Leber Congenital Amaurosis (LCA) adalah salah satu jenis gangguan retina bawaan yang paling parah dan menyebabkan gangguan penglihatan signifikan sejak bayi atau awal masa kanak-kanak.
Dengan prevalensi sekitar 2–3 kasus per 100.000 kelahiran hidup, LCA menyumbang hingga 20% dari kasus kebutaan bawaan secara global. Gangguan ini ditandai dengan disfungsi sel fotoreseptor dan degenerasi retina progresif, menjadikannya model penting dalam penelitian penyakit mata genetik.
Kerumitan Genetik dan Pola Pewarisan
Mayoritas kasus LCA diwariskan secara autosomal resesif, meskipun varian autosomal dominan yang langka juga telah ditemukan. Sampai sekarang, sudah ditemukan lebih dari 25 gen yang berhubungan dengan LCA, seperti CEP290, GUCY2D, RPE65, CRB1, dan AIPL1. Mutasi pada gen-gen ini mengganggu proses penting dalam sel fotoreseptor, seperti transduksi cahaya, transport protein intraseluler, dan stabilitas struktur sel retina. Dr. Eric Pierce dari Massachusetts Eye and Ear mengungkapkan bahwa keragaman genetik pada LCA merupakan tantangan sekaligus peluang untuk memahami lebih dalam mekanisme penting dalam penglihatan manusia.
Gejala Klinis: Lebih dari Sekadar Gangguan Penglihatan
Anak-anak dengan LCA biasanya menunjukkan tanda-tanda sejak usia sangat dini, bahkan sebelum satu tahun. Mereka cenderung mengalami gerakan mata yang tidak terkendali (nistagmus), reaksi pupil yang lemah saat terkena cahaya, dan perilaku yang menunjukkan kesulitan melihat, seperti sering menggosok atau menekan matanya. Meskipun gangguan penglihatan sangat berat, manifestasi klinis dapat bervariasi tergantung mutasi genetiknya. Beberapa jenis mutasi, seperti pada gen GUCY2D, dapat mempertahankan struktur retina lebih lama dan membuka peluang terapi lebih luas. Hasil pemeriksaan elektroretinografi (ERG) biasanya menunjukkan hilangnya respon batang dan kerucut mata sejak dini, yang membedakannya dari gangguan retina pediatrik lainnya.
Pemeriksaan dan Diagnosis: Era Baru Tes Molekuler
Seiring kemajuan teknologi, diagnosis LCA kini lebih mudah dan tepat dengan bantuan tes genetik yang menggunakan teknologi next-generation sequencing (NGS). Dengan mengetahui mutasi genetik yang tepat, dokter bisa memberikan prediksi perkembangan penyakit dan menentukan terapi yang paling cocok. Selain itu, pemeriksaan citra retina seperti Optical Coherence Tomography (OCT) dan autofluoresensi fundus membantu menunjukkan kondisi struktur retina sesuai jenis mutasi. Dr. Isabelle Audo dari Institut de la Vision di Paris menekankan bahwa tes genetik kini menjadi bagian penting dalam perawatan pasien LCA.
Terapi Terkini: Dari Alat Bantu ke Terapi Gen
Selama bertahun-tahun, penanganan LCA bersifat suportif, seperti penggunaan alat bantu penglihatan, pelatihan mobilitas, dan penyesuaian pendidikan. Namun, kemajuan teknologi medis mengubah paradigma ini. Pada 2017, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyetujui terapi gen pertama untuk LCA tipe RPE65 bernama voretigene neparvovec-rzyl (Luxturna). Terapi ini menggunakan virus yang dimodifikasi untuk memasukkan gen RPE65 yang sehat ke dalam retina melalui suntikan langsung, sehingga memperbaiki sebagian fungsi penglihatan. Uji klinis menunjukkan peningkatan nyata dalam kemampuan navigasi visual dan sensitivitas terhadap cahaya.
Selain itu, beberapa metode terapi mutakhir sedang dikembangkan, seperti pengeditan gen menggunakan teknologi CRISPR-Cas9 untuk mutasi CEP290, terapi oligonukleotida antisense (AON), hingga terapi optogenetik yang bisa membantu pasien dengan kerusakan retina yang sangat parah. Semua metode ini dirancang khusus untuk mutasi tertentu, mencerminkan arah masa depan menuju pengobatan presisi.
Tantangan dan Pertimbangan Etis
Meskipun kemajuan terapi sangat menjanjikan, tantangan tetap ada. Terapi gen belum sepenuhnya menyembuhkan dan tidak menjamin penghentian progresivitas penyakit pada semua pasien. Efektivitas jangka panjang, keamanan pada anak-anak, serta akses terhadap terapi menjadi topik penting yang masih dibahas. Selain itu, keberagaman genetik LCA menunjukkan bahwa satu pendekatan terapi tidak bisa digunakan untuk semua kasus. Oleh karena itu, pengembangan pengobatan yang dipersonalisasi memerlukan data pasien yang komprehensif dan kolaborasi global antara peneliti, klinisi, dan industri.
Masa Depan Pengobatan: Teknologi yang Menjanjikan
Perkembangan terbaru dalam penggunaan organoid retina dan sel punca pluripoten (iPSC) yang diambil dari pasien sendiri semakin membuka jalan untuk riset LCA yang lebih spesifik dan akurat. Teknologi ini memungkinkan pemodelan penyakit secara spesifik sesuai pasien dan pengujian terapi secara in vitro. Pendekatan multi-omik yang menggabungkan data genomik, transkriptomik, dan proteomik juga diyakini dapat mengungkap faktor-faktor baru yang memengaruhi keparahan dan respons terhadap terapi.
Dr. Jean Bennett, pelopor terapi gen untuk gangguan mata, menyatakan bahwa arah masa depan bukan hanya menargetkan satu mutasi, tetapi menciptakan platform terapi yang fleksibel untuk berbagai genotipe.
Leber Congenital Amaurosis yang dulu dianggap sebagai penyakit tanpa harapan kini menjadi salah satu bidang penelitian dan pengobatan yang paling dinamis dan inovatif di dunia medis. Dengan diagnostik yang semakin canggih, terapi yang ditargetkan, dan dukungan riset yang berkelanjutan, harapan bagi pasien LCA dan keluarganya semakin besar. Investasi berkelanjutan dalam uji klinis, regulasi yang hati-hati, dan kolaborasi lintas disiplin akan menjadi kunci dalam mengubah kebutaan bawaan ini menjadi kondisi yang dapat dikelola—dan suatu hari nanti, bisa diatasi.