Rencana awal cuma ingin menghabiskan lima hari di sebuah desa kecil dekat Chiang Dao, Thailand Utara. Tujuannya sederhana: santai, jalan-jalan, dan mencoba mie khas khao soi ayam yang terkenal. Tidak ada niat untuk tinggal lama. Namun, kenyataan berkata lain.


Hari demi hari berlalu. Lima hari berubah jadi dua minggu, dua minggu melambat jadi satu bulan. Liburan yang awalnya singkat berubah jadi pengalaman yang sangat berarti.


Chiang Dao berada sekitar 70 kilometer dari Chiang Mai. Untuk sampai ke sana, bisa naik bus, van, atau motor. Bus berangkat dari Terminal Bus Chang Phuak di Chiang Mai, dengan perjalanan sekitar 1,5 sampai 2 jam. Biayanya antara 40 sampai 80 baht (sekitar Rp18.000 sampai Rp32.000). Desa tempat tinggal hanya sekitar 15 menit dari kota Chiang Dao, dan Anda bisa naik songthaew (angkutan umum lokal) atau sewa motor dengan harga sekitar 200 baht per hari (sekitar Rp90.000).


1. Belajar Menikmati Waktu dan Hidup dengan Lebih Santai


Hal yang langsung terasa berbeda adalah kecepatan hidup di desa.


Kalau di kota besar biasanya serba cepat dan terburu-buru, di desa ini waktu berjalan mengikuti matahari. Toko buka saat pemiliknya bangun tidur, makan siang dilakukan saat merasa lapar, dan tidur siang dianggap hal biasa, tanpa rasa bersalah.


Awalnya terasa membingungkan dan bikin kesal. Tapi lama-kelamaan justru membuat lega.


- Makan tidak perlu cepat, karena nikmatnya harus dirasakan


- Diam bukan berarti canggung, tapi membawa ketenangan


- Rencana hanyalah panduan, bukan sesuatu yang harus dipatuhi


Melambat bukan berarti malas, tapi cara agar bisa hadir sepenuhnya dalam setiap momen.


2. Hidup Bersama Warga, Bukan Sekedar Turis


Semakin lama tinggal, hubungan dengan warga desa jadi lebih dekat.


Bisa ikut membantu memasak nasi ketan dengan ayam bersama ibu-ibu desa, menemani anak-anak ke sekolah, atau ikut gotong royong membersihkan lingkungan setiap minggu. Tidak ada momen yang ingin dipamerkan, tapi semua kegiatan itu membuat merasa benar-benar bagian dari desa.


Seorang remaja bernama Bee pernah minta bantuan untuk belajar bahasa Inggris. Sebagai gantinya, dia mengajari cara mengendarai motor di jalan tanah dan mengenali buah liar yang bisa dimakan. Pertukaran sederhana ini membuat pengalaman semakin berkesan.


Bagi yang ingin mencoba, banyak homestay di daerah tersebut, seperti “Chiang Dao Nest” yang menyediakan penginapan nyaman dan menghubungkan dengan berbagai kegiatan lokal. Harga sekitar 600 sampai 1.500 baht per malam (sekitar Rp270.000 sampai Rp675.000). Anda juga bisa mencari peluang sukarelawan lewat platform seperti Workaway atau Worldpackers.


3. Hidup Selaras dengan Alam dan Perubahan Cuaca


Tanpa AC dan listrik yang selalu menyala, menjadi lebih peka pada lingkungan sekitar.


Dapat merasakan angin yang berganti arah, suara katak yang makin keras sebelum hujan, atau mengetahui waktu menanam yang tepat berdasarkan tanda-tanda alam.


Petani di sana mungkin tidak punya banyak uang, tapi pengetahuan mereka tentang alam sangat luas. Mereka tahu tanaman apa yang bisa menyembuhkan, bagaimana memanfaatkan sumber daya secara maksimal, dan cara mendaur ulang yang alami.


- Daun pisang digunakan sebagai piring


- Air hujan dimanfaatkan untuk mandi


- Sisa makanan diolah menjadi kompos


Ini bukan sekadar gaya hidup sederhana, tapi cara hidup yang seimbang dan ramah lingkungan.


Bagi yang tertarik, ada banyak pertanian organik yang menawarkan workshop tentang pertanian berkelanjutan dan teknik alami. Biaya sekitar 300 sampai 500 baht termasuk makan siang. Pesan terlebih dahulu agar tempatnya tersedia.


4. Budaya yang Hidup dalam Keseharian


Budaya di desa tidak harus berupa pertunjukan atau acara besar.


Hormat dan sopan santun tampak dari cara warga menyapa orang yang lebih tua, atau bagaimana mereka memperlakukan tamu dengan penuh kehangatan. Kebaikan hati terlihat dari buah segar yang ditinggalkan di depan rumah sebagai tanda perhatian.


Orang-orang di desa tidak bertanya pekerjaan, tapi lebih ingin tahu bagaimana perasaan Anda dan apakah Anda menyukai makanan lokal.


- Saran: Kalau diundang ke acara desa, bawalah sesuatu, bisa buah atau makanan kecil sebagai tanda penghormatan.


Untuk ikut acara atau perayaan, menginap di homestay milik warga lokal adalah cara terbaik. Biasanya mereka akan mengajak Anda bergabung. Jangan lupa memakai pakaian sopan dan membuka sepatu sebelum masuk rumah.


5. Dari Orang Luar Menjadi Bagian Keluarga Desa


Momen paling menyentuh adalah saat seorang nenek mengikatkan gelang benang putih di pergelangan tangan dan memberikan doa singkat. Itu tanda bahwa Anda sudah dianggap seperti keluarga sendiri.


Gelar “pee nong” yang berarti saudara bukan diberikan begitu saja. Butuh waktu, keakraban, dan saling menghargai.


Setelah sebulan, sudah punya julukan lokal, tempat belanja buah favorit, dan tempat nongkrong di pasar pagi yang ramai.


Pasar pagi buka sejak pukul 5.30 dan tutup sekitar pukul 9.00. Minuman seperti teh atau kopi lokal hanya sekitar 10 sampai 20 baht, dan ada banyak makanan sarapan khas seperti nasi ketan dan ayam bakar. Tempat ini juga bagus untuk berlatih sapaan sederhana dalam bahasa Thailand.


Pelajaran Berharga dari Hidup di Desa


Berikut hal penting yang tidak bisa didapat dari buku panduan wisata:


- Hidup tidak harus selalu diatur jadwal ketat agar berarti


- Hubungan budaya yang dalam butuh waktu, bukan kunjungan singkat


- Aktivitas sederhana seperti mencuci piring bisa membuat hati terhubung


- Bahasa bukan satu-satunya jalan untuk diterima


- Melambat membawa ketenangan dan kejernihan pikiran


Bayangkan bangun pagi bersama ayam, ikut memasak, dan tidur dengan suara alam yang menenangkan. Berwisata membuat Anda melihat apa yang berbeda, tapi tinggal di sana membuat Anda menemukan apa yang mungkin. Dan jika tinggal cukup lama sampai tidak lagi merasa sebagai tamu, Anda akan pulang membawa lebih dari sekadar kenangan, tapi cara hidup yang baru dan bermakna.