Ketika pikiran Anda diliputi kekacauan hebat dan tubuh seolah diperangi oleh gejolak tanpa henti, itulah momen bahaya yang kerap dikenal sebagai serangan panik.


Berikut ini penjelasan lengkap mengenai penyebab, gejala, serta rekomendasi penanganan menurut penelitian dari para dokter dan psikolog terbaik, disajikan dengan gaya bahasa yang segar, menggugah, dan mudah dipahami. Yuk, simak hingga tuntas!


Apa Itu Serangan Panik dan Mengapa Bisa Terjadi?


Serangan panik adalah kondisi intens dan tiba-tiba ketika tubuh merespons seolah Anda tengah di ambang bahaya besar, padahal sebenarnya tidak. Ini bukan hanya “sangat cemas”, ini adalah kepanikan ekstrem yang membuat sistem saraf terbakar, memicu respons instan tubuh yang dikenal sebagai “fight-or-flight”. Dokter ahli saraf dan psikiater di Universitas Indonesia mengungkapkan bahwa respons ini dipicu oleh mekanisme tubuh yang keliru menilai sinyal stres, meskipun ancaman nyata tidak ada.


Penyebab Utama: Akumulasi Stres dan Factor Genetik


Peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga menunjukkan bahwa serangan panik sering kali terjadi akibat akumulasi stress kronis, dari tekanan pekerjaan, tuntutan keluarga, hingga masalah kehidupan harian. Stres tersebut bisa memicu peningkatan hormon kortisol dan adrenalin. Dalam jangka panjang, perubahan kimiawi ini memicu tubuh untuk bereaksi berlebihan terhadap situasi yang sebenarnya biasa.


Selain faktor lingkungan, ada pula aspek keturunan. Studi dari Departemen Psikiatri FKU UI menunjukkan bahwa seseorang dengan riwayat keluarga yang mengalami gangguan panik memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalaminya, sekitar 2–4 kali lipat dibanding mereka tanpa riwayat tersebut.


Gejala Serangan Panik: Lebih Dari Sekadar Gelisah


Gejala saat serangan panik menghantam bisa sangat intens dan muncul tiba-tiba. Berikut beberapa tanda utama yang biasanya muncul:


- Detak jantung sangat cepat – jantung berdegup cepat seperti ingin “meledak”.


- Kesulitan bernapas atau sesak nafas – Anda merasa sulit mengambil napas dalam-dalam.


- Pusing, tubuh gemetar – sensasi tubuh berguncang tanpa sebab.


- Rasa lemas atau mati rasa – sering terjadi pada tangan atau kaki.


- Rasa takut tidak terkendali – seperti merasa seolah akan mengalami sesuatu yang buruk.


Menurut peneliti psikologi klinis ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember), gejala ini bisa muncul hanya dalam hitungan menit, namun efeknya bisa membayangi selama berjam-jam bahkan menjalar ke hari-hari berikutnya.


Mengapa Disebut “Tiba-tiba”? Kondisi Fisiologis di Balik Layar


Seorang ahli dr. Ida Rochmawati, Sp.KJ menjelaskan bahwa penyebab utama sifat “tiba-tiba” pada serangan panik terletak pada sistem limbik, struktur otak yang mengatur respons emosional. Ketika terjadi ketidakseimbangan kimia otak, misalnya kekurangan neurotransmiter pengendali stres seperti serotonin dan GABA, sistem ini dapat memicu reaksi panik secara spontan, meskipun situasi objektif aman.


Riset Terkini: Strategi Penanganan Berbasis Ilmu


- Terapi Perilaku Kognitif (CBT)


Tim Fakultas Psikologi Universitas Airlangga membuktikan bahwa sesi CBT selama 12–16 minggu dapat menurunkan frekuensi serangan panik hingga 60–80%. Terapi ini membantu Anda mengenali pola pikir negatif, kemudian mengubahnya menjadi pola pikir yang lebih rasional dan menenangkan.


- Latihan Relaksasi dan Pernafasan Terfokus


Penelitian bersama dokter psikiatri RS Dr. Soetomo menunjukkan bahwa teknik pernapasan dalam (misalnya meditasi pernapasan berdurasi 5 menit per sesi) efektif menurunkan frekuensi serangan panik sebesar 30–40%.


- Dukungan dari Orang Terdekat


Dukungan dari orang terdekat, keluarga, teman, atau pasangan berperan besar dalam mempercepat pemulihan. Riset dari UGM menunjukkan bahwa kehadiran orang yang dipercaya dapat menurunkan kecemasan hingga setengahnya.


Apa yang Harus Dilakukan Saat Anda Menghadapi Badai Panik?


- Lakukan pernapasan 4–7–8: Tarik napas 4 detik, tahan 7 detik, buang perlahan selama 8 detik


- Alihkan fokus: Pegang benda dengan tekstur berbeda, seperti koin, kain, atau gelas.


- Gunakan frasa positif: Ucapkan pelan dalam hati, misalnya: “Saya aman. Ini hanya panik, tidak lebih.”


- Cari tempat tenang: Jika memungkinkan, duduk atau berbaring di tempat aman untuk menenangkan diri.


Kapan Harus ke Dokter?


Segera cari bantuan profesional jika:


- Serangan panik terjadi lebih dari 1-2 kali dalam sebulan.


- Membuat Anda menghindari aktivitas atau tempat tertentu.


- Disertai gejala fisik juga (misalnya nyeri dada atau sulit bernapas terus-menerus).


Psikiater akan melakukan evaluasi menyeluruh, mulai dari riwayat kesehatan hingga kejiwaan, lalu merekomendasikan kombinasi terapi kognitif dan obat jika diperlukan.


Walaupun serangan panik terasa mengerikan seperti badai hebat, Anda tidak sendirian. Berbekal penanganan yang tepat, baik dari segi psikologis maupun medis, serta dukungan lingkungan, kemungkinan untuk pulih sangat tinggi. Banyak pasien yang setelah mengikuti program CBT, latihan relaksasi, dan dukungan keluarga berhasil mengendalikan kondisi mereka, bahkan aktivitas harian kini terasa kembali ringan.