Laporan terbaru dari Socially Powerful menyoroti perbedaan mencolok antara dua generasi konsumen terbesar saat ini: Gen Z dan Milenial. Mulai dari bagaimana mereka menemukan produk baru hingga siapa yang paling dipercaya dalam membuat keputusan belanja, perbedaannya tidak bisa diabaikan.


Bagi para pebisnis, temuan ini bisa menjadi kunci emas untuk menyusun strategi pemasaran yang benar-benar tepat sasaran.


Influencer Jadi Panutan Baru Gen Z


Gen Z tumbuh dalam dunia digital, membuat mereka sangat akrab dengan influencer. Berdasarkan laporan, mereka 20% lebih mudah terpengaruh oleh promosi dari kreator media sosial dibanding Milenial. Ketika seorang influencer mengulas skincare atau sneakers terbaru, Gen Z cenderung langsung tertarik. Bagi mereka, ulasan dari influencer terasa lebih jujur dan relatable dibandingkan iklan tradisional.


Cara Gen Z Menemukan Produk yang Lagi Tren


Salah satu kebiasaan khas Gen Z adalah sering berpindah platform untuk mencari referensi produk. Sebanyak 20% dari mereka aktif menjelajahi konten influencer untuk mengikuti tren terkini. Mereka memanfaatkan video singkat, unboxing, hingga tutorial sebagai sumber inspirasi. Sebaliknya, hanya 17% dari Milenial yang melakukan hal serupa. Meski selisihnya tampak kecil, dampaknya bisa sangat besar dalam menentukan arah strategi pemasaran.


Gen Z Terhubung Secara Emosional dengan Influencer


Gen Z tak hanya menonton konten, tapi juga merasa punya hubungan emosional dengan kreator favorit mereka. Mereka 20% lebih sering mengikuti kreator di berbagai platform, menciptakan hubungan yang terasa pribadi. Bagi pebisnis, ini adalah peluang besar untuk membangun kampanye yang tidak sekadar promosi satu kali, melainkan hubungan jangka panjang yang terasa nyata.


Milenial Lebih Percaya Rekomendasi Orang Terdekat


Berbeda dengan Gen Z, Milenial lebih mengandalkan masukan dari lingkaran terdekat, seperti teman dan keluarga dalam menentukan pilihan belanja. Mereka 7% lebih cenderung mengikuti saran dari orang yang dikenal dibanding Gen Z. Bahkan, 28% Milenial mengaku menemukan produk melalui obrolan langsung atau pesan pribadi, sementara Gen Z hanya 26%. Ini menjadi isyarat penting bahwa pendekatan berbasis relasi dan komunitas sangat efektif untuk menarik hati Milenial.


Strategi Ampuh Menarik Perhatian Milenial


Bagi pebisnis yang ingin menjangkau Milenial, pendekatan terbaik adalah mengandalkan kekuatan komunitas dan testimoni nyata. Program referral, ulasan dari pelanggan, dan ajakan berbagi pengalaman bisa membangun kepercayaan yang kuat. Komunitas seperti grup lingkungan atau forum minat khusus sangat potensial untuk menyebarkan pengaruh secara organik.


Meski Digital, Gen Z Tetap Suka Coba Produk Langsung


Walaupun akrab dengan dunia digital, 41% Gen Z masih memilih datang langsung ke toko untuk mencoba produk, terutama dalam sektor kecantikan dan wellness. Mereka sering menonton tutorial dari influencer, lalu mengunjungi toko untuk merasakan produk secara langsung. Ini mengisyaratkan pentingnya strategi omnichannel, menggabungkan kehadiran online dan offline secara mulus.


Skenario Belanja Ideal: Kombinasi Digital dan Fisik


Bayangkan seorang influencer memperkenalkan produk kosmetik secara online, lalu tampil di acara demo langsung di gerai. Atau sebuah kampanye untuk Milenial yang memadukan video testimoni dari teman sebaya dengan workshop lokal. Pendekatan seperti ini menyatukan kenyamanan belanja digital dengan sentuhan personal dalam dunia nyata.


Kombinasi Cerdas: Strategi Hybrid untuk Dua Generasi


Pebisnis tidak harus memilih antara kekuatan influencer dan komunitas. Jawaban terbaik adalah: gabungkan keduanya. Untuk Gen Z, kolaborasi dengan kreator digital bisa menciptakan gebrakan besar. Sementara untuk Milenial, konten dari teman sebaya dan insentif rekomendasi lebih efektif dalam membangun kepercayaan. Format konten juga harus disesuaikan, video singkat dan tren visual untuk Gen Z, konten informatif dan mendalam untuk Milenial.


Bagaimana Cara Mengukur Keberhasilan Kampanye?


Sukses kampanye tidak semata-mata diukur dari jumlah likes atau shares. Yang lebih penting adalah peningkatan penjualan, loyalitas pelanggan, dan seberapa banyak rekomendasi yang muncul secara organik. Pebisnis juga perlu mencermati seberapa sering brand mereka dibicarakan di media sosial dan seberapa kuat komunitas yang terbentuk di sekitarnya. Data ini dapat menjadi kompas yang menuntun arah strategi pemasaran ke jalur yang lebih efektif dan efisien.


Gen Z dan Milenial memang sama-sama melek digital, tapi cara mereka berinteraksi dengan dunia belanja sangat berbeda. Gen Z lebih mudah terpengaruh tren dari influencer, sementara Milenial cenderung percaya pada pengalaman orang-orang di sekitar mereka. Dengan memahami pola ini, pebisnis dapat membangun strategi pemasaran hybrid yang mampu menjangkau hati dua generasi, menggabungkan sentuhan digital yang dinamis dengan kekuatan komunitas yang nyata.