Hemofilia merupakan kelainan darah langka yang diturunkan secara resesif melalui kromosom X dan sebagian besar menyerang laki-laki. Di antara berbagai jenis hemofilia, dua bentuk yang paling dikenal adalah Hemofilia A dan Hemofilia B.


Meski tampak serupa dalam gejalanya, ternyata keduanya memiliki akar genetika yang sangat berbeda, perbedaan yang penting untuk diagnosis, pengobatan, hingga kemungkinan risiko komplikasi.


Asal Usul Genetik: Kekurangan Faktor VIII dan Faktor IX


Hemofilia A disebabkan oleh mutasi pada gen F8 yang bertanggung jawab dalam produksi protein pembekuan darah bernama Faktor VIII. Sebaliknya, Hemofilia B timbul karena mutasi pada gen F9, yang berfungsi menghasilkan Faktor IX. Kedua faktor ini sangat penting dalam jalur intrinsik dari proses pembekuan darah. Namun, gen F8 dan F9 memiliki perbedaan besar, baik dalam ukuran, pola mutasi, maupun perilaku pewarisan.


Kemajuan teknologi sekuensing genom telah mengungkap lebih dari 2.500 mutasi berbeda pada gen F8. Banyak di antaranya merupakan inversi besar, terutama inversi intron 22. Ini merupakan jenis mutasi yang umum pada kasus Hemofilia A berat. Sebaliknya, mutasi pada gen F9 cenderung berupa mutasi titik (point mutations) atau delesi kecil. Menurut Profesor David Lillicrap, pakar Patologi dan Kedokteran Molekuler di Queen's University, “Mengetahui jenis mutasi secara spesifik tidak hanya menegakkan diagnosis, tetapi juga memprediksi risiko pengembangan inhibitor (antibodi penetral).”


Gejala Serupa, Tapi Asal Molekulnya Berbeda


Dari segi klinis, baik Hemofilia A maupun B menunjukkan gejala yang mirip: perdarahan spontan pada sendi, perdarahan berkepanjangan setelah cedera, dan lambatnya proses penyembuhan luka. Namun, korelasi antara genotipe dan fenotipe lebih kuat pada Hemofilia B. Artinya, kadar faktor pembekuan pada Hemofilia B cenderung mencerminkan tingkat keparahan gejala secara lebih akurat dibandingkan Hemofilia A.


Pada Hemofilia A ringan, gejala bisa sangat bervariasi tergantung jenis mutasi yang terjadi pada gen F8. Sementara itu, Hemofilia B menunjukkan hubungan yang lebih stabil antara jenis mutasi dan tingkat perdarahan. Sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal Haematologica tahun 2024 mengungkap bahwa pasien Hemofilia B dengan mutasi missense cenderung mengalami perdarahan yang lebih ringan dibandingkan pasien Hemofilia A dengan mutasi besar seperti inversi intron, yang menyebabkan gangguan fungsi gen secara lebih menyeluruh.


Risiko Terbentuknya Inhibitor: Perbedaan Klinis yang Krusial


Salah satu perbedaan penting dan berdampak besar dalam penanganan medis adalah risiko terbentuknya inhibitor, yakni antibodi yang menyerang dan menetralkan faktor pembekuan pengganti yang diberikan melalui terapi. Sekitar 30% pasien Hemofilia A berat mengalami pembentukan inhibitor, terutama mereka yang memiliki mutasi besar seperti delesi atau inversi intron 22.


Sebaliknya, kasus inhibitor pada Hemofilia B lebih jarang, hanya sekitar 3%. Namun bila terjadi, inhibitor ini sering disertai dengan reaksi hipersensitivitas, yang membuat penanganannya menjadi lebih rumit dan menantang. Hal ini menjadi pertimbangan penting dalam strategi terapi jangka panjang.


Dampak Terhadap Pengobatan dan Peran Tes Genetik Modern


Terapi standar hemofilia selama beberapa dekade terakhir mengandalkan pemberian faktor pembekuan secara rutin. Namun, perkembangan bioteknologi telah menghadirkan pilihan baru seperti faktor rekombinan dengan waktu paruh lebih panjang dan terapi non-faktor, seperti emicizumab, yang saat ini hanya efektif untuk Hemofilia A.


Untuk Hemofilia B, terapi gen seperti etranacogene dezaparvovec telah memberikan harapan baru. Pendekatan ini semakin menegaskan pentingnya pemahaman mendalam tentang jenis mutasi yang dialami oleh setiap individu. Tes genetik menggunakan teknologi whole genome sequencing (WGS) dan next-generation sequencing (NGS) kini memungkinkan identifikasi mutasi dengan cepat dan akurat.


Lebih dari itu, tes genetik kini digunakan tidak hanya untuk diagnosis, tapi juga dalam perencanaan keluarga. Pemeriksaan genetik pra-kehamilan dan diagnosis pra-implantasi memungkinkan keluarga pembawa gen hemofilia membuat keputusan yang lebih terinformasi terkait keturunan.


Meski Hemofilia A dan B serupa dalam manifestasi fisiknya, perbedaan genetik di balik keduanya telah membawa dampak besar pada cara kita mendiagnosis, merawat, dan memprediksi perjalanan penyakit. Kemampuan untuk mendeteksi jenis mutasi secara spesifik telah membuka jalan menuju pendekatan pengobatan yang lebih personal dan efektif.