Eczema, atau dalam dunia medis dikenal sebagai atopic dermatitis, sering kali dianggap sebagai gangguan kulit ringan. Di balik ruam dan rasa gatal yang muncul, tersembunyi interaksi kompleks antara faktor genetik, lingkungan, serta sistem imun tubuh yang tidak seimbang.


Dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan di bidang imunologi telah mengungkap jalur molekuler dan seluler yang mendasari penyakit ini, membuka pintu bagi terapi-terapi baru yang lebih tepat sasaran.


Pertahanan Kulit yang Lemah: Awal dari Segalanya


Salah satu ciri utama dari eczema adalah rusaknya lapisan pelindung kulit. Hal ini terutama disebabkan oleh mutasi pada protein struktural penting seperti filaggrin (FLG) dan claudin-1 (CLDN1). Ketika lapisan kulit terganggu, kehilangan cairan melalui kulit (transepidermal water loss) meningkat, dan kulit menjadi lebih rentan terhadap alergen, mikroba, serta zat iritan dari luar.


Menurut Dr. Sarah Thompson, seorang ahli dermatologi yang fokus pada penyakit kulit inflamasi, "Kerusakan penghalang kulit menjadi pintu masuk bagi alergen dan mikroorganisme, memicu serangkaian reaksi imun yang memperparah kondisi eczema."


Dominasi Sel Th2: Biang Kerok Fase Akut Eczema


Di balik peradangan eczema yang terlihat pada kulit, terdapat dominasi respons imun oleh sel T helper 2 (Th2). Saat alergen dikenali oleh sel dendritik, sel-sel ini akan mengaktifkan Th2 yang kemudian memproduksi sejumlah sitokin seperti IL-4, IL-5, IL-13, dan IL-31.


Sitokin-sitokin ini mendorong produksi antibodi IgE, menarik eosinofil (sel darah putih yang memicu peradangan), serta menyebabkan rasa gatal yang intens. Uniknya, IL-4 dan IL-13 tak hanya memicu peradangan, tapi juga memperburuk kondisi kulit dengan menurunkan produksi protein struktural seperti filaggrin. Ini menciptakan siklus berulang antara peradangan dan kerusakan kulit.


Dr. Michael Greene, seorang ahli imunologi, menyampaikan bahwa "Menargetkan jalur IL-4 dan IL-13 telah menjadi terobosan dalam terapi eczema, karena keduanya memainkan peran kunci dalam memicu dan memperpanjang penyakit ini."


Fase Kronis: Lebih dari Sekadar Sel Th2


Jika pada tahap awal eczema didominasi oleh Th2, maka pada tahap kronis, sistem imun menjadi jauh lebih kompleks. Sel T helper 1 (Th1) mulai mengambil alih, menghasilkan interferon-gamma yang memperkuat peradangan jangka panjang. Selain itu, sel Th17 yang biasanya bertugas melawan infeksi luar, juga ditemukan dalam lesi eczema parah dan mengeluarkan IL-17, yang mengaktifkan sel-sel kulit dan menarik neutrofil (sel peradangan lainnya).


Sementara itu, sel T regulator (Treg) yang seharusnya meredam reaksi imun justru gagal menjalankan fungsinya secara optimal. Ketidakseimbangan ini memperparah kondisi eczema dan membuatnya sulit dikendalikan.


Peran Mikrobioma Kulit: Sekutu atau Musuh?


Kulit penderita eczema seringkali didominasi oleh bakteri Staphylococcus aureus, yang memperparah peradangan dengan mengaktifkan reseptor imun seperti TLR2 pada sel kulit. Aktivasi ini memicu respons imun bawaan yang semakin merusak pelindung kulit.


Namun, ada juga mikroba baik seperti Staphylococcus epidermidis yang memproduksi senyawa seperti asam butirat. Senyawa ini mampu mengatur ekspresi gen dan membantu menghambat pertumbuhan S. aureus serta mengurangi peradangan. Temuan ini membuka potensi terapi baru yang berfokus pada pemulihan keseimbangan mikrobioma kulit.


Menggabungkan Dua Teori Besar: "Dari Luar ke Dalam" dan "Dari Dalam ke Luar"


Sebelumnya, para ahli memperdebatkan dua teori besar: apakah eczema dimulai dari kerusakan kulit ("outside-in") atau dari gangguan sistem imun ("inside-out"). Kini, keduanya dianggap saling berkaitan dan saling memperkuat. Kombinasi kerusakan penghalang kulit dan respons imun yang abnormal menciptakan siklus kronis yang sulit dihentikan.


Harapan Baru: Terapi Canggih untuk Eczema


Dengan semakin dalamnya pemahaman terhadap sistem imun dalam eczema, lahirlah terapi-terapi biologis yang menargetkan sitokin spesifik dan jalur sinyal imun. Salah satu contohnya adalah Dupilumab, obat yang menghambat reseptor IL-4, dan telah menunjukkan hasil luar biasa dalam mengurangi peradangan dan rasa gatal.


Terapi masa depan kini diarahkan untuk:


- Mengontrol jalur imun lain seperti Th17 dan Th1


- Memperbaiki lapisan pelindung kulit secara langsung


- Menyeimbangkan kembali mikrobioma kulit secara alami


Dengan pendekatan yang lebih personal dan berbasis imunologi, penderita eczema kini punya harapan baru untuk kualitas hidup yang lebih baik. Dr. Sarah Thompson menegaskan, "Memahami akar imunologi dari eczema mengubah cara pandang kita terhadap penyakit ini, bukan lagi hanya masalah kulit, tetapi bagian dari kondisi imunologi sistemik."


Eczema bukanlah penyakit sepele. Ia mencerminkan interaksi kompleks antara genetik, sistem imun, dan lingkungan yang saling memengaruhi. Dengan riset yang terus berkembang, masa depan pengobatan eczema tampak semakin cerah, lebih tepat sasaran, lebih aman, dan lebih efektif.


simak video "caara menangani Eczema"

video by "DRV CHANNEL"