai dengan bentol merah yang gatal dan bengkak. Banyak orang mengalaminya sebagai reaksi sesaat akibat alergi atau stres.


Namun, ada sebagian yang harus menghadapi kondisi ini dalam jangka waktu yang jauh lebih lama. Kondisi ini disebut urtikaria kronis atau biduran kronis, masalah kulit yang bisa berlangsung lebih dari enam minggu dan sangat memengaruhi kualitas hidup penderitanya.


Apa Itu Biduran Kronis? Fakta yang Jarang Diketahui


Biduran kronis atau chronic spontaneous urticaria (CSU) diperkirakan memengaruhi sekitar 1,4% populasi dunia dan lebih sering terjadi pada wanita, bahkan dua kali lipat dibanding pria. Tidak seperti biduran akut yang biasanya muncul karena pemicu yang jelas seperti makanan atau obat-obatan, biduran kronis muncul secara tiba-tiba tanpa sebab yang pasti. Ruamnya datang dan pergi secara tidak menentu, bisa berlangsung dari beberapa bulan hingga bertahun-tahun.


Menurut Dr. Farheen Mirza, seorang ahli alergi, lebih dari 90% kasus biduran kronis tidak memiliki pemicu yang dapat diidentifikasi. Hal inilah yang membuat kondisi ini sangat sulit ditangani. Beberapa kasus diduga berkaitan dengan gangguan autoimun atau ketidakseimbangan hormon dan tiroid. Namun, mayoritas kasus tetap diklasifikasikan sebagai idiopatik, artinya penyebabnya belum diketahui dengan pasti.


Diagnosis Biduran Kronis: Tidak Cukup Lihat dari Permukaan


Menentukan diagnosis biduran kronis membutuhkan pemeriksaan menyeluruh. Ciri khas yang diperhatikan oleh dokter adalah bentol gatal yang memucat saat ditekan dan biasanya menghilang dalam waktu kurang dari 24 jam. Untuk membantu identifikasi, penderita disarankan mencatat gejala harian: makanan yang dikonsumsi, obat-obatan, paparan lingkungan, serta tingkat stres.


Untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, bisa dilakukan pemeriksaan darah, tes tiroid, atau bahkan biopsi kulit pada kasus tertentu. Diagnosis yang tepat sangat penting agar pengobatan dapat disesuaikan dan intervensi yang tidak perlu bisa dihindari.


Strategi Pengobatan: Bertahap dan Disesuaikan dengan Kondisi


Mengatasi biduran kronis memerlukan pendekatan bertahap yang disesuaikan dengan respons tubuh setiap individu. Tahapan awal biasanya dimulai dengan pemberian antihistamin non-resep seperti loratadine (Claritin) atau fexofenadine (Allegra). Jika dosis standar belum efektif, dokter dapat meningkatkan dosisnya dengan pengawasan ketat.


Jika obat antihistamin tidak cukup mengendalikan gejala, dokter bisa menambahkan obat lain seperti montelukast (obat yang biasa digunakan untuk asma), atau doxepin yang juga punya efek antihistamin. Untuk kasus yang berat atau tidak merespons terapi biasa, terapi biologis seperti omalizumab (Xolair) telah menunjukkan hasil signifikan dalam studi klinis. Omalizumab bekerja dengan menargetkan IgE, komponen sistem imun yang terlibat dalam reaksi alergi, dan telah menjadi harapan baru bagi banyak penderita biduran kronis.


Mengelola Harapan dan Memperbaiki Kualitas Hidup


Biduran kronis bukan sekadar gangguan kulit biasa. Kondisi ini bisa mengganggu tidur, menurunkan rasa percaya diri, dan menyebabkan gangguan konsentrasi akibat rasa gatal yang terus-menerus. Oleh karena itu, penting bagi penderita untuk memiliki ekspektasi yang realistis. Proses perbaikan tidak instan, bisa memakan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.


Penting bagi penderita untuk menjalin komunikasi terbuka dengan dokter spesialis alergi atau kulit. Dengan pendekatan yang sabar dan suportif, hasil pengobatan bisa jauh lebih baik. Dr. Emily Lawson, seorang dokter spesialis kulit yang fokus pada penyakit kronis, menyatakan bahwa pemahaman terhadap biduran kronis terus berkembang. "Meski penyebab pastinya masih belum diketahui pada banyak pasien, kemajuan dalam bidang imunologi telah membuka jalan pengobatan yang lebih efektif. Kehadiran terapi biologis seperti omalizumab telah mengubah cara kita menangani kondisi ini dan memberikan harapan baru."


Biduran kronis adalah tantangan medis yang rumit karena sifatnya yang tidak bisa diprediksi dan sering kali tanpa pemicu yang jelas. Namun, dengan pendekatan diagnosis yang menyeluruh dan strategi pengobatan bertahap yang kini didukung oleh terapi modern, sebagian besar pasien dapat merasakan perbaikan yang signifikan.


Kolaborasi antara pasien dan tenaga medis, ditambah dengan pemahaman yang baik tentang kondisi ini dan harapan yang realistis, adalah kunci untuk mengembalikan kualitas hidup yang sempat terganggu. Jadi, bila mengalami biduran yang tidak kunjung sembuh, jangan tunda untuk berkonsultasi, bisa jadi, ini lebih dari sekadar reaksi alergi biasa!