Leukemia pada masa kanak-kanak, khususnya leukemia limfoblastik akut (Acute Lymphoblastic Leukemia/ALL), telah mengalami perubahan besar dalam dua dekade terakhir. Penyakit yang dahulu dianggap mematikan ini kini memiliki tingkat kelangsungan hidup jangka panjang lebih dari 90% di negara dengan sistem kesehatan yang maju.
Kemajuan ini dicapai berkat peningkatan dalam klasifikasi risiko, diagnostik molekuler, dan terapi yang ditargetkan secara spesifik.
Klasifikasi Molekuler dan Penentuan Risiko
Pendekatan pengobatan modern tidak lagi bergantung sepenuhnya pada sitogenetika atau morfologi sel. Kini, dokter menggunakan teknologi sekuensing generasi terbaru (Next-Generation Sequencing/NGS) dan analisis penyakit sisa minimal (Minimal Residual Disease/MRD) untuk mengelompokkan pasien ke dalam kelompok prognostik yang lebih tepat.
Menurut Dr. Ching-Hon Pui dari St. Jude Children's Research Hospital, “Stratifikasi berdasarkan MRD memungkinkan kami menyesuaikan intensitas pengobatan, mengurangi toksisitas bagi pasien berisiko rendah, dan meningkatkan terapi bagi subtipe berisiko tinggi.” Dengan mengenali kelainan genetik seperti ETV6-RUNX1, BCR-ABL1-like, dan penghapusan IKZF1, para dokter kini dapat menyesuaikan jalur pengobatan secara lebih spesifik dan mempertimbangkan intervensi dini dengan agen yang ditargetkan.
Munculnya Terapi yang Ditargetkan
Salah satu terobosan besar dalam pengobatan leukemia adalah penggunaan terapi yang menyasar langsung sumber penyakit. Inhibitor tirosin kinase (TKI) seperti imatinib dan dasatinib kini digunakan sebagai pengobatan awal pada anak-anak dengan ALL jenis Philadelphia positif (Ph+ ALL). Dengan terapi ini, banyak pasien tidak lagi memerlukan transplantasi sel punca.
Selain itu, inhibitor FLT3 dan JAK juga sedang dikembangkan secara aktif untuk subkelompok tertentu dari leukemia myeloid akut (Acute Myeloid Leukemia/AML) pada anak. Terapi antibodi monoklonal seperti blinatumomab, yang merupakan penghubung T-sel bispesifik yang menargetkan CD19, telah menunjukkan tingkat remisi yang mengesankan pada kasus kambuhan atau yang sulit diobati, dan kini mulai dimasukkan ke dalam protokol awal.
Terapi CAR-T: Solusi Baru untuk Kasus Kambuh
Terapi sel T dengan reseptor antigen chimeric (CAR T-cell therapy) menjadi terobosan penting bagi anak-anak dengan ALL sel B yang kambuh atau sulit diobati. Terapi ini menggunakan sel T anak itu sendiri yang direkayasa agar mampu mengenali dan menghancurkan sel kanker.
Sebuah uji coba multicenter tahun 2023 yang diterbitkan dalam The New England Journal of Medicine menunjukkan bahwa lebih dari 60% pasien anak mencapai remisi berkelanjutan setelah hanya satu infus. Namun, tantangan masih ada, terutama dalam menangani sindrom pelepasan sitokin (Cytokine Release Syndrome/CRS) dan efek neurotoksik. Protokol terbaru menekankan intervensi dini dengan tocilizumab dan kortikosteroid untuk mengurangi risiko ini tanpa mengurangi efektivitas pengobatan.
Mengurangi Efek Samping Jangka Panjang
Meskipun tujuan utama adalah menyembuhkan leukemia, kini fokus juga diberikan pada upaya meminimalkan efek jangka panjang. Obat jenis antrasiklin dosis tinggi yang diketahui menyebabkan kerusakan jantung secara bertahap dikurangi penggunaannya atau diganti dengan formulasi liposomal yang lebih aman. Radiasi kranial, yang dulu rutin diberikan sebagai pencegahan penyebaran ke sistem saraf pusat, kini hanya diberikan pada kasus berisiko tinggi, berkat kemajuan dalam kemoterapi intratekal dan distribusi sistemik yang lebih baik.
Penelitian juga tengah dilakukan untuk memahami bagaimana metabolisme obat kemoterapi seperti 6-mercaptopurine dapat dioptimalkan sesuai genotipe pasien. Misalnya, anak dengan variasi gen TPMT atau NUDT15 memiliki risiko lebih tinggi mengalami kerusakan hati, sehingga dosis dapat disesuaikan secara individual untuk mencegah toksisitas tanpa mengurangi efektivitas pengobatan.
Ketimpangan Global dan Arah Masa Depan
Meskipun berbagai kemajuan telah dicapai, kesenjangan dalam tingkat kelangsungan hidup masih terasa di seluruh dunia. Di negara berpenghasilan rendah dan menengah, tingkat kelangsungan hidup dapat kurang dari 50% karena keterbatasan akses terhadap diagnostik, perawatan pendukung, dan terapi lanjutan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui Inisiatif Global untuk Kanker Anak menargetkan peningkatan tingkat kelangsungan hidup menjadi 60% secara global pada tahun 2030, dengan fokus pada peningkatan kapasitas dan standarisasi pedoman pengobatan.
Penelitian yang sedang berlangsung dalam bidang sekuensing RNA, analisis sel tunggal, dan imunogenetika diperkirakan akan menghasilkan klasifikasi subtipe leukemia yang lebih rinci serta deteksi risiko kambuh lebih awal. Para ahli optimis bahwa masa depan terapi akan melibatkan imunoterapi presisi yang disesuaikan dengan profil genomik dan imunologis anak sejak awal diagnosis.
Perjalanan menuju penyembuhan total leukemia anak kini berada di jalur yang sangat menjanjikan. Dari pengobatan berbasis gen hingga imunoterapi canggih, masa depan terlihat semakin cerah. Anak-anak yang dahulu memiliki peluang hidup kecil kini memiliki harapan besar untuk sembuh dan tumbuh sehat tanpa harus menanggung dampak jangka panjang yang berat.