Gangguan pendengaran karena kebisingan, atau yang dikenal secara medis sebagai Noise-Induced Hearing Trauma (NIHT), bukan sekadar telinga berdenging atau rasa tidak nyaman usai mendengar suara keras. Ini adalah bentuk cedera fisiologis yang menyebabkan kerusakan pada tingkat sel dan molekul dalam sistem pendengaran.
Di era modern ini, paparan terhadap suara keras tidak hanya terjadi di tempat kerja, tetapi juga dalam aktivitas rekreasi maupun kehidupan di lingkungan perkotaan. Oleh karena itu, penting bagi dunia medis dan masyarakat untuk memahami lebih dalam mengenai mekanisme cedera ini dan bagaimana cara mencegah serta mengatasinya.
Kerusakan Seluler: Batas Aman Suara yang Sering Terlampaui
Ketika energi suara melampaui ambang batas aman, struktur halus pada epitel sensorik koklea, bagian penting di telinga dalam, mengalami gangguan. Sel rambut yang bertugas mengubah getaran suara menjadi sinyal listrik ke otak, adalah bagian paling rentan. Berbeda dengan beberapa spesies lain yang bisa meregenerasi sel rambut, manusia tidak memiliki kemampuan tersebut.
Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam The Lancet Neurology tahun 2024 menunjukkan bahwa paparan singkat terhadap suara di atas 100 dB dapat memicu produksi radikal bebas (Reactive Oxygen Species/ROS). ROS ini memicu proses apoptosis atau kematian sel terprogram hanya dalam beberapa jam setelah paparan. Tak hanya itu, proses ini memicu peradangan yang memperparah cedera dan memperluas area kerusakan di telinga.
Synaptopathy: Kerusakan Tersembunyi Meski Audiogram Normal
Menariknya, banyak kasus cedera awal tidak terdeteksi oleh tes pendengaran standar seperti audiometri. Salah satu bentuk kerusakan awal yang sering luput dari diagnosis disebut synaptopathy atau gangguan pada sinaps antara sel rambut dalam dan ujung saraf koklea.
Menurut Dr. Sharon Kujawa dari Harvard Medical School, individu dengan gangguan ini sering kali memiliki hasil audiogram normal, namun kesulitan memahami pembicaraan di lingkungan bising. Ini merupakan tanda awal kehilangan fungsi saraf akibat trauma suara.
Sebuah studi kohort tahun 2025 dari Universitas Melbourne menunjukkan bahwa remaja yang rutin mendengarkan musik dengan volume di atas 85 dB mengalami penurunan signifikan pada amplitudo gelombang I dalam respons batang otak auditori, indikasi jelas adanya kerusakan saraf.
Peran Genetik dan Pengaruh Epigenetik dalam Kerentanan Terhadap Cedera
Mengapa ada orang yang cepat mengalami gangguan pendengaran, padahal hanya sedikit terpapar suara keras? Jawabannya mungkin terletak pada faktor genetik. Gen tertentu seperti HSP70, SOD2, dan CAT berkaitan dengan kemampuan tubuh melawan kerusakan akibat stres oksidatif di telinga.
Penelitian genom terhadap lebih dari 12.000 orang pada tahun 2024 menunjukkan bahwa variasi pada gen GSTM1 membuat seseorang lebih sulit pulih dari paparan suara yang berlebihan. Artinya, risiko NIHT tidak hanya bergantung pada lingkungan, tetapi juga warisan genetik.
Perbedaan Antara Gangguan Sementara dan Permanen
Banyak orang pernah mengalami telinga berdenging atau suara terasa sayup setelah berada di konser atau acara bising. Kondisi ini disebut Temporary Threshold Shift (TTS) gangguan sementara pada ambang dengar. Namun jika hal ini sering terjadi tanpa waktu pemulihan yang cukup, bisa berkembang menjadi Permanent Threshold Shift (PTS) kerusakan permanen yang tidak dapat dipulihkan.
Menurut data WHO tahun 2025, lebih dari 1 miliar orang di dunia, terutama usia muda berisiko mengalami PTS akibat kebiasaan mendengarkan suara keras dalam aktivitas sehari-hari.
Deteksi Dini: Teknologi Diagnostik Semakin Canggih
Audiometri konvensional mungkin tidak cukup sensitif untuk mendeteksi kerusakan awal, terutama di frekuensi tinggi. Oleh karena itu, metode diagnostik modern kini mencakup Distortion Product Otoacoustic Emissions (DPOAE) dan audiometri frekuensi tinggi.
Selain itu, teknik neuroimaging seperti fMRI telah menunjukkan bahwa otak pasien dengan NIHT mengalami perubahan aktivitas, termasuk fenomena cross-modal plasticity, di mana area otak yang biasanya memproses suara mulai merespons rangsangan visual atau sentuhan sebagai bentuk kompensasi.
Terobosan Pengobatan: Harapan Baru dalam Dunia Medis
Saat ini belum ada obat yang secara resmi disetujui khusus untuk NIHT. Namun, beberapa kandidat farmakologis menunjukkan potensi besar. Zat seperti D-methionine, ebselen, dan koenzim Q10 terbukti memberikan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif pada model hewan.
Terapi Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) juga sedang dikembangkan untuk membantu regenerasi sinaps yang rusak. Menurut Dr. Colleen Le Prell, intervensi yang dilakukan dalam 24 jam pertama setelah paparan suara keras sangat krusial untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, terutama dengan menargetkan stres oksidatif dan eksitotoksisitas glutamat.
Cedera pendengaran akibat kebisingan adalah kondisi kompleks yang berdampak tidak hanya pada telinga, tetapi juga sistem saraf pusat. Dengan meningkatnya pengetahuan tentang aspek molekuler, genetik, dan neurologisnya, sudah saatnya pendekatan medis menjadi lebih presisi.