Penyakit ketinggian atau Acute Mountain Sickness (AMS) adalah kondisi yang muncul akibat naik ke ketinggian secara cepat, di mana tekanan udara menurun dan kadar oksigen menjadi lebih rendah. Gejala yang paling umum dirasakan meliputi sakit kepala, mual, kelelahan, dan pusing.
Meskipun banyak dialami oleh pendaki gunung atau pelancong yang naik ke atas 2.500 meter, respons tiap individu terhadap ketinggian bisa sangat berbeda. Kompleksitas gejala ini menuntut pendekatan berbasis bukti ilmiah yang memahami akar fisiologisnya.
Mengapa Tubuh Bereaksi di Ketinggian? Ini Penjelasan Medisnya!
Di dataran tinggi, tekanan parsial oksigen menurun, menyebabkan hipoksemia atau kekurangan oksigen dalam darah. Tubuh pun merespons dengan meningkatkan laju napas dan detak jantung demi menjaga suplai oksigen ke jaringan. Sayangnya, adaptasi ini dapat memicu gejala seperti pelebaran pembuluh darah di otak (vasodilatasi), yang menimbulkan sakit kepala, serta pergeseran cairan tubuh yang bisa menyebabkan edema (pembengkakan).
Menurut Dr. Anna Patel, pakar kedokteran ketinggian dari University of Colorado, "Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan seluler menyebabkan gangguan pada homeostasis tubuh, dan stres oksidatif serta peradangan memainkan peran besar dalam munculnya gejala." Pemahaman ini menjadi dasar pengembangan strategi pengelolaan gejala yang tak hanya fokus meredakan keluhan, tetapi juga mengatasi proses biologis yang mendasarinya.
Kenali Tanda-Tanda Awal Sebelum Terlambat!
Jangan anggap sepele jika merasa pusing, lelah, atau mual saat berada di ketinggian. Gejala awal ini bisa jadi tanda AMS. Pemeriksaan sederhana seperti mengukur saturasi oksigen dengan pulse oximeter bisa membantu Anda mengetahui kondisi tubuh secara objektif.
Kini, teknologi pemantauan portabel memungkinkan pelacakan gejala secara real-time selama pendakian. Hal ini sangat berguna bagi pendaki maupun petugas medis untuk menentukan apakah perlu memperlambat pendakian atau bahkan segera turun.
Obat-Obatan Canggih Bantu Ringankan Gejala dengan Cepat!
Beberapa jenis obat terbukti efektif mengurangi risiko dan gejala AMS. Salah satunya adalah acetazolamide, yang membantu tubuh menyesuaikan diri lebih cepat dengan kadar oksigen yang rendah. Obat ini bekerja dengan mempercepat laju pernapasan dan meningkatkan oksigenasi.
Sebagai alternatif, Dexamethasone, obat kortikosteroid dengan efek antiinflamasi kuat, digunakan untuk kasus yang lebih berat atau bagi yang tidak dapat menggunakan acetazolamide. Bagi yang tidak bisa menggunakan acetazolamide, dexamethasone bisa menjadi alternatif andalan.
Penelitian terbaru bahkan menyoroti potensi antioksidan seperti N-acetylcysteine, yang bekerja mengurangi kerusakan akibat stres oksidatif akibat hipoksia. Hasil uji klinis tahun 2024 menunjukkan efek positif, meski dibutuhkan penelitian lebih besar untuk memperkuat bukti.
Bukan Hanya Obat, Ini Strategi Alami yang Tak Boleh Diabaikan!
Cara paling efektif mencegah penyakit ketinggian tetaplah melakukan pendakian secara bertahap. Direkomendasikan agar kenaikan ketinggian dibatasi hanya 300–500 meter per hari di atas 2.500 meter, dengan hari istirahat di sela pendakian untuk memberi waktu adaptasi fisiologis.
Menjaga hidrasi juga sangat penting, karena dehidrasi dapat memperparah gejala dengan mengganggu aliran darah ke otak. Namun, konsumsi cairan yang berlebihan juga berbahaya karena bisa menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit seperti hiponatremia. Oleh karena itu, perlu dilakukan dengan bijak dan terukur.
Ketika Gejala Memburuk, Ini Solusi Darurat yang Menyelamatkan Nyawa!
Jika gejala tetap memburuk meski langkah-langkah pencegahan sudah diambil, maka evakuasi medis dan pemberian oksigen tambahan menjadi sangat penting. Salah satu solusi darurat adalah penggunaan portable hyperbaric chamber, alat yang mensimulasikan tekanan udara seperti di ketinggian lebih rendah, memberikan waktu tambahan bagi penderita untuk pulih sebelum dievakuasi.
Teknologi terbaru seperti portable oxygen concentrators kini tersedia dan lebih mudah dibawa dalam ekspedisi. Alat ini sangat membantu, terutama bila digunakan bersamaan dengan strategi penurunan ketinggian secara terkontrol.
Kesehatan Mental Ternyata Berperan Besar!
Resiliensi psikologis ternyata berpengaruh terhadap bagaimana seseorang merasakan dan menghadapi gejala penyakit ketinggian. Rasa cemas dan stres dapat memperkuat persepsi rasa tidak nyaman. Memberikan edukasi mengenai apa yang bisa diharapkan selama pendakian dapat membantu mengurangi ketegangan dan meningkatkan kepatuhan terhadap protokol pencegahan.
Dr. Michael Tan, psikolog klinis spesialis lingkungan ekstrem, menyatakan, "Memberikan pemahaman tentang bagaimana tubuh bereaksi di ketinggian dapat menurunkan kecemasan dan memperkecil persepsi gejala."
Mengelola gejala penyakit ketinggian memerlukan pendekatan yang menyeluruh, mulai dari deteksi dini, penggunaan obat-obatan, pendakian bertahap, hingga dukungan psikologis. Kemajuan teknologi dan pengobatan modern memberikan harapan baru untuk menjaga keselamatan dan kenyamanan saat berada di dataran tinggi. Di masa depan, pendekatan berbasis data dan personalisasi pengobatan diharapkan mampu semakin mengurangi risiko bagi siapa pun yang ingin menjelajahi keindahan alam dari ketinggian ekstrem.
simak video "mengenal Acute Mountain Sickness"
video by " detikcom"