Di antara berbagai ancaman tersembunyi bagi individu muda yang tampak sehat, Brugada Syndrome muncul sebagai salah satu kondisi paling mematikan. Gangguan irama jantung genetik yang langka ini sering kali tidak menunjukkan gejala apa pun hingga menyebabkan serangan jantung mendadak, bahkan ketika seseorang sedang beristirahat atau tidur.


Tidak seperti penyakit jantung lain yang biasanya dipicu oleh stres fisik, kolesterol tinggi, atau penyumbatan pembuluh darah, Brugada Syndrome dapat terjadi begitu saja tanpa peringatan.


Yang membuat kondisi ini sangat berbahaya adalah kemampuannya untuk meniru gangguan ringan yang sering dianggap tidak berbahaya. Akibatnya, banyak kasus yang lolos dari deteksi dalam pemeriksaan kesehatan rutin. Lantas, apa sebenarnya Brugada Syndrome itu?


Apa Itu Brugada Syndrome?


Brugada Syndrome merupakan gangguan genetik pada sistem kelistrikan jantung. Kondisi ini ditandai oleh pola tidak normal pada elektrokardiogram (EKG), khususnya elevasi segmen ST dengan bentuk cembung di lead precordial kanan (V1–V3). Perubahan sinyal listrik ini dapat memicu fibrilasi ventrikel, yaitu irama jantung yang sangat cepat dan tidak beraturan yang bisa menyebabkan pingsan hingga henti jantung mendadak.


Pertama kali dikenali pada tahun 1992 oleh Dr. Pedro dan Dr. Josep Brugada, mereka menemukan pola khas EKG yang berhubungan dengan aritmia fatal pada pasien dengan struktur jantung yang normal secara anatomi. Sejak saat itu, penelitian tentang sindrom ini terus berkembang.


Siapa Saja yang Berisiko?


Brugada Syndrome lebih sering ditemukan pada pria usia 30 hingga 50 tahun, meskipun perempuan dan anak-anak juga bisa mengalaminya. Mutasi gen SCN5A yang memengaruhi saluran natrium di jantung adalah penyebab genetik yang paling dikenal. Namun, tidak semua kasus berkaitan dengan gen ini.


Sebuah studi tahun 2024 yang diterbitkan dalam Journal of the American College of Cardiology (JACC) mengungkap bahwa lebih dari 25% kasus Brugada yang dikonfirmasi secara genetik memiliki mutasi pada gen lain selain SCN5A. Fakta ini menunjukkan bahwa masih banyak gen lain yang mungkin terlibat, dan penelitian lebih lanjut sangat dibutuhkan.


Bukan Sekadar Gen: Faktor Pemicu dari Lingkungan


Meski Brugada Syndrome bersifat genetik, ada beberapa pemicu dari lingkungan yang bisa memperburuk atau “mengaktifkan” gejalanya, seperti:


- Demam, yang menjadi pemicu utama terutama pada anak-anak.


- Obat-obatan tertentu, seperti antiaritmia, antidepresan trisiklik, hingga beberapa antihistamin, bisa memperparah kondisi.


- Ketidakseimbangan elektrolit, terutama kadar kalium atau natrium yang rendah, dapat memicu aritmia.


- Tidur dan peningkatan aktivitas saraf vagus di malam hari dapat memperbesar risiko serangan, terutama pada mereka yang belum terdiagnosis.


Gejala Sering Kali Tidak Terlihat


Banyak penderita Brugada Syndrome tidak menunjukkan gejala sama sekali hingga terjadi insiden serius. Bila ada gejala, biasanya mencakup:


- Pingsan mendadak (sinkop)


- Kejang di malam hari yang kerap disangka epilepsi


- Jantung berdebar (palpitasi)


- Kematian mendadak saat tidur


Diagnosis: Lebih dari Sekadar EKG


Langkah awal untuk mengenali Sindrom Brugada adalah melalui pemeriksaan EKG 12-lead, dengan fokus pada pola Brugada tipe 1. Namun, pola ini bisa muncul secara sementara dan tidak selalu terlihat pada pemeriksaan awal. Oleh karena itu, dokter sering menggunakan tes pemicu obat, seperti ajmalin atau flekainid, untuk mengungkap pola tersembunyi.


Tes genetik dapat membantu, tetapi tidak selalu menentukan karena tidak semua pembawa gen akan mengalami penyakit ini (fenomena yang disebut penetrasi tidak lengkap). Saat ini, teknologi modern seperti alat pemantau EKG portabel dan perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan mulai digunakan untuk membantu deteksi dini, bahkan di layanan kesehatan primer.


Pengobatan: Belum Ada Obat, Tapi Ada Harapan


Sampai saat ini, belum ada obat yang bisa menyembuhkan Brugada Syndrome. Satu-satunya intervensi yang terbukti menyelamatkan nyawa adalah penggunaan implantable cardioverter-defibrillator (ICD). Alat ini akan memberikan kejutan listrik ke jantung saat terjadi aritmia berbahaya. Biasanya, alat ini diberikan pada pasien yang sudah mengalami pingsan atau serangan jantung sebelumnya.


Modifikasi gaya hidup juga sangat penting, seperti:


- Segera tangani demam dengan tepat


- Hindari obat-obatan yang diketahui memperburuk kondisi saluran natrium jantung


- Jaga keseimbangan elektrolit, khususnya saat tubuh mengalami gangguan


Harapan Baru: Pengeditan Gen dan Teknologi Presisi


Pada awal tahun 2025, uji coba berbasis teknologi CRISPR untuk mengoreksi mutasi gen SCN5A telah dilakukan pada model hewan (tikus). Meski belum siap untuk digunakan secara luas pada manusia, pendekatan ini membuka harapan besar untuk terapi jangka panjang yang bersifat menyeluruh.


Selain itu, kecerdasan buatan juga mulai diterapkan dalam perangkat lunak EKG untuk mengenali pola Brugada yang halus, sehingga kemungkinan deteksi dini di fasilitas kesehatan dasar semakin besar.


Brugada Syndrome mungkin tergolong langka, tetapi dampaknya bisa sangat fatal dan tiba-tiba. Dengan memahami pemicunya, mengenali gejalanya, serta mendorong pemeriksaan EKG yang lebih cermat terutama pada orang muda dengan pingsan tanpa sebab, potensi untuk menyelamatkan nyawa menjadi semakin besar. Berbekal teknologi, kesadaran, dan inovasi medis, upaya melawan pembunuh senyap ini terus mendapatkan kemajuan yang menjanjikan.