Siapa sangka hewan lucu berbulu tebal ini menyimpan sejarah panjang dan peran penting dalam kehidupan manusia?
Alpaka, hewan asli dataran tinggi Andes, kini menjelma menjadi bintang media sosial dan simbol fashion berkelanjutan di seluruh dunia. Dari tradisi ribuan tahun hingga teknologi canggih di peternakan modern, kisah alpaka akan membuat Anda terpukau.
Penjaga Pegunungan Andes Selama Ribuan Tahun
Alpaka (Lama glama) telah didomestikasi selama lebih dari 6.000 tahun. Berasal dari dataran tinggi Andes di Peru, Bolivia, dan Ekuador pada ketinggian antara 3.000 hingga 5.000 meter di atas permukaan laut, alpaka telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat adat. Di tengah kondisi alam yang keras, alpaka menyediakan wol hangat dan daging untuk kebutuhan hidup, menjadikannya aset yang sangat berharga.
Lukisan kuno di jalur perdagangan kuno dekat Machu Picchu menunjukkan bahwa alpaka telah lama dianggap penting dalam kehidupan masyarakat kuno. Dengan kaki beralas lunak, alpaka dapat berjalan di bebatuan terjal tanpa merusak tanah. Sistem pernapasannya yang unik juga menyaring debu dari udara tipis pegunungan. Bahkan, ada kebiasaan sosial unik di antara alpaka: mereka sering menyemburkan air ke satu sama lain sebagai bentuk interaksi ramah, yang oleh para ahli disebut sebagai “kode sosial dataran tinggi.”
Dalam festival tradisional di wilayah Cusco, Peru, alpaka memainkan peran utama. Petani menghias alpaka paling kuat dengan kain berwarna-warni dan pola artistik pada bulunya, kemudian mengaraknya mengelilingi api unggun sebagai simbol harapan untuk hasil panen dan tahun yang makmur. Tradisi ini memperlihatkan hubungan emosional dan historis antara manusia dan alpaka yang tetap terjaga hingga kini.
Dari Gunung Sunyi ke Pusat Perhatian Dunia Maya
Ketenaran alpaka melesat berkat kemunculannya dalam budaya pop. Salah satu karakter alpaka dalam anime populer asal Jepang membuat hewan ini semakin dikenal di kalangan penggemar hiburan. Di Barat, selebritas dan desainer mulai mempopulerkan produk-produk dari wol alpaka, yang dikenal sebagai "emas serat" karena kualitasnya yang luar biasa.
Akun Instagram @alpacainparis, misalnya, menampilkan seekor alpaka yang berpose di berbagai lokasi ikonik di Paris dengan pakaian desainer, dan telah mengumpulkan lebih dari satu juta pengikut. Tidak hanya itu, ajang New York Fashion Week menampilkan busana dari wol alpaka yang memukau karena teksturnya yang lembut, hangat, dan ringan, bahkan tiga kali lebih hangat dari wol biasa dan 40% lebih ringan. Di dunia maya, tagar #Alpaca telah ditonton lebih dari 5 miliar kali di platform video pendek, dengan konten lucu seperti “Alpaka Mengejar Wisatawan” dan “Alpaka Mengganggu Foto Pernikahan” yang terus viral.
Keunikan Biologi Alpaka yang Mengagumkan
Penampilan alpaka yang menggemaskan bukan hanya karena bulunya, tetapi juga karena struktur wajah dan matanya. Dengan mata berbentuk almond dan bulu mata panjang, ditambah wajah bulat yang tampak seperti tersenyum, alpaka memikat siapa saja yang melihatnya. Uniknya, mata alpaka memiliki pupil berbentuk garis horizontal yang memberinya penglihatan hampir 360 derajat, kemampuan penting untuk mendeteksi ancaman di alam terbuka.
Jenis rambut alpaka juga berbeda tergantung rasnya. Alpaka jenis Suri memiliki rambut panjang bergelombang seperti gimbal, sementara Huacaya memiliki bulu yang tebal, keriting, dan menyerupai awan. Kedua jenis ini dimanfaatkan secara berbeda: wol Suri untuk tekstil mewah dan wol Huacaya untuk selimut hangat.
Saat musim kawin tiba, alpaka jantan akan berjalan melingkari betina sambil mengeluarkan suara berdengung mirip lebah dan menyemburkan air liur berbusa sebagai bentuk daya tarik. Meskipun terdengar lucu, perilaku ini justru menjadi cara adaptasi mereka dalam menarik pasangan tanpa harus bersaing secara fisik.
Hidup Berkelanjutan Bersama Alpaka
Di sekitar Danau Titicaca, Bolivia, masyarakat Uros masih mempertahankan metode beternak alpaka di pulau terapung yang terbuat dari alang-alang. Rumput ditanam di atas pulau buatan ini untuk memberi makan alpaka. Kotoran alpaka digunakan sebagai pupuk, dan wolnya dijual atau ditukar dengan kebutuhan lain. Sistem ini mencerminkan filosofi “nol limbah” yang telah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda.
Sementara itu, peternakan alpaka modern juga tidak kalah canggih. Di Australia, teknologi kecerdasan buatan digunakan untuk memantau kesehatan alpaka dengan menganalisis kondisi kotorannya. Di Peru, koperasi petani meluncurkan sistem pelacakan asal-usul wol alpaka, memungkinkan konsumen memindai label dan mengetahui siapa petani penghasilnya. Di Selandia Baru, tren "terapi alpaka" mulai populer. Orang-orang kota dapat mengunjungi peternakan untuk merawat dan berjalan bersama alpaka sebagai bentuk relaksasi alami yang menenangkan.
Dari gunung sunyi Andes hingga pusat perhatian dunia mode dan digital, alpaka telah membuktikan kemampuannya untuk beradaptasi sekaligus mencuri hati manusia di seluruh dunia. Keunikan biologis, manfaat ekologis, dan pesona alaminya membuat alpaka bukan sekadar hewan ternak, tetapi juga ikon gaya hidup masa kini. Cerita alpaka adalah bukti bahwa hubungan antara manusia dan alam dapat menghasilkan harmoni yang tak ternilai.