Tahukah Anda bahwa ada kondisi mematikan yang sering luput dari perhatian para pasien gagal ginjal kronis? Penyakit ini bernama kalsifilaksis, atau dalam istilah medis disebut calcific uremic arteriolopathy. Meski terdengar asing, kondisi ini sangat serius karena dapat menyebabkan kerusakan jaringan kulit secara cepat dan menyakitkan.


Lebih dari itu, tingkat kematiannya tergolong tinggi, mencapai 45–80%, terutama akibat infeksi berat dan kegagalan organ. Meskipun dulu dianggap langka, kasus ini kini sering dikenali oleh kalangan medis, sehingga diagnosis dini dan pemahaman mendalam terhadap mekanisme serta penanganannya menjadi sangat penting.


Proses Terjadinya: Kalsifikasi Pembuluh Darah di Luar Tulang


Pada dasarnya, kalsifilaksis terjadi akibat penumpukan kalsium di dinding pembuluh darah kecil dan menengah, terutama di kulit dan jaringan lemak di bawahnya. Akibatnya, aliran darah terhambat, menyebabkan jaringan mengalami kekurangan oksigen, luka terbuka, dan akhirnya kematian jaringan (nekrosis).


Tidak seperti yang mungkin dibayangkan, kalsifikasi ini bukan proses pasif, melainkan akibat dari gangguan metabolisme mineral, peradangan kronis, dan perubahan sel otot polos pembuluh darah yang berubah fungsi seperti sel pembentuk tulang. Pada pasien yang menjalani dialisis, ketidakseimbangan kalsium dan fosfat sangat umum terjadi. Hal ini sering diperburuk oleh tingginya kadar hormon paratiroid (PTH), penggunaan analog vitamin D, dan pengikat fosfat yang mengandung kalsium. Dr. Catherine Shanahan, seorang peneliti terkemuka di bidang kalsifikasi vaskular, menyatakan bahwa "Transformasi osteogenik sel vaskular pada kondisi uremik membuat batas antara pembuluh darah dan tulang menjadi kabur."


Gejala Klinis: Lesi Kulit Nyeri yang Cepat Memburuk


Salah satu ciri khas kalsifilaksis adalah munculnya bercak berwarna ungu gelap yang mengeras di kulit, terutama di paha, perut, atau bokong. Lesi ini berkembang sangat cepat menjadi luka ulseratif dengan jaringan mati berwarna hitam (eskar) di tengah dan kemerahan di sekitarnya. Rasa nyeri yang dialami pasien seringkali jauh lebih parah dibandingkan tampilan luka di kulit, dan hal inilah yang kerap membingungkan tenaga medis dalam mengenali gejalanya sejak awal.


Dalam ulasan tahun 2023 oleh American Journal of Kidney Diseases, lebih dari 90% pasien mengeluhkan rasa nyeri sebagai gejala utama bahkan sebelum muncul luka terbuka. Sering kali, calciphylaxis salah didiagnosis sebagai selulitis, vaskulitis, atau kondisi lain seperti pyoderma gangrenosum, sehingga pengobatan tertunda dan memperparah kondisi pasien.


Diagnosis: Biopsi Kulit yang Perlu Dipertimbangkan dengan Hati-hati


Untuk memastikan diagnosis, dokter biasanya melakukan biopsi kulit, yakni mengambil sampel jaringan dari luka. Hasil pemeriksaan histopatologis biasanya menunjukkan endapan kalsium di lapisan media arteriol kulit, proliferasi lapisan dalam pembuluh darah, dan sumbatan oleh bekuan darah.


Alternatif non-invasif seperti bone scintigraphy dan pencitraan kulit dapat membantu mendeteksi kalsifikasi sejak dini. Pemeriksaan darah mungkin menunjukkan tingginya produk kalsium-fosfat, hipoparatiroidisme, kadar albumin yang rendah, serta tanda-tanda peradangan, meskipun tidak ada satupun yang bisa dijadikan acuan pasti.


Penanganan: Pendekatan Multimodal yang Harus Segera Dilakukan


Mengobati calciphylaxis memerlukan kerja sama dari berbagai disiplin medis. Strategi penanganan utama meliputi:


1. Koreksi Ketidakseimbangan Mineral


Penggunaan obat seperti cinacalcet dapat membantu menurunkan PTH. Suplemen kalsium dan vitamin D biasanya dihentikan. Jika tidak membaik, pembedahan kelenjar paratiroid bisa menjadi pilihan.


2. Pemberian Sodium Thiosulfate


Obat ini diberikan secara intravena dan telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam mempercepat penyembuhan luka dan mengurangi nyeri. Kemampuannya sebagai antioksidan dan vasodilator dapat membantu menghambat kalsifikasi pembuluh darah.


3. Perawatan Luka dan Manajemen Nyeri


intensif di pusat perawatan luka. Penggunaan obat penghilang rasa sakit yang kuat seringkali diperlukan untuk membantu pasien beraktivitas.


4. Pengendalian Infeksi


Karena risiko sepsis sangat tinggi, terapi antibiotik empiris dan tindakan bedah untuk membersihkan jaringan mati (debridemen) menjadi penting dilakukan sejak awal.


Prognosis: Harapan Hidup Tergantung Deteksi Dini


Walaupun sudah ada berbagai upaya pengobatan, prognosis pasien dengan calciphylaxis tetap berat. Faktor-faktor seperti adanya ulserasi, infeksi sistemik, dan kadar albumin yang rendah merupakan prediktor utama hasil yang buruk. Peluang untuk bertahan hidup sangat bergantung pada seberapa cepat diagnosis ditegakkan, penghentian obat-obatan pemicu, dan seberapa cepat penanganan multidisiplin dimulai.


Calciphylaxis, meskipun tidak umum, harus dianggap sebagai keadaan darurat dalam dunia nefrologi. Bagi dokter yang menangani pasien dialisis, kewaspadaan tinggi sangat diperlukan, terutama pada pasien dengan gangguan metabolisme mineral dan keluhan nyeri kulit, karena ketepatan waktu dalam mengenali dan menangani penyakit ini bisa menjadi penentu antara pemulihan dan kondisi yang tidak dapat dikembalikan. Harapan ke depan bergantung pada riset lanjutan pada penghambat kalsifikasi pembuluh darah, teknologi pencitraan yang lebih akurat, dan pendekatan terapi yang sesuai kondisi pasien.