Q fever, atau demam Q, mungkin belum sepopuler penyakit menular lainnya, namun dampaknya tak bisa dianggap sepele. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri bernama Coxiella burnetii yang banyak ditemukan pada hewan ternak seperti sapi, kambing, dan domba.


Meski terlihat sederhana dan kerap hanya menimbulkan gejala mirip flu, infeksi yang tidak segera ditangani bisa berkembang menjadi masalah serius bagi kesehatan manusia, termasuk kelelahan kronis, peradangan pembuluh darah, hingga kerusakan pada katup jantung.


Kekuatan Bertahan Luar Biasa: Ketangguhan Coxiella burnetii


Salah satu ciri utama dari Coxiella burnetii adalah kemampuannya bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang sangat keras. Bakteri ini membentuk struktur mirip spora yang membuatnya dapat bertahan selama berbulan-bulan di luar tubuh inangnya. Spora tersebut resisten terhadap panas, kekeringan, hingga bahan disinfektan, menjadikan pengendalian bakteri ini di lingkungan peternakan sangat menantang.


Dr. Laura Jennings, seorang ahli mikrobiologi lingkungan dari Wageningen University menjelaskan, “Coxiella burnetii tidak membutuhkan inang untuk bertahan, ia cukup berdiam di debu, kotoran hewan, atau alas kandang sampai terhirup oleh manusia.” Hal inilah yang membuat wabah Q fever sulit dideteksi dan sering kali terjadi secara tiba-tiba, terutama saat musim kelahiran hewan ketika jumlah bakteri meningkat drastis.


Jalur Penularan Tak Terduga: Lebih dari Sekadar Kontak Langsung


Walaupun kontak langsung dengan hewan ternak merupakan faktor risiko utama, penularan secara tidak langsung juga umum terjadi. Manusia bisa terinfeksi hanya dengan menghirup debu dari jerami, tanah, atau kandang yang terkontaminasi, bahkan dari jarak beberapa kilometer. Angin menjadi salah satu media penyebar utama, terutama di wilayah yang kering dan berangin.


Selain itu, konsumsi produk susu yang tidak dipasteurisasi dan penggunaan peralatan kedokteran hewan yang tercemar juga dapat menyebabkan infeksi, meskipun lebih jarang. Dengan demikian, para wisatawan, pengunjung pedesaan, maupun peserta acara pertanian juga memiliki risiko terpapar Q fever, meski mereka tidak memiliki kontak langsung dengan hewan.


Infeksi Akut vs Kronis: Dua Wajah Berbeda Q Fever


Pada sebagian besar kasus, infeksi Q fever muncul dalam bentuk akut, dengan gejala seperti demam tinggi (hingga 40°C), nyeri otot, menggigil, dan sakit kepala yang parah. Namun, sekitar 60% kasus berjalan tanpa gejala, yang membuat penyebarannya semakin sulit dilacak. Masalah serius muncul ketika infeksi menjadi kronis, terutama pada individu dengan sistem imun lemah, kelainan katup jantung, atau yang memiliki implan pembuluh darah.


Masalah menjadi lebih serius jika infeksi berkembang menjadi kronis. Kondisi ini biasanya menyerang mereka yang memiliki sistem imun lemah, atau memiliki riwayat masalah jantung dan pembuluh darah. Infeksi kronis bisa “bersembunyi” dalam tubuh selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, lalu muncul kembali dan merusak jaringan jantung atau pembuluh darah besar.


Siapa yang Paling Rentan Terhadap Q Fever?


Orang-orang yang bekerja di peternakan, rumah potong hewan, klinik hewan, serta laboratorium yang menangani spesimen hewan adalah kelompok dengan risiko tertinggi. Namun, bukan berarti orang di luar profesi tersebut aman. Perempuan hamil, misalnya, lebih rentan terhadap dampak Q fever yang dapat menyebabkan komplikasi seperti kelahiran prematur dan berat badan bayi rendah.


Selain itu, anak-anak dan lansia juga berpotensi mengalami kesulitan dalam proses pemulihan karena sistem imun mereka yang lebih rentan. Oleh karena itu, edukasi di sekolah yang berada di dekat area pertanian sangat penting untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.


Pencegahan: Langkah Efektif dan Mitos yang Perlu Diluruskan


Menggunakan alat pelindung seperti masker N95 dan menyediakan ruang kelahiran hewan yang tertutup adalah langkah efektif di lingkungan berisiko tinggi. Sistem penyaring udara di kandang serta disinfeksi secara rutin pada area ternak juga dapat mengurangi jumlah spora di udara.


Vaksinasi masih menjadi metode pencegahan paling efektif. Di Australia, vaksin Q-Vax diberikan kepada para pekerja sebelum mereka memasuki lingkungan kerja yang berisiko tinggi. Sayangnya, vaksin ini belum tersedia secara luas di luar Australia, antara lain karena prosedur pra-vaksinasi yang kompleks dan permintaan global yang masih terbatas.


Dr. Emily Cho, seorang epidemiolog veteriner dari Seoul, menyatakan, “Sistem Q-Vax telah terbukti efektif. Wilayah dengan program vaksinasi wajib mencatat penurunan signifikan pada kasus infeksi kerja. Distribusi global yang lebih luas bisa mengubah arah penanganan Q fever secara menyeluruh.”


Pengobatan dan Penanganan Jangka Panjang


Jika dideteksi sejak awal, Q fever dapat diobati dengan antibiotik seperti doksisiklin selama sekitar dua minggu. Namun, untuk kasus kronis, pasien bisa membutuhkan pengobatan kombinasi selama lebih dari satu tahun. Penanganan kasus yang sudah menyerang jantung atau pembuluh darah besar harus dilakukan oleh tim medis gabungan, termasuk ahli jantung dan dokter penyakit infeksi.


Pemeriksaan rutin dan pemantauan melalui tes darah serta pencitraan medis dibutuhkan untuk memastikan infeksi tidak berkembang lebih lanjut.


Q fever mungkin bukan penyakit yang sering terdengar, namun dampaknya bisa sangat serius jika diabaikan. Ia menyebar diam-diam, hidup di udara dan debu pedesaan, dan siap menyerang siapa pun—baik petani, wisatawan, hingga warga biasa.