Pernahkah Anda terbangun dari tidur dan langsung teringat jelas dengan mimpi yang barusan dialami, sementara di lain waktu Anda merasa seperti tidak bermimpi sama sekali? Fenomena ini ternyata bukan sekadar kebetulan.


Sebuah penelitian terbaru mengungkap bahwa kemampuan seseorang dalam mengingat mimpi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari kepribadian, pola tidur, hingga perubahan musim.


Penelitian ini menjelaskan bahwa orang yang gemar berkhayal dan memiliki pandangan positif terhadap mimpi lebih cenderung mengingat mimpi mereka dengan lebih baik dibandingkan mereka yang tidak memperhatikannya.


Tahapan Tidur dan Usia Berpengaruh pada Daya Ingat Mimpi


Salah satu temuan menarik dari studi ini adalah peran tahapan tidur terhadap kemampuan mengingat mimpi. Orang yang mengalami lebih banyak tidur ringan, terutama pada tahap tidur non-REM tahap 1 dan 2 memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk terbangun dengan ingatan tentang mimpi mereka.


Selain itu, usia juga memainkan peran penting. Mereka yang berusia muda ternyata lebih sering mengingat mimpi dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih tua. Hal ini menunjukkan bahwa baik aspek kognitif maupun fisiologis turut memengaruhi seberapa jelas mimpi bisa terekam dalam ingatan seseorang.


Mimpi dan Kaitannya dengan Kesehatan Mental


Lebih dari sekadar fenomena tidur biasa, kemampuan mengingat mimpi juga diyakini memiliki keterkaitan dengan kondisi mental dan fungsi kesadaran. Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang mekanisme di balik daya ingat mimpi, para peneliti berharap dapat memperoleh wawasan baru mengenai bagaimana mimpi berperan dalam keseharian, termasuk bagaimana ia bisa mencerminkan kondisi psikologis seseorang.


Pemahaman ini berpotensi membuka jalan untuk mengembangkan pendekatan baru dalam memahami kesehatan mental dan fungsi kognitif melalui mimpi. Misalnya, pola mimpi yang sering muncul atau perubahan dalam daya ingat mimpi bisa menjadi sinyal awal dari kondisi mental tertentu.


Rangkuman Temuan Penelitian


Penelitian ini dilakukan oleh IMT School for Advanced Studies Lucca bekerja sama dengan Universitas Camerino. Lebih dari 200 partisipan berusia 18 hingga 70 tahun dilibatkan dalam studi ini. Selama 15 hari, para peserta diminta mencatat mimpi mereka setiap hari. Pada saat yang sama, pola tidur serta aspek kognitif mereka dipantau melalui perangkat wearable modern.


Hasilnya cukup mengejutkan: peserta yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap mimpi serta kecenderungan sering melamun menunjukkan frekuensi pengingatan mimpi yang jauh lebih tinggi. Selain itu, mereka yang memiliki durasi lebih lama pada tahapan tidur ringan (tahap 1 dan 2) juga lebih sering mengingat mimpi saat bangun.


Faktor usia kembali muncul sebagai penentu signifikan. Peserta yang lebih muda lebih sering mengingat mimpinya dibandingkan dengan peserta yang lebih tua. Menariknya, waktu pelaksanaan studi juga memberikan pengaruh: mereka yang diteliti pada bulan-bulan hangat seperti musim semi dan musim panas memiliki daya ingat mimpi yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta yang diteliti pada cuaca dingin seperti saat musim gugur.


Dengan begitu, jelas bahwa bukan hanya kepribadian dan pola pikir yang berpengaruh, tetapi juga aspek biologis dan faktor eksternal seperti cuaca.


Kemampuan mengingat mimpi ternyata bukan hal yang acak. Penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi antara karakter pribadi, kebiasaan kognitif, serta pola tidur memberikan pengaruh besar terhadap daya ingat mimpi. Bahkan, perubahan musim pun dapat memperkuat atau mengurangi peluang seseorang untuk mengingat mimpi mereka.