Pseudolymphoma adalah kondisi jinak yang menyerupai kanker kelenjar getah bening, khususnya jenis non-Hodgkin. Secara klinis dan mikroskopis, tampilannya bisa sangat mirip dengan limfoma ganas, sehingga sering kali menimbulkan kekhawatiran. Namun, pseudolymphoma berbeda secara biologis karena tidak menunjukkan sifat ganas seperti pertumbuhan agresif atau penyebaran sistemik.


Menurut pakar hematopatologi terkemuka Dr. Elaine Jaffe dari National Cancer Institute, “Pseudolymphoma kerap keliru diklasifikasikan sebagai limfoma karena kepadatan sel dan perubahan arsitektur jaringannya. Namun, sifatnya yang poliklonal menjadi pembeda utama dari limfoma sejati.”


Apa Penyebab dan Bagaimana Proses Terjadinya?


Berbeda dari limfoma yang berasal dari transformasi sel limfoid menjadi sel kanker, pseudolymphoma biasanya dipicu oleh rangsangan antigenik kronis. Beberapa faktor pemicunya meliputi infeksi, trauma kulit, reaksi terhadap obat tertentu seperti fenitoin, serta respons alergi terhadap zat asing seperti pigmen tato.


Secara mikroskopis, jaringan yang terkena menunjukkan pembentukan folikel limfoid dengan struktur tetap, infiltrat campuran sel radang, serta tanpa invasi jaringan secara destruktif. Pemeriksaan imunohistokimia menunjukkan pola poliklonal dari penanda sel B atau T (seperti CD20 dan CD3), yang menjadi kunci utama dalam membedakan pseudolymphoma dari limfoma.


Macam-Macam Pseudolymphoma dan Gejalanya


Pseudolymphoma dapat muncul di berbagai jaringan tubuh, dan tampilannya sering kali menyesatkan. Jenis-jenis yang paling umum meliputi:


1. Pseudolymphoma Kulit


Muncul sebagai benjolan, plak, atau papul di wajah, lengan, atau dada. Sekilas menyerupai limfoma kulit tipe sel B atau T.


2. Pseudolymphoma Saluran Pencernaan


Umumnya ditemukan secara tidak sengaja saat endoskopi atau pencitraan perut, terutama di lambung atau usus halus.


3. Pseudolymphoma Paru


Kasus yang sangat jarang, sering kali tidak bergejala dan ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan radiologi.


4. Pseudolymphoma Nodal (kelenjar getah bening)


Menyerang kelenjar getah bening tanpa menyebar ke seluruh tubuh atau mengalami transformasi menjadi ganas.


Langkah Diagnostik: Jangan Sampai Salah Tindakan


Diagnosis pseudolymphoma memerlukan pendekatan yang komprehensif. Tahapan utama mencakup:


- Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi


Menunjukkan adanya pusat germinal yang terbentuk dengan baik, latar belakang peradangan campuran, dan arsitektur jaringan yang tetap terjaga. Tidak ditemukan proliferasi sel monoklonal seperti pada limfoma.


- Imunohistokimia


Pemeriksaan penanda sel seperti CD20, CD3, CD10, Bcl-2, dan Ki-67 sangat membantu dalam membedakan sifat poliklonal dari limfosit.


- Flow Cytometry dan PCR


Digunakan pada kasus yang meragukan untuk mendeteksi klonalisasi sel. Hasil monoklonal mengarah pada limfoma, sedangkan poliklonal memperkuat dugaan pseudolymphoma.


Penyakit Serupa yang Perlu Diwaspadai


Beberapa kondisi yang harus dibedakan dari pseudolymphoma meliputi:


- Limfoma kulit sel B atau sel T


- Limfadenopati reaktif


- Sindrom limfoproliferatif autoimun


- Hiperplasia limfoid akibat obat


- Reaksi limfoid pasca infeksi virus


Cara Mengatasi dan Bagaimana Prognosisnya?


Kabar baiknya, sebagian besar kasus pseudolymphoma dapat sembuh dengan sendirinya. Menghentikan paparan terhadap penyebabnya (misalnya obat atau pigmen) sering kali cukup untuk membuat kondisi membaik. Pada pseudolymphoma kulit, pengobatan seperti kortikosteroid topikal atau pembedahan lokal bisa digunakan jika diperlukan.


Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan dalam Modern Pathology tahun 2023 mencatat bahwa lebih dari 85% kasus pseudolymphoma kulit membaik dalam waktu 12 bulan dengan penanganan konservatif. Prognosis jangka panjang umumnya sangat baik. Namun, pemantauan berkala tetap penting karena meski sangat jarang, ada kemungkinan perubahan menjadi limfoma rendah tingkat, meski hubungan sebab-akibatnya masih diperdebatkan.


Penelitian Terkini: Teknologi Baru, Harapan Baru


Penelitian yang sedang berlangsung menyoroti pentingnya mikro-lingkungan imun dalam perkembangan pseudolymphoma. Disinyalir bahwa sinyal sitokin yang tidak terkontrol atau paparan antigen yang berkepanjangan dapat menjadi pemicu proses limfoproliferatif jinak ini.


Saat ini, para ilmuwan sedang mengeksplorasi biomarker molekuler baru seperti rearrangement IRF4 dan profil microRNA, untuk meningkatkan akurasi diagnosis. Selain itu, kecerdasan buatan dan patologi digital mulai dilibatkan untuk membantu ahli patologi membedakan antara proses jinak dan ganas dalam sampel jaringan yang ambigu.


Pseudolymphoma memang menipu. Bentuk dan gejalanya bisa membuatnya terlihat seperti kanker getah bening, namun sebenarnya tidak bersifat ganas. Dengan pendekatan diagnostik yang cermat, meliputi pemeriksaan histologi, imunologi, dan molekuler, diagnosis yang akurat bisa ditegakkan.