Di era serba digital ini, data pribadi tidak hanya terkumpul saat Anda mengunggah foto atau menulis status di media sosial.
Faktanya, hampir setiap aktivitas harian, mulai dari menggunakan GPS, bertanya ke asisten virtual, hingga sekadar menonton TV, secara diam-diam mengumpulkan informasi tentang diri Anda.
Dan inilah fakta mengejutkannya: banyak dari kita justru memberikan akses penuh ke data tersebut secara sukarela, tanpa benar-benar tahu seberapa dalam informasi yang diambil. Sistem berbasis kecerdasan buatan (AI) sangat mengandalkan data ini. Mereka menggunakan pola-pola aktivitas pengguna untuk membuat prediksi, rekomendasi, bahkan keputusan, semuanya dilakukan secara otomatis. Tapi di balik kemudahan itu, ada harga yang dibayar: privasi.
1. Aplikasi Sehari-hari Minta Izin yang Berlebihan
Coba perhatikan aplikasi di ponsel Anda. Banyak yang meminta akses lebih dari yang dibutuhkan. Contohnya, aplikasi senter sederhana bisa saja meminta akses ke kamera, lokasi, bahkan mikrofon. Dengan bantuan AI, data berlebih ini dianalisis untuk mengetahui kebiasaan pengguna dan membentuk profil konsumen yang kemudian dijual ke pengiklan.
2. Perangkat Pintar Selalu Mendengarkan
Asisten suara seperti smart speaker memang memudahkan hidup: mengatur alarm, memutar lagu, atau menjawab pertanyaan. Tapi jangan lupa, perangkat ini "selalu mendengarkan" demi mendeteksi kata pemicu. Artinya, ada kemungkinan percakapan pribadi ikut terekam, dianalisis oleh AI, dan disimpan di server perusahaan. Ini bisa dicegah jika Anda tahu cara mengatur pengaturan privasinya.
3. Teknologi Pengenalan Wajah Makin Meluas
Membuka kunci ponsel dengan wajah atau melewati pemeriksaan bandara sudah jadi hal biasa. Tapi tahukah Anda bahwa beberapa perusahaan swasta mulai mengumpulkan data wajah untuk melatih model AI mereka? Ironisnya, hal ini sering dilakukan tanpa persetujuan yang jelas dari pengguna.
1. Ada Hukum Privasi Tapi Tak Berlaku di Semua Tempat
Beberapa wilayah seperti Uni Eropa punya regulasi kuat seperti GDPR (General Data Protection Regulation), dan di Amerika Serikat ada CCPA (California Consumer Privacy Act). Hukum-hukum ini memberi hak kepada pengguna untuk mengakses, menghapus, atau membatasi penggunaan data pribadi. Namun, hukum ini hanya berlaku di wilayah tertentu dan tidak mengikat semua perusahaan secara global.
2. Banyak Negara Masih Lemah dalam Regulasi
Di berbagai belahan dunia, hukum perlindungan data masih sangat minim atau bahkan belum ada. Ini memberi celah besar bagi perusahaan untuk mengumpulkan, menganalisis, bahkan menjual data pengguna tanpa konsekuensi hukum yang serius.
3. Teknologi Lebih Cepat dari Regulasi
Perkembangan AI sangat cepat. Sayangnya, hukum tidak bisa mengejarnya. Menurut pakar privasi data, Dr. Ann Cavoukian, saat ini model AI sudah jauh melampaui batas hukum yang ada. Ia menyarankan agar perusahaan menerapkan prinsip "privasi sejak awal", bukan menjadikannya sebagai pemikiran terakhir.
Menunggu pemerintah atau perusahaan besar membuat perubahan bisa terlalu lama. Tapi ada langkah-langkah nyata yang bisa dilakukan sendiri mulai sekarang:
1. Periksa Izin Aplikasi Secara Berkala
Luangkan waktu beberapa bulan sekali untuk membuka pengaturan aplikasi di ponsel. Nonaktifkan izin yang tidak diperlukan. Misalnya, jika aplikasi kalender meminta akses ke mikrofon—itu patut dipertanyakan.
2. Gunakan Aplikasi Pesan yang Terenkripsi
Gunakan aplikasi seperti Signal atau Telegram yang menawarkan enkripsi end-to-end. Artinya, bahkan penyedia layanan pun tidak bisa membaca pesan Anda. Berbeda dengan platform populer lain yang mungkin menggunakan data untuk iklan.
3. Atur Ulang Pengaturan Perangkat Pintar
Periksa pengaturan di perangkat seperti speaker pintar. Banyak yang memungkinkan Anda mematikan fitur rekaman suara atau menghapus riwayat suara. Luangkan waktu untuk membaca detail privasinya.
4. Gunakan Peramban dan Mesin Pencari yang Fokus pada Privasi
Berpindah ke peramban seperti Brave dan mesin pencari seperti DuckDuckGo bisa menjadi langkah cerdas. Mereka memblokir pelacak dan tidak menyimpan data pribadi.
5. Baca Sebelum Klik "Setuju"
Kebanyakan orang langsung klik "setuju" saat membuka aplikasi baru tanpa membaca ketentuannya. Padahal, banyak dari persetujuan itu memberi hak penuh ke perusahaan untuk mengakses dan membagikan data. Setidaknya, cari kata-kata seperti "berbagi dengan pihak ketiga" atau "penjualan data" sebelum menyetujui.
Kecerdasan buatan bukanlah musuh. AI bisa digunakan secara etis, asalkan ada transparansi. Yang dibutuhkan publik hanyalah kejelasan: data apa yang dikumpulkan, untuk tujuan apa, dan bagaimana penyimpanannya. Perusahaan yang menjelaskan kebijakan privasi secara sederhana, bukan dalam bahasa hukum yang rumit, akan lebih dipercaya.
Itu tergantung tindakan yang diambil mulai sekarang. AI akan terus berkembang dan menyatu dengan kehidupan. Tapi privasi tidak harus dikorbankan demi kemajuan teknologi.
Mulailah dengan tindakan kecil: periksa izin aplikasi, ubah pengaturan perangkat, dan pilih layanan yang memprioritaskan privasi. Dorong perusahaan untuk lebih transparan dan dorong pemerintah untuk membuat regulasi yang lebih modern.
Sudah saatnya berhenti "tidur nyenyak" di era AI. Saatnya bangun, sadar, dan ambil kembali kendali atas data pribadi.