Tahukah Anda bahwa rasa gatal, ruam, atau bentol yang muncul tiba-tiba saat terkena udara dingin bisa jadi bukan reaksi biasa?


Dalam dunia medis, kondisi ini dikenal dengan istilah cold urticaria atau urtikaria dingin, sebuah reaksi imun langka yang dapat memicu gejala ringan hingga mengancam jiwa jika tidak segera dikenali dan ditangani dengan tepat.


Mengenal Cold Urticaria: Bukan Sekadar Alergi Kulit


Cold urticaria termasuk dalam kelompok urtikaria fisik, yaitu jenis alergi yang dipicu oleh rangsangan dari luar tubuh. Tanda paling khas dari kondisi ini adalah munculnya bentol-bentol merah, gatal, dan menonjol pada kulit setelah terpapar suhu dingin, baik dari udara, air, maupun permukaan benda dingin.


Reaksi ini terjadi karena pelepasan histamin dari sel mast di dalam tubuh. Meski begitu, para peneliti belum sepenuhnya memahami apa yang sebenarnya memicu aktivasi sel-sel ini secara mendalam.


Apa Penyebabnya? Ternyata Bisa Diturunkan Secara Genetik!


Sebagian besar kasus cold urticaria bersifat idiopatik, artinya penyebab pastinya belum diketahui. Namun, ada juga bentuk turunan dari kondisi ini yang berkaitan dengan kelainan genetik, seperti sindrom peradangan autoimun dingin keluarga (familial cold autoinflammatory syndrome atau FCAS). Pada kasus tersebut, mutasi gen NLRP3 diketahui menjadi penyebabnya, yang menyebabkan regulasi sistem imun terganggu saat terpapar suhu rendah.


Di sisi lain, bentuk cold urticaria yang didapat atau acquired biasanya muncul di usia remaja atau dewasa muda, dan tidak memiliki riwayat keluarga. Dalam beberapa kasus, gejala pertama kali muncul setelah seseorang mengalami infeksi virus, yang kemudian diduga memicu gangguan pada sistem kekebalan tubuh.


Bagaimana Cara Mendeteksi Cold Urticaria? Lebih dari Sekadar Tes Kulit


Mendiagnosis cold urticaria tidak cukup hanya berdasarkan cerita gejala. Salah satu tes sederhana yang sering dilakukan adalah ice cube test, yaitu meletakkan es batu di lengan selama 1–5 menit. Jika setelahnya muncul bentol atau kemerahan, kemungkinan besar Anda mengalami reaksi terhadap suhu dingin.


Namun, tidak semua kasus menunjukkan hasil positif dalam tes ini. Pada bentuk yang lebih sistemik, tes kulit bisa jadi tidak memberikan hasil yang akurat. Karena itu, riwayat medis sangat penting, termasuk kapan gejala pertama kali muncul, seberapa sering kambuh, dan seberapa parah reaksinya.


Waspada! Bisa Picu Reaksi Berat Hingga Anfal


Bagi sebagian besar penderita, cold urticaria hanya menyebabkan gejala ringan dan hilang dengan sendirinya. Namun, dalam beberapa kasus, kondisi ini bisa membahayakan. Misalnya, saat berenang di air dingin, tubuh bisa mengalami reaksi sistemik berupa anafilaksis, reaksi alergi parah yang ditandai dengan tekanan darah menurun drastis, sesak napas, dan bahkan kehilangan kesadaran.


Menurut laporan dari Dr. Jonathan Spergel, sekitar 30% penderita cold urticaria mengalami gejala sistemik. Oleh karena itu, penting untuk melakukan penilaian risiko dan rencana penanganan khusus, terutama bagi anak muda dan remaja yang aktif beraktivitas di luar ruangan.


Strategi Penanganan: Dari Obat Hingga Gaya Hidup


Penanganan cold urticaria biasanya dimulai dengan pemberian antihistamin generasi kedua yang bekerja tanpa menyebabkan kantuk. Jika gejala tetap muncul atau bersifat berat, dokter dapat meresepkan omalizumab, yaitu antibodi monoklonal yang menargetkan IgE, zat yang berperan dalam reaksi alergi.


Penggunaan omalizumab telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam mengurangi frekuensi dan intensitas gejala. Bahkan, menurut studi terbaru, obat ini semakin sering digunakan secara off-label untuk menangani jenis urtikaria fisik lainnya, karena memiliki profil keamanan yang baik.


Selain pengobatan, edukasi pencegahan sangat penting. Pasien disarankan untuk mengenakan pakaian berlapis dan berbahan hangat saat berada di luar ruangan, menghindari air es atau minuman dingin, serta menjaga suhu ruangan agar tetap nyaman.


Bisakah Sembuh? Ini Harapan Jangka Panjangnya


Kabar baiknya, cold urticaria tidak selalu berlangsung seumur hidup. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% pasien mengalami remisi spontan dalam waktu lima hingga enam tahun. Namun, karena sifatnya yang tidak dapat diprediksi, pemantauan jangka panjang tetap diperlukan.


Menurut Dr. Caroline P. Halverstam, setiap pasien membutuhkan pendekatan yang dipersonalisasi. “Kondisi ini sangat bervariasi antara satu individu dengan yang lain,” ujarnya. “Penting bagi pasien untuk memiliki rencana penanganan yang jelas dan akses terhadap obat darurat jika risiko anafilaksis cukup tinggi.”


Cold urticaria bukanlah sekadar masalah kulit biasa. Jika diabaikan, kondisi ini bisa berkembang menjadi reaksi yang membahayakan nyawa. Penting bagi tenaga medis dan masyarakat umum untuk mengenali tanda-tandanya sejak dini, melakukan diagnosis dengan akurat, serta mengadopsi strategi penanganan yang tepat berdasarkan bukti medis terkini. Jangan tunggu sampai terlambat, waspadai setiap reaksi tubuh saat suhu mulai menurun.