Gangguan darah langka sering kali luput dari perhatian karena tidak menunjukkan gejala mencolok. Padahal, di balik kelangkaannya, penyakit-penyakit ini bisa memicu komplikasi serius yang menyerang berbagai organ tubuh.
Kelainan ini umumnya berkaitan dengan gangguan dalam pembentukan sel darah, pembekuan, atau sistem kekebalan tubuh. Tidak jarang, pasien berpindah-pindah dari satu dokter ke dokter lain tanpa mendapat kepastian, karena gejalanya sering dianggap sebagai keluhan biasa.
Sebuah studi terbaru menyoroti pentingnya skrining genetik sejak dini, bahkan pada pasien yang hanya menunjukkan gejala ringan seperti kelelahan, mudah memar, atau peradangan kronis. Tanpa kesadaran dini, gangguan darah langka ini dapat berkembang menjadi kondisi serius yang mengancam kehidupan.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH): Penyakit Diam yang Mematikan
PNH adalah kelainan sel punca yang didapat, ditandai oleh tidak adanya protein jangkar GPI di permukaan sel darah merah. Ketiadaan protein ini membuat sel darah merah rentan terhadap penghancuran oleh sistem komplemen tubuh. PNH dapat muncul dengan gejala hemolisis tanpa penyebab jelas, pembekuan darah di lokasi yang tidak biasa, dan rasa lelah ekstrem.
Obat golongan inhibitor komplemen, seperti eculizumab, telah terbukti mampu menekan kerusakan sel darah dan menurunkan risiko komplikasi trombosis jika diberikan sejak dini. Selain itu, PNH juga bisa menurunkan kadar oksida nitrat dalam tubuh, memicu gangguan otot polos seperti nyeri perut dan kesulitan menelan.
Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (TTP): Bahaya Mikro yang Mematikan
TTP disebabkan oleh defisiensi berat enzim ADAMTS13, yang menyebabkan akumulasi multimers von Willebrand factor yang sangat besar. Kondisi ini memicu penggumpalan trombosit berlebih, membentuk trombus mikro yang dapat merusak berbagai organ secara bersamaan.
Gejalanya bisa mencakup gangguan neurologis, demam, hingga kerusakan ginjal. Tanpa penanganan segera, tingkat kematian akibat TTP bisa melebihi 90%. Pertukaran plasma secara cepat masih menjadi standar utama terapi, namun terapi baru seperti caplacizumab menunjukkan harapan dengan mempercepat normalisasi jumlah trombosit.
Hemophagocytic Lymphohistiocytosis (HLH): Ketika Sistem Imun Menyerang Tubuh Sendiri
HLH adalah kondisi langka yang sangat serius, di mana sistem imun bekerja secara berlebihan dan tak terkendali. Pemicunya bisa berupa infeksi berat, kanker, atau penyakit autoimun. Gejalanya sering kali samar, seperti demam tinggi, anemia, pembengkakan organ, hingga kadar feritin yang sangat tinggi.
HLH bisa menyebabkan kerusakan sistemik serius melalui lonjakan produksi sitokin, terutama interferon-gamma dan interleukin-6. Diagnosis cepat berdasarkan kriteria HLH-2004 dan pemberian terapi imunosupresif segera, seperti deksametason dan etoposid, sangat penting untuk menyelamatkan nyawa.
Congenital Dyserythropoietic Anemia (CDA): Kelainan Genetik di Inti Sel Darah
CDA adalah kelompok kelainan darah turunan yang memengaruhi pematangan sel darah merah di sumsum tulang. Walau mirip dengan anemia defisiensi besi, CDA memiliki ciri khas pada morfologi sumsum tulang seperti adanya eritroblas binukleat dan jembatan kromatin internuklear.
CDA terdiri dari beberapa tipe, dengan mutasi genetik berbeda seperti CDAN1, SEC23B, dan KIF23. Pasien sering kali memerlukan transfusi darah dan terapi kelasi besi akibat kelebihan zat besi sekunder yang berbahaya bagi organ tubuh.
Myelofibrosis: Gangguan Serius dari Sumsum Tulang yang Mengganggu Produksi Sel Darah
Myelofibrosis merupakan neoplasma mieloproliferatif yang menyebabkan pertumbuhan abnormal sel punca darah, menghasilkan jaringan fibrosis di sumsum tulang dan pembentukan sel darah di luar sumsum (hematopoiesis ekstrameduler). Penyakit ini umumnya berkaitan dengan mutasi JAK2, CALR, atau MPL, yang memicu aktivasi jalur JAK-STAT.
Gejala yang sering muncul meliputi kelelahan, penurunan berat badan, serta rasa tidak nyaman di perut akibat pembesaran limpa. Pengobatan dengan inhibitor JAK seperti ruxolitinib dapat meredakan gejala dan mengecilkan ukuran limpa. Namun, transplantasi sel punca tetap menjadi satu-satunya terapi kuratif, biasanya diperuntukkan bagi pasien muda dengan risiko tinggi.
Dr. Ayalew Tefferi, pakar terkemuka dalam bidang neoplasma mieloproliferatif, menekankan bahwa mutasi pada gen penggerak seperti JAK2, CALR, dan MPL adalah kunci dalam terjadinya aktivasi jalur JAK-STAT yang menjadi dasar dari penyakit ini.
Dampak Sistemik dan Keterlambatan Diagnosis: Tantangan yang Masih Besar
Gangguan darah langka sering memberikan dampak pada banyak sistem tubuh. Gejalanya bisa muncul di berbagai bidang spesialisasi, seperti saraf, kulit, atau pencernaan, yang membuat pasien sering berkeliling dari satu klinik ke klinik lain sebelum akhirnya mendapatkan diagnosis yang tepat.
Sebuah studi multi-institusi pada tahun 2024 mengungkap bahwa 34% pasien dengan sindrom hematologis langka mengalami keterlambatan diagnosis lebih dari satu tahun. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar spesialis dan keterlambatan konsultasi hematologi sejak awal.
Gangguan darah langka menunjukkan bagaimana kelainan kecil pada sistem darah bisa berdampak besar terhadap keseimbangan tubuh secara keseluruhan. Para tenaga medis perlu lebih waspada terhadap pola laboratorium atau gejala klinis yang tidak biasa, serta lebih proaktif melakukan evaluasi mendalam saat diagnosis umum tidak memberikan jawaban.