Prancis dikenal sebagai surga kuliner dunia, dan salah satu ikon paling melekat dalam budaya makanannya adalah baguette. Roti panjang nan ramping ini memiliki ciri khas kulit luar yang renyah dan bagian dalam yang lembut, menjadikannya simbol keseharian masyarakat Prancis.
Lebih dari sekadar makanan pokok, baguette telah diakui secara internasional sebagai warisan budaya takbenda oleh UNESCO pada tahun 2022. Inilah kisah menarik di balik perjalanan baguette yang mengubah dunia roti!
Dari Asal Mewah Hingga Jadi Favorit Rakyat
Jejak Awal di Wina
Meski kini identik dengan Prancis, akar dari baguette sebenarnya bermula dari abad ke-19 di Wina. Pada masa itu, muncul inovasi besar dalam dunia perbakeryan—yakni penggunaan oven uap yang memungkinkan terciptanya roti dengan tekstur luar yang garing dan dalamnya yang empuk. Teknik ini menjadi pondasi awal baguette modern.
Awalnya, roti semacam ini hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu karena prosesnya yang rumit dan biayanya yang tidak murah. Namun, seiring waktu dan perubahan regulasi harga bahan pangan, roti ini mulai menjangkau masyarakat luas.
Menjadi Primadona di Paris
Ketika teknik pembuatan roti dari Austria sampai ke Paris, baguette perlahan mulai mencuri perhatian. Roti ini langsung digemari karena fleksibel, bisa dinikmati pagi, siang, ataupun sore. Pada tahun 1920-an hingga 1930-an, muncul peraturan baru yang membatasi waktu kerja para pembuat roti. Hal ini mendorong terciptanya adonan yang lebih ramping dan cepat matang, muncullah baguette seperti yang kita kenal sekarang. Kata “baguette” sendiri berarti “tongkat”, merujuk pada bentuknya yang panjang dan ramping.
Perlindungan Hukum untuk Roti Paling Tersohor
Baguette Tradisional yang Terlindungi
Pada tahun 1993, pemerintah Prancis mengeluarkan aturan penting yang dikenal sebagai Hukum Raffarin. Aturan ini menetapkan standar untuk baguette tradisional, atau baguette de tradition française. Walaupun fleksibel, hukum ini memberikan kerangka kerja yang melindungi metode pembuatan serta bahan-bahan asli yang digunakan.
Kompetisi Bergengsi untuk Para Pembuat Roti
Sejak tahun 1994, Paris menggelar ajang tahunan Grand Prix de la Baguette de Tradition Française de la Ville de Paris. Di kompetisi ini, juri akan memilih baguette terbaik dari toko-toko roti ternama di ibu kota. Pemenangnya akan mendapatkan kehormatan menyuplai roti bagi istana kepresidenan selama satu tahun penuh, sebuah penghargaan tertinggi dalam dunia roti.
Pengakuan Dunia untuk Roti Legendaris
Pengakuan baguette sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO pada akhir 2022 menjadi tonggak penting dalam sejarah roti ini. Pengakuan ini tidak hanya menyoroti rotinya, tetapi juga keahlian para pembuat roti dan pentingnya baguette dalam kehidupan sosial masyarakat. Sejak pengumuman tersebut, berbagai inisiatif mulai digagas untuk mendukung pengrajin roti tradisional, termasuk penetapan hari perayaan nasional khusus untuk baguette.
Apa yang Membuat Baguette Tradisional Begitu Istimewa?
Bahan Simpel, Hasil Luar Biasa
Menurut Hukum Raffarin, baguette yang sah harus memiliki berat antara 250 hingga 300 gram, dan panjang antara 55 hingga 70 sentimeter. Hanya empat bahan yang diperbolehkan: tepung gandum, air, ragi atau ragi alami, dan garam. Jumlah garam pun dibatasi maksimal 18 gram per kilogram tepung.
Adapun pengecualian kecil yang diperbolehkan adalah:
- Tepung biji-bijian hingga 2%
- Tepung kedelai maksimal 0,5%
- Tepung gandum malt maksimal 0,3%
Tidak diperbolehkan adanya bahan tambahan, penguat rasa, maupun adonan yang dibekukan.
Teknik Tradisional yang Dilestarikan
Proses pembuatan dimulai dari penimbangan bahan, pencampuran, fermentasi awal, pembagian adonan, pembentukan, dan istirahat adonan lagi. Sebelum dipanggang, permukaan adonan diiris, yang sering dianggap sebagai tanda tangan khas pembuat roti. Semua tahapan ini harus dilakukan langsung di toko roti, bukan pabrik, demi menjaga kualitas dan keaslian.
Tantangan Terbesar: Menjaga Kesegaran
Tidak seperti jenis roti lainnya yang bisa tahan berhari-hari, baguette idealnya dinikmati pada hari yang sama saat dipanggang. Tekstur renyah dan lembutnya akan berkurang hanya dalam beberapa jam. Saat ini, Prancis memiliki sekitar 35.000 toko roti, menurun dari sekitar 55.000 lima dekade lalu. Penurunan ini mencerminkan perubahan pola konsumsi dan dominasi produk industri.
Namun, ada harapan baru. Semakin banyak konsumen yang kini memilih roti berkualitas dari toko roti lokal, demi merasakan keaslian dan cita rasa autentik yang tak tergantikan.
Baguette bukanlah roti biasa. Ia adalah cerita tentang tradisi, kerja keras, dan seni kuliner yang terus hidup di tengah perkembangan zaman. Dari awal kemunculannya hingga saat ini, baguette tetap memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat Prancis, baik sebagai makanan sehari-hari maupun sebagai bagian dari identitas nasional.