Zika virus (ZIKV), yang dulu dianggap sebagai virus ringan, kini dikenal luas sebagai ancaman serius bagi kehamilan. Virus ini telah mengalami perubahan status medis menjadi virus teratogenik, yaitu virus yang menyebabkan kerusakan pada perkembangan janin, khususnya pada sistem saraf pusat.
Kondisi yang muncul akibat infeksi virus Zika selama kehamilan dikenal sebagai Sindrom Zika Kongenital (Congenital Zika Syndrome/CZS), yang meliputi berbagai kelainan struktural dan fungsi sistem saraf pusat pada bayi yang terinfeksi sejak dalam kandungan.
Bagaimana Virus Zika Mengubah Perkembangan Otak Janin
Virus Zika memiliki kecenderungan kuat untuk menyerang jaringan saraf yang masih berkembang. Setelah masuk ke dalam aliran darah ibu dan melewati plasenta, virus ini menargetkan sel progenitor saraf, yaitu sel-sel induk yang bertugas membentuk sistem saraf. Virus ini mengganggu proses alami pembelahan dan diferensiasi sel tersebut, yang akhirnya menyebabkan penurunan jumlah sel otak, penipisan korteks, dan kematian sel di area krusial otak janin.
Menurut Prof. Dr. Karin Nielsen-Saines, seorang pakar penyakit infeksi anak, “Zika berkembang sangat cepat di jaringan otak, terutama pada awal kehamilan saat otak sedang dalam masa pembentukan yang sangat aktif.” Pemeriksaan medis dan pencitraan otak mendukung pernyataan ini, bahkan pada kasus yang tidak menunjukkan kelainan fisik saat lahir, kerusakan otak tetap bisa terdeteksi.
Gejala Klinis: Lebih dari Sekadar Kepala Kecil
Awalnya, gangguan yang paling terlihat dari infeksi Zika adalah mikrosefali, yaitu ukuran kepala bayi yang sangat kecil. Namun, penelitian lanjutan menunjukkan bahwa dampak ZIKV jauh lebih kompleks. CZS kini diketahui dapat menyebabkan berbagai jenis gangguan perkembangan sistem saraf pusat, seperti:
- Penyederhanaan struktur korteks dan pola lipatan otak yang abnormal
- Kalsifikasi otak, khususnya di area subkortikal
- Penumpukan cairan di dalam ventrikel otak
- Kelainan sendi yang bersifat neurogenik karena gangguan jalur motorik
- Gangguan fungsi sensorik seperti penglihatan dan pendengaran
Protokol Diagnosis: Deteksi Dini Sangat Penting
Diagnosis infeksi ZIKV selama kehamilan dilakukan melalui pemeriksaan RT-PCR untuk mendeteksi materi genetik virus serta tes serologi IgM sebagai konfirmasi tambahan. Pemeriksaan ultrasonografi dapat mulai menunjukkan kelainan sejak pertengahan kehamilan. Sementara itu, MRI janin memberikan gambaran yang lebih rinci tentang arsitektur otak.
Karena sensitivitas tes sangat tergantung pada waktu pemeriksaan, pemantauan secara berkala sangat dianjurkan. Setelah bayi lahir, evaluasi lanjutan meliputi pencitraan otak, pemeriksaan pendengaran dan penglihatan, serta pemantauan tumbuh kembang secara menyeluruh.
Pencegahan dan Penanganan: Apa yang Bisa Dilakukan?
Hingga saat ini, belum ada obat atau antivirus yang secara khusus dapat menyembuhkan infeksi Zika. Beberapa kandidat vaksin berbasis mRNA, virus inaktif, dan vektor virus sedang dalam tahap uji klinis. Hasil awal cukup menjanjikan, namun keamanan untuk penggunaan selama kehamilan belum sepenuhnya dipastikan.
Oleh karena itu, langkah pencegahan masih menjadi pilihan utama:
- Pengendalian lingkungan untuk mengurangi populasi nyamuk
- Menggunakan pelindung diri saat cuaca hangat atau di daerah endemis
- Konsultasi reproduksi bagi pasangan yang tinggal atau bepergian ke wilayah berisiko tinggi
Implikasi Etis dan Klinis yang Rumit
Infeksi ZIKV selama kehamilan menimbulkan dilema medis dan etis yang tidak mudah. Ketika infeksi terjadi pada awal kehamilan, dokter harus menyampaikan informasi dengan sangat hati-hati kepada orang tua, karena prognosis janin sering kali tidak dapat dipastikan.
Dr. Catherine Spong, pakar kedokteran ibu dan janin, mengatakan, “Ketidakpastian mengenai dampak jangka panjang pada janin membuat proses konseling menjadi sangat personal dan kompleks.” Penanganan ideal melibatkan tim multidisipliner yang terdiri dari dokter kandungan, ahli saraf anak, dan spesialis penyakit infeksi.
Masa Depan Anak yang Terpapar Zika di Dalam Rahim
Anak-anak yang lahir dari ibu yang terinfeksi Zika membutuhkan pemantauan jangka panjang. Riset terkini menunjukkan bahwa dampak neurokognitif mungkin baru muncul bertahap, terutama dalam hal kemampuan bahasa, fungsi eksekutif, serta interaksi sosial.
Menariknya, pada beberapa anak yang tidak menunjukkan kelainan struktur otak saat lahir, tetap ditemukan keterlambatan perkembangan ringan hingga sedang di usia prasekolah. Ini menjadi pengingat bahwa infeksi ZIKV tidak boleh diabaikan, meskipun perhatian publik terhadap virus ini sudah mereda.
Meskipun sorotan dunia telah beralih ke penyakit lain, Zika tetap menjadi ancaman nyata, khususnya di daerah dengan populasi nyamuk yang mampu menyebarkan virus ini. Kesiapsiagaan tenaga medis harus tetap tinggi, terutama dalam memberikan konseling, diagnosis dini, dan pemantauan anak-anak yang lahir dari ibu yang terinfeksi.