Selama bertahun-tahun, obesitas dan sindrom metabolik sering dikaitkan dengan kelebihan asupan kalori dan gaya hidup pasif. Namun, penelitian terbaru mengungkapkan bahwa penyebabnya jauh lebih kompleks.
Kini, faktor mikrobiologis terutama mikrobiota usus dianggap memainkan peran penting dalam membentuk kesehatan metabolik seseorang. Mikrobiota usus adalah komunitas mikroorganisme yang sangat padat, berjumlah lebih dari 100 triliun, dan hidup di dalam saluran pencernaan manusia.
Menurut Dr. Ruth E. Ley dari Max Planck Institute, salah satu peneliti mikrobioma terkemuka di dunia, “Mikrobiota bukan sekadar penghuni pasif, tetapi aktif memengaruhi metabolisme dan sinyal sistem imun tubuh.”
Keanekaragaman Mikroba dan Kaitan dengan Obesitas
- Rendahnya Keanekaragaman Mikrobiota pada Orang Gemuk
Studi pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa individu dengan obesitas cenderung memiliki keanekaragaman mikroba yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang bertubuh ramping. Sebuah meta-analisis dari Karolinska Institutet pada tahun 2023 menemukan bahwa rendahnya alpha diversity (keragaman spesies dalam usus) berkaitan dengan meningkatnya inflamasi metabolik. Keanekaragaman mikroba yang tinggi diyakini penting untuk menjaga integritas dinding usus dan toleransi sistem imun.
- Perubahan Rasio Firmicutes dan Bacteroidetes
Salah satu ciri umum dari ketidakseimbangan mikroba pada penderita obesitas adalah meningkatnya rasio bakteri Firmicutes terhadap Bacteroidetes. Meski belum sepenuhnya konsisten di seluruh populasi, perubahan ini diyakini meningkatkan efisiensi tubuh dalam mengekstrak kalori dari makanan berserat. Penelitian terbaru yang dipublikasikan di Cell Metabolism tahun 2024 menunjukkan bahwa peningkatan jumlah Firmicutes mendorong produksi enzim yang memicu pembentukan asam lemak rantai pendek (SCFA) seperti butirat dan asetat, yang kemudian memengaruhi sintesis lemak dan sensitivitas insulin.
Rahasia Mekanisme: Bagaimana Mikroba Usus Mengendalikan Sindrom Metabolik?
- Kebocoran Usus dan Endotoksemia
Lipopolisakarida (LPS) dari bakteri Gram-negatif merupakan molekul pemicu peradangan yang kuat. Ketika terjadi ketidakseimbangan mikrobiota, lapisan pelindung usus menjadi lebih permeabel sehingga LPS dapat masuk ke dalam peredaran darah. Kondisi ini disebut endotoksemia dan memicu peradangan kronis tingkat rendah, yang menjadi pemicu resistensi insulin dan penumpukan lemak di hati.
- Metabolisme Asam Empedu dan Sinyal FXR
Mikroba usus juga memengaruhi metabolisme asam empedu, yang kemudian berinteraksi dengan reseptor FXR (farnesoid X receptor) dalam tubuh. Reseptor ini berperan dalam mengatur metabolisme glukosa dan lemak. Ketidakseimbangan mikroba dapat mengganggu proses ini, memicu gangguan metabolik seperti dislipidemia dan resistensi insulin.
- SCFA dan Efisiensi Penyerapan Energi
Asam lemak rantai pendek, termasuk asetat, propionat, dan butirat merupakan hasil fermentasi serat oleh mikroba. SCFA ini memiliki efek antiinflamasi dan dapat berfungsi sebagai sumber energi bagi sel usus. Namun, jika produksinya berlebihan dalam kondisi mikrobiota yang tidak seimbang, justru dapat mendorong pembentukan lemak dan memicu penambahan berat badan.
Mikrobiota dan Regulasi Gen Tubuh
Lebih dari sekadar metabolisme, mikrobiota usus ternyata juga mampu memengaruhi ekspresi gen manusia. Metabolit seperti butirat dapat berfungsi sebagai penghambat enzim histon deasetilase (HDAC), yang berperan dalam mengatur transkripsi gen terkait metabolisme dan peradangan. Penelitian dari Universitas Tokyo pada tahun 2023 menunjukkan bahwa tikus yang diberi bakteri tertentu mengalami peningkatan toleransi glukosa dan penurunan penumpukan lemak di hati, semuanya berkaitan dengan perubahan ekspresi gen.
Terobosan Klinis: Strategi Mengatur Mikrobiota
- Probiotik dan Prebiotik
Beberapa uji klinis acak menunjukkan bahwa probiotik dan prebiotik dapat membantu mengatasi sindrom metabolik. Strain Lactobacillus dan Bifidobacterium tertentu diketahui dapat menurunkan penanda inflamasi dan meningkatkan sensitivitas insulin. Serat prebiotik seperti inulin dan fruktooligosakarida mendukung pertumbuhan mikroba baik serta meningkatkan produksi SCFA.
- Transplantasi Mikrobiota Feses (FMT)
FMT, meskipun masih kontroversial, mulai dilirik sebagai terapi potensial untuk masalah metabolik. Penelitian dari Belanda pada tahun 2024 menunjukkan bahwa FMT dari donor ramping ke penerima obesitas dapat memperbaiki sensitivitas insulin di hati, meski efeknya hanya bertahan beberapa bulan.
- Postbiotik dan Terapi Metabolit Mikrobial
Terapi berbasis metabolit mikroba, atau disebut postbiotik, sedang menjadi fokus riset. Ini termasuk suplementasi butirat, penghambat enzim mikroba, hingga modulator sintetik asam empedu yang dirancang untuk memengaruhi jalur sinyal tubuh tanpa harus mengubah populasi mikroba secara langsung.
Tantangan dan Arah Penelitian Masa Depan
Kompleksitas hubungan antara mikroba dan tubuh manusia, serta perbedaan individu dalam komposisi mikrobiota, membuat penerapan klinis menjadi tantangan besar. Banyak studi manusia masih belum bisa memastikan hubungan sebab-akibat karena banyak faktor yang memengaruhi. Namun, kemajuan teknologi seperti metagenomik, metabolomik, dan transkriptomik membantu ilmuwan memahami peran mikroba secara menyeluruh.
Bahkan, model kecerdasan buatan mulai digunakan untuk memprediksi risiko resistensi insulin dan respons terapi berdasarkan profil mikrobiota seseorang.
Mikrobiota usus kini menjadi pion utama dalam memahami penyebab dan solusi bagi obesitas serta sindrom metabolik. Lewat pengaruhnya terhadap sistem imun, produksi metabolit, integritas usus, dan ekspresi gen, komunitas mikroba ini mampu mengubah arah kesehatan metabolik seseorang.