Dalam dunia investasi digital, Initial Coin Offering (ICO) kerap dipasarkan sebagai “kesempatan langka” untuk meraih kekayaan instan. Banyak proyek baru menggunakan istilah menarik seperti “kesempatan dari awal” atau “inovasi generasi berikutnya” untuk menarik investor.
Namun, di balik euforia tersebut tersembunyi berbagai persoalan serius yang jarang dibahas secara terbuka. Mayoritas ICO ternyata tidak memiliki model ekonomi yang matang ataupun infrastruktur teknologi yang dapat diverifikasi.
Ekonom terkenal Dr. Nouriel Roubini, seorang ekonom terkemuka, menyatakan bahwa lebih dari 75% ICO dalam beberapa tahun terakhir gagal atau berkinerja buruk karena kelemahan struktur keuangan dan upaya menghindari aturan resmi.
Struktur Manajemen Buram dan Minim Akuntabilitas
Tidak seperti saham publik atau instrumen keuangan yang diawasi otoritas resmi, sebagian besar ICO beroperasi di zona abu-abu regulasi. Banyak dari proyek ini tidak memiliki kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab dalam pengelolaannya. Tim pengembangnya sering kali anonim, dan deskripsi tentang kegunaan token sangat samar.
Tanpa pengawasan yang kuat, investor kehilangan perlindungan bila terjadi penipuan atau salah urus. Analis kripto Nic Carter mengungkapkan bahwa sebagian besar ICO tidak memiliki kebijakan pengelolaan dana yang berkelanjutan, yang akhirnya menyebabkan kekacauan saat pasar berubah.
Kontrak Pintar Rentan Celah dan Serangan Teknis
Teknologi blockchain memang membawa potensi otomatisasi dan desentralisasi, tetapi bukan berarti bebas dari kesalahan manusia atau niat jahat. Banyak kontrak pintar yang digunakan dalam ICO dirilis tanpa audit menyeluruh. Satu kesalahan kecil dalam kode dapat dimanfaatkan oleh peretas untuk menguras dana atau mengambil alih distribusi token.
Awal tahun 2025 menjadi saksi kehancuran nilai sejumlah token akibat serangan pinjaman kilat (flash loan) dan celah dalam sistem tata kelola. Lembaga Global Institute for Crypto Security merilis laporan yang menyoroti bahwa sebagian besar kontrak token baru hanya menyalin kode lama yang rentan, tanpa perbaikan signifikan. Akibatnya, investor awam, yang mayoritas tidak memahami bahasa pemrograman blockchain, sering kali menjadi korban.
Perangkap Likuiditas Pasar: Jangan Tertipu Listing di Bursa!
Banyak orang berpikir bahwa ketika token sudah masuk ke bursa kripto, maka proses jual-belinya akan lancar. Padahal, kenyataannya jauh berbeda. Tidak sedikit ICO yang dengan sengaja menggiring ilusi volume perdagangan tinggi dengan taktik seperti wash trading atau transaksi fiktif internal.
Akibatnya, harga token terlihat aktif dan menarik di awal, tetapi ketika antusiasme mereda, para investor kesulitan menjual tokennya tanpa kerugian besar. Ketidaksesuaian antara permintaan alami dan harga pasar membuat investor ritel terjebak dalam token yang nilainya anjlok.
Ketidakpastian Hukum dan Risiko Regulasi Mendadak
Salah satu risiko paling tak terduga dalam investasi ICO adalah perubahan pandangan hukum secara retroaktif. Token yang awalnya diklaim sebagai utilitas terdesentralisasi, bisa tiba-tiba dikategorikan sebagai sekuritas yang tidak terdaftar oleh regulator keuangan.
Dalam beberapa kasus, ini menyebabkan proyek dihentikan, aset dibekukan, atau bahkan dana investor dikembalikan secara paksa. Selain merugikan nilai token, investor juga bisa terseret dalam komplikasi hukum lintas negara, terutama karena regulasi kripto sangat berbeda-beda di setiap wilayah. Pakar tata kelola blockchain, Dr. Kathleen Breitman, mengatakan bahwa pengawasan terhadap ICO yang menyasar investor ritel kini semakin diperketat.
Informasi Tidak Seimbang dan Jebakan “Insider Dumping”
Salah satu praktik yang paling merugikan investor ritel adalah adanya pembagian token kepada investor awal (biasanya orang dalam) dengan harga sangat murah. Mereka kemudian gencar mempromosikan proyek tersebut di berbagai platform, hanya untuk menjual token mereka begitu harga melonjak akibat permintaan publik.
Strategi seperti ini, dikenal sebagai pump and dump, sangat efektif di komunitas yang mudah dipengaruhi oleh opini di media sosial. Ketika gelembung harga tersebut pecah, investor yang masuk di akhir justru menjadi korban kerugian besar. Minimnya penegakan hukum membuat praktik ini terus terjadi.
Meskipun ICO memberikan gambaran akan potensi revolusioner di dunia keuangan digital, kenyataannya proyek-proyek ini dipenuhi risiko tinggi, dari kelemahan teknis hingga manipulasi pasar dan ketidakpastian hukum. Bagi investor, terutama yang tidak memiliki pengalaman mendalam, penting untuk menyikapi ICO dengan sangat hati-hati.